Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Repetitive Motion Disorder (Gangguan Akibat Gerakan Berulang)

VIDYA HARTIANSYAH
29 November 2023
Repetitive Motion Disorder (Gangguan Akibat Gerakan Berulang)

Repetitive Motion Disorder (Gangguan Akibat Gerakan Berulang)

VIDYA HARTIANSYAH
29 November 2023

Gangguan gerakan berulang (Repetitive Motion Disorders) adalah gangguan atau keluhan yang terjadi pada jaringan lunak tubuh seperti otot, saraf serta jaringan penunjang lainnya pada sistem musculosekelatal, yang diakibatkan karena pemakaian berulang (gerakan berulang). 

Beberapa istilah lain yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ini yaitu ”Repetitive Motion Injury” (cedera gerakan berulang), ”Repetitive Strain Injury” (cedera regangan berulang), ”Repetitive Stress Injury” (cedera stress berulang), ”Repetitive Trauma Disorders” (gangguan trauma berulang) yang semua merujuk pada gangguan atau kelainan sistem Muskuloskeletal.

Meski tidak membahayakan jiwa, namun keluhan yang diakibatkan gerakan berulang dapat sangat menyakitkan dan melemahkan.

Seiring waktu, Repetitive Motion Disorders dapat menyebabkan kerusakan sementara atau permanen dari jaringan lunak dalam tubuh - seperti otot, saraf, tendon, dan ligamen, dan dapat terjadi kompresi saraf atau jaringan.

Cedera gerakan berulang mengakibatkan kerugian besar dalam hal biaya perawatan untuk tenaga kerja, selain tenaga kerja yang menderita, akan kehilangan produktivitas optimalnya. Hal ini dapat menjadi beban baik bagi tenaga kerja maupun pada perusahaan. Keluhan ini juga sering terjadi dan dialami oleh atlet.


Penyebab Repetitive motion disorder

Penyebab Repetitive Motion Disorder

Kondisi ini umumnya diakibatkan karena:

  1. gerakan berulang dan berlebihan (pengerahan tenaga yang kuat)
  2. penggunaan mesin-mesin yang bergetar
  3. terlalu lama terkena dingin
  4. adanya kompresi mekanik ataupun akibat posisi
  5. atau gerakan tubuh yang canggung atau salah (gerakan yang tidak wajar atau canggung seperti memutar lengan atau pergelangan tangan, kelelahan, postur yang salah), yang dilakukan baik dalam program kerja normal atau kegiatan sehari-hari, termasuk kegiatan olahraga dan hobi. 

Beberapa hal yang harus diwaspadai karena dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan cedera berulang yaitu bila:

  1. memiliki postur tubuh yang buruk
  2. memiliki teknik yang buruk
  3. melakukan aktivitas tertentu untuk jangka waktu yang lama
  4. bekerja dengan sistem kecepatan (menggunakan conveyor belt)
  5. jarang beristirahat dalam bekerja
  6. bekerja dalam lingkungan dingin dan bertekanan tinggi
  7. memiliki gaya hidup yang tidak sehat, stres atau jarang berolahraga, kurang tidur, gemuk.
  8. memiliki penyakit seperti atritis, diabetes atau kondisi medis lainnya.

Gangguan gerakan berulang paling sering terjadi dan mengenai tubuh bagian atas yaitu tangan, pergelangan tangan, siku dan bahu, tetapi keluhan dapat juga terjadi pada leher, punggung, pinggul, lutut, kaki dan pergelangan kaki, tergantung area tubuh yang paling sering mendapatkan beban gerakan berulang.

Beberapa contoh tindakan sehari-hari, seperti melempar bola, menggosok lantai, pekerjaan perakitan, pengepakan daging, pekerjaan yang menggunakan conveyor belt (ban berjalan), menjahit, memainkan alat musik, penggunaan  komputer, pertukangan, berkebun, jogging dan tenis dapat memicu terjadinya kondisi ini. 

Gerakan tangan yang halus, yang berualang terus menerus akhirnya memicu kerusakan atau abrasi dari jaringan-jaringan yang terlibat dalam pergerakan tersebut. Otot yang selalu berkontraksi saat pergerakan akan mengalami cedera, terjadi peradangan dan penurunan rentang gerak.

Selubung yang menutupi tendon akan kehabisan pelumas karena mereka tidak diberi waktu untuk beristirahat, sehingga tendon dan selubungnya  meradang, mengakibatkan rasa sakit.

Tendon yang meradang, akan menimbulkan penekanan pada saraf sekitar karena pembengkakan. Hal ini dapat menyebabkan mati rasa, kesemutan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.


Gejala Repetitive motion disorder

Gejala dan Tanda Repetitive Motion Disorder

  • Nyeri. Nyeri dapat terjadi pada daerah yang sering melakukan gerakan berulang dan yang menderita kelainan. Umumnya terjadi pada tangan, jari, lengan dan bahu. 
  • Kesemutan dan mati rasa atau penurunan kepekaan terhadap panas dan dingin.
  • Kelemahan dan kelelahan. Hal ini ditandai dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan dan kadang menjatuhkan sesuatu benda yang kita pegang tanpa sadar. 
  • Timbul gangguan koordinasi gerak dan gangguan gerak. 
  • Gejala lokal termasuk pembengkakan, nyeri pada penekanan di area yang terkena dan gejala lainnya tergantung area tubuh yang terkena.

Gejala lainnya tergantung area tubuh yang terkena (lihat bab pembahasan masing-masing kelainan).

Jenis kelainan jaringan lunak akibat cedera gerakan berulang yang paling umum terjadi adalah tendinitis dan bursitis (peradangan pada tendon dan bursa), cedera tendon dan bursa, namun seringnya kelainan pada jaringan-jaringan ini terjadi secara bersamaan. 

Tendon adalah ujung-ujung otot, merupakan jaringan fibrosa putih yang berbentuk pita terdiri dari serat kolagen, yang melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang.

Tendon tidak memiliki kemampuan berkontraksi seperti otot, tetapi dapat memanjang (meregang). Tendon memungkinkan terjadinya gerakan tubuh di semua sendi di seluruh tubuh dan merupakan jaringan yang sangat kuat karena harus mampu menanggung semua beban otot yang melekat. 

Aktivitas berulang akan memicu timbulnya peregangan berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan atau masalah pada tendon. Kondisi ini disebut tendinosis dan apabila proses berlanjut, akan terjadi peradangan pada tendon yang disebut tendinitis. Peradangan tendon biasanya terjadi di lokasi penyisipan ke dalam tulang.

Selain itu, terdapat selubung pelumas (sinovium) yang menyelimuti tendon, sehingga memudahkan tendon dalam memanjang atau meregang, saat otot berkontraksi.

Ketika tendon mengalami peradangan, selubung pelumas ini dapat ikut meradang sehingga terjadi kondisi yang disebut tenosinovitis. Tenosinovitis hampir identik dengan tendinitis, karena memiliki penyebab, gejala dan pengobatan yang sama.

Bursa atau sering dikenal sebagai bantalan sendi, adalah kantung yang ditemukan di daerah sendi.

Bursa berfungsi melindungi atau melumasi daerah antara tendon dan tulang di daerah sendi di mana gesekan tulang-tulang sering terjadi. Terdapat lebih dari 150 bursa dalam tubuh manusia. Seperti halnya tendon, gerakan berulang dan berlebihan yang terjadi pada daerah sendi, akan memicu terjadinya peradangan pada bursa sehingga terjadi bursitis. 

Beberapa kelainan akan dibahas berdasarkan bagian tubuh yang terkena seperti keluhan yang menyerang bahu, siku, tangan dan pergelangan tangan dan bagian-bagian tubuh yang lain.

Beberapa contoh istilah yang merujuk kelainan yang dikaitkan dengan cedera gerakan berulang yaitu:

  • Carpal tunnel syndrome
  • De Quervain’s syndrome
  • Epicondylitis lateral (tennis elbow syndrome)
  • Epicondylitis medial (golfer’s elbow syndrome)
  • Bursitis
  • Radial tunnel syndrome
  • Cubital tunnel syndrome
  • Rotator cuff syndrome
  • Rotator cuff tears
  • Frozen shoulder
  • Ganglion kista
  • Trigger finger
  • Plantar fasciitis
  • Tenosinovitis, dll.

Diagnosis Repetitive motion disorder

Diagnosis Repetitive Motion Disorder

Untuk mendiagnosis Repetitive Motion Disorder perlu dilakukan beberapa hal, yaitu:

  • Evaluasi Klinis
  • Pemeriksaan MRI

Diagnosis Repetitive Motion Disorder umumnya berdasarkan keluhan lokasi nyeri pasien dan pergerakan yang menimbulkan nyeri, pemeriksaan diagnostik terkadang diindikasikan. Riwayat pekerjaan pasien penting untuk dipertanyakan karena berhubungan dengan penyebab dari Repetitive Motion Disorder.


Penanganan Repetitive motion disorder

Penanganan Repetitive Motion Disorder

Penanganan harus dilakukan sesegera mungkin, terlebih apabila penderita memiliki faktor risiko melakukan kegiatan atau aktivitas berulang baik karena pekerjaan, olahraga dan hobi. Penanganan harus dilakukan bila mulai timbul rasa sakit dan terdapat hilangnya fungsi yang membatasi aktivitas penderita dan tidak menunggu hingga kehilangan fungsional berat. 

Penanganan yang dilakukan umumnya terdapat dua pilihan dasar, yaitu penanganan konservatif atau non bedah dan penanganan secara bedah (operatif).

Penanganan konservatif difokuskan untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan, dan mencegah proses kerusakan berlanjut dan mencegah kejadian/kekambuhan berulang, meliputi :

  1. Perawatan di rumah

Merupakan semua upaya yang harus dilakukan oleh penderita di rumah, sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter. Tujuannya adalah mengurangi rasa nyeri dan mencegah proses berlanjut.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan di rumah sebagai upaya pertolongan pertama adalah sebagai berikut:

  • Istirahat. Hentikan semua aktivitas yang dicurigai memicu terjadinya keluhan. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan berlanjut dan mengurangi peradangan. 
  • Kompres dingin. Lakukan kompres dingin pada area yang mengalami rasa nyeri dan bengkak.

Kompres dingin menggunakan ice pack, dapat dilakukan beberapa kali sehari (3-4 kali sehari) dengan lama kompres <20 menit setiap kalinya. Lakukan kompres dingin sampai tanda-tanda radang mereda dan nyeri berkurang, umumnya sekitar 3 hari.

  • Konsumsi obat-obat penghilang rasa sakit sederhana seperti parasetamol untuk mengurangi nyeri.

Hindari penggunaan obat-obat anti peradangan tanpa resep dokter mengingat efek samping yang ditimbulkannya cukup berbahaya dan hindari penggunaan obat-obat penghilang nyeri untuk jangka waktu panjang.

  • Bila kondisi ini tidak kunjung mereda dalam waktu 3 hari, kunjungi dokter untuk mengetahui secara pasti jenis kelainan dan terapinya.
  1. Terapi Fisik (Fisioterapi) 

Terapi fisik atau fisioterapi biasanya dilakukan oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik, yang akan memberikan terapi dengan alat-alat yang menggunakan metode fisika (panas, getara, gelombang suara, tarikan/traksi, dll).

Terapi yang diberikan umumnya merupakan perpaduan terapi menggunakan ultrasound, laser, infra merah, dll, disertai latihan fisik dan pemberian obat-obatan baik secara oral ataupun suntik.

Dosis terapi dan pemilihan alat-alat tersebut akan berbeda-beda untuk masing-masing penderita, yang akan disesuaikan dengan jenis kelainan, tingkat keparahan dan adakah kontraindikasi yang dialami penderita dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi jaringan yang meradang.

Pelatihan fisik ditujukan untuk memulihkan fungsi, melatih dan memperkuat otot-otot ataupun jaringan lunak dan sendi yang mengalami kelainan, dengan mengajarkan beberapa variasi latihan peregangan dan latihan rentang gerak sendi, apabila kelainan tersebut melibatkan sendi. Tujuan lain dari pelatihan fisik adalah memberikan pengetahuan kepada penderita tentang teknik-teknik beraktivititas yang direkomendasikan untuk mencegah kejadian berulang.

  1. Penggunaan alat penyokong (splint atau brace)

Tergantung kondisi dan tingkat kelainan yang dialami termasuk aktivitas yang harus dijalani penderita, dokter akan merekomendasikan penggunaan alat penyokong yang sesuai dengan kebutuhan. Tujuannya untuk mengurangi ketegangan otot dan mencegah terjadinya gerakan-gerakan yang dapat memperparah kelainan.

  1. Jika cedera yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan, program terapi okupasi akan membantu mempercepat pemulihan pasien.

Program rehabilitasi okupasi juga membantu kembalinya pekerja yang mengalami cedera berulang bekerja kembali dengan fokus khusus pada persyaratan kerja dan merancang program kerja dan memodifikasi kegiatan atau teknik bekerja untuk mengurangi cedera lebih lanjut dan untuk lebih mempersiapkan pekerja untuk pekerjaannya. Program ini mungkin termasuk latihan tangan, peregangan dan mengubah aktivitas kerja untuk mengurangi stress pada daerah yang terkena.


Dokter Spesialis

Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.


Referensi

Referensi:

  • www.msdmanuals.com/professional/special-subjects/occupational-and-environmental-medicine/work-related-repetitive-motion-injuries

Diperbarui 22 Agustus 2023