Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Transplantasi (Pencangkokan)

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024

Transplantasi (Pencangkokan)

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024

Transplantasi (pencangkokan) adalah pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien) atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya (misalnya pencangkokan kulit).

Transplantasi dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi jaringan atau organ yang telah hilang. Transplantasi bisa memberikan keuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Transfusi darah merupakan jenis transplantasi yang paling sering dilakukan.

Untuk orang-orang yang organ vitalnya (misalnya jantung, paru-paru, hati, ginjal atau sumsum tulang) sudah tidak bekerja sebagaimana mestinya dan fungsinya tidak dapat kembali normal, maka transplantasi organ bisa merupakan satu-satunya peluang untuk bertahan hidup.

Jaringan atau organ yang didonorkan bisa berasal dari orang lain yang masih hidup maupun yang belum lama ini sudah meninggal. Yang lebih disukai adalah jaringan yang berasal dari orang yang masih hidup karena angka keberhasilannya tinggi. Tetapi jantung, hati, paru-paru dan komponen mata (kornea dan lensa) hanya bisa didapatkan dari seseorang yang baru saja meninggal dan biasanya akibat kecelakaan bukan karena sakit.

Donor yang masih hidup biasanya merupakan anggota keluarga. Organ yang paling sering didonorkan oleh orang yang masih hidup adalah sumsum tulang dan ginjal. Tubuh memiliki 2 buah ginjal dan fungsinya bisa berjalan baik meskipun hanya terdapat 1 buah ginjal, karena itu transplantasi ginjal sifatnya aman bagi donor. Bagian dari jaringan hati dan paru-paru juga telah ditransplantasikan dari beberapa donor yang masih hidup. Pencangkokan organ dari donor hidup dilakukan dalam waktu beberapa menit setelah organ diangkat.

Beberapa organ hanya bertahan selama beberapa jam diluar tubuh; sedangkan organ lainnya dapat disimpan dalam lemari pendingin selama beberapa hari.

PENCANGKOKAN GINJAL

Untuk orang-orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi, pencangkokan ginjal merupakan alternatif pengobatan yang telah berhasil dilakukan. Namun, setelah pembedahan, bisa terjadi reaksi penolakan, misalnya terjadi peningkatan berat badan akibat penimbunan cairan, demam, nyeri dan pembengkakan. Jika penolakan tidak dapat diatasi dengan obat imunosupresan, berarti pencangkokan telah gagal.

Risiko terjadinya kanker pada penerima ginjal adalah 10-15 kali lebih besar bila dibandingkan dengan populasi umum. Risiko terjadinya kanker sistem getah bening adalah sekitar 30 kali lebih besar daripada normal, hal ini terjadi kemungkinan karena telah terjadi penekanan terhadap sistem kekebalan.

PENCANGKOKAN HATI

Jika hati sudah tidak berfungsi lagi, maka satu-satunya pilihan pengobatan adalah pencangkokkan hati. Namun, reaksi penolakan pada transplantasi hati tidak sehebat reaksi penolakan pada transplantasi organ lainnya. Meskipun setelah pembedahan tetap harus diberikan obat immunosupresan. Jika resipien mengalami pembesaran hati, mual, nyeri, demam, kuning atau terdapat kelainan fungsi hati, maka bisa dilakukan pemeriksaan untuk memantau organ yang ditransplantasi.

PENCANGKOKAN JANTUNG

Transplantasi jantung dilakukan pada penderita penyakit jantung yang berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan lainnya. Reaksi penolakan terhadap jantung biasanya berupa demam, lemah dan denyut jantung yang cepat atau abnormal. Jantung yang tidak berfungsi dengan baik bisa menyebabkan tekanan darah yang rendah, pembengkakan dan penimbunan cairan di dalam paru-paru. Penolakan yang sifatnya ringan sangat mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi bisa terlihat adanya perubahan pada gambaran EKG.

PENCANGKOKAN PARU-PARU DAN JANTUNG-PARU

Beberapa tahun terakhir ini, transplantasi paru-paru telah menunjukkan kemajuan yang pesat. Biasanya hanya 1 paru-paru yang dicangkokkan, tetapi kadang dilakukan transplantasi kedua paru-paru.

Transplantasi paru harus dilakukan segera setelah paru diperoleh karena proses perawatannya yang sulit. Paru-paru bisa berasal dari donor hidup maupun donor yang baru meninggal. Penolakan terhadap transplantasi paru sulit diketahui, dinilai dan diobati. Penolakan bisa menyebabkan demam, sesak napas dan lemah (kelemahan terjadi akibat berkurangnya oksigen dalam darah).

PENCANGKOKAN PANKREAS 

Transplantasi pankreas hanya dilakukan pada penderita diabetes tertentu. Tujuan dari pencangkokkan adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes dan terutama untuk mengontrol kadar gula darah secara lebih efektif. Penelitian telah menunjukkan bahwa transplantasi pankreas dapat memperlambat atau menghilangkan komplikasi dari diabetes. Tetapi kebanyakan penderita tidak cocok menjalani transplantasi dan transplantasi biasanya hanya dilakukan pada penderita yang kadar gula darahnya sangat sulit dikendalikan serta penderita yang belum mengalami komplikasi yang serius. 

Lebih dari 50% resipien memiliki kadar gula darah yang normal dan seringkali tidak perlu menggunakan insulin lagi. Resipien harus mengkonsumsi obat immunosupresan karena itu mereka memiliki resiko mengalami infeksi dan komplikasi lainnya. 

PENCANGKOKAN SUMSUM TULANG 

Pencangkokkan sumsum tulang pertama kali digunakan sebagai bagian dari pengobatan leukemialimfoma jenis tertentu dan anemia aplastik. Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin meningkat, maka pencangkokkan sumsum tulang sekarang ini semakin luas. Pencangkokkan sumsum tulang dilakukan juga pada anak-anak yang menderita kelainan genetik tertentu. 

Jika penderita kanker menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran, maka sel-sel penghasil darah yang normal di dalam sumsum tulang juga bisa dihancurkan bersamaan dengan sel-sel kanker. Sebelum penderita menerima kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu, penderita kanker tetap bisa menerima terapi penyinaran dan kemoterapi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. 

Jenis HLA resipien harus menyerupai jenis HLA donor, karena itu biasanya donor berasal dari keluarga dekat. Prosedurnya sendiri adalah sederhana. Biasanya dalam keadaan terbius total, sumsum tulang diambil dari tulang panggul donor dengan bantuan sebuah jarum. Kemudian sumsum tulang tersebut disuntikkan ke dalam vena resipien. Sumsum tulang donor berpindah dan berakar di dalam tulang resipien dan sel-selnya mulai membelah. Pada akhrinya, jika semua berjalan lancar, seluruh sumsum tulang resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang baru. 

Namun, prosedur transplantasi sumsum tulang memiliki resiko terjadinya infeksi karena sel darah putih resipien telah dihancurkan oleh terapi radiasi dan kemoterapi. Sumsum tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu untuk menghasilkan sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi resipien terhadap infeksi. Risiko lainnya adalah penyakit graft-versus-host, dimana sumsum tulang yang baru menghasilkan sel-sel aktif yang secara imunologis menyerang sel-sel resipien.

TRANSPLANTASI ORGAN LAINNYA 

Orang yang mengalami luka bakar yang sangat luas atau kerusakan kulit luas lainnya bisa menjalani pencangkokkan kulit (skin graft). Cara terbaik untuk melakukan skin graft adalah dengan mengambil kulit yang sehat dari bagian tubuh lainnya dan mencangkokkannya pada bagian tubuh yang memerlukan. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, untuk sementara waktu bisa diambil kulit dari donor atau hewan (misalnya babi) sampai tumbuhnya kulit baru yang normal. 

Tulang rawan kadang dicangkokkan pada anak-anak, biasanya untuk memperbaiki kelainan pada telinga atau hidung. Kartilago donor jarang diserang oleh sistem kekebalan tubuh resipien. 

Pada transplantasi tulang, biasanya bahan tulang diambil dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan pada bagian tubuh yang memerlukan. 
Transplantasi tulang dari donor tidak dapat bertahan, tetapi bisa merangsang pertumbuhan tulang baru dan merupakan jembatan serta stabilisator yang baik sampai terbentuknya tulang yang baru. 

Transplantasi usus halus masih bersifat coba-coba dan bisa dilakukan pada orang-orang yang ususnya telah mengalami kerusakan akibat penyakit atau ususnya sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. 

Transplantasi organ tubuh biasanya melibatkan:
- pencarian donor yang sesuai
- kemungkinan timbulnya risiko akibat pembedahan
- pemakaian obat-obat immunosupresan yang poten
- kemungkinan terjadinya penolakan oleh tubuh resipien
- kemungkinan terjadinya komplikasi atau kematian

PENCOCOKAN JARINGAN

Pencangkokan jaringan dan organ merupakan suatu proses yang rumit. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan akan menyerang dan menghancurkan jaringan asing (keadaan ini dikenal sebagai penolakan cangkokan). Untuk mengurangi beratnya penolakan tersebut, maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki kesesuaian yang semaksimal mungkin.

Untuk mencapai tingkai kesesuaian yang semaksimal mungkin, dilakukan penentuan jenis jaringan donor dan resipien. Antigen adalah zat yang dapat merangsang terjadinya suatu respons kekebalan, yang ditemukan pada permukaan setiap sel di tubuh manusia. Jika seseorang menerima jaringan dari donor, maka antigen pada jaringan yang dicangkokkan tersebut akan memberi peringatan kepada tubuh resipien bahwa jaringan tersebut merupakan benda asing.

Tiga antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut. Jaringan lainnya memiliki berbagai antigen, sehingg penyesuaian menjadi lebih mungkin terjadi. Sekelompok antigen yang disebut human leukocyte antigen (HLA) merupakan antigen yang paling penting pada pencangkokan jaringan lain selain darah. Semakin sesuai antigen HLAnya, maka kemungkinan besar pencangkokan akan berhasil.

Biasanya sebelum suatu organ dicangkokkan, jaringan dari donor dan resipien diperiksa jenis HLAnya. Pada kembar identik, antigen HLAnya benar-benar sama. Pada orang tua dan sebagian besar saudara kandung, beberapa memiliki antigen yang sama; 1 diantara 4 pasang saudara kandung memiliki antigen yang sama.

PENEKANAN SISTEM KEKEBALAN

Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak dikendalikan, maka organ yang dicangkokkan biasanya akan ditolak. Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian. Penolakan bisa bersifat ringan dan mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan progresif meskipun telah dilakukan pengobatan. Penolakan tidak hanya dapat merusak jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi juga bisa menyebabkan demam, menggigil, mual, lelah dan perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.


Penanganan Transplantasi

Penemuan obat-obatan yang dapat menekan sistem kekebalan telah meningkatkan angka keberhasilan pencangkokkan. Tetapi obat tersebut juga memiliki risiko. Pada saat obat menekan reaksi sistem kekebalan terhadap organ yang dicangkokkan, obat juga menghalangi perlawanan infeksi dan penghancuran benda asing lainnya oleh sistem kekebalan. Penekanan sistem kekebalan yang intensif biasanya hanya perlu dilakukan pada minggu-minggu pertama setelah pencangkokkan atau jika terlihat tanda-tanda penolakan.

Berbagai jenis obat bisa bertindak sebagai immunosupresan. Yang sering digunakan adalah kortikosteroid, pada awalnya obat tersebut diberikan melalui infus kemudian dalam bentuk obat yang diminum.

Contoh obat kortikosteroid adalah: Prednisolone dan dexamethasone. Efek samping obat kortikosteroid antara lain adalah: iritasi pada perut, misalnya terjadi gangguan pencernaan, detak jantung yang cepat (takikardia, mual, sulit tidur (insomnia), Rasa logam di mulut. Selain itu juga bisa mengalami perubahan mood.

Kortikosteroid yang diminum memberikan efek pada seluruh tubuh, sehingga paling berisiko untuk terjadinya efek samping yang berat, tergantung dari dosis dan lama pemakaian obat yang dilakukan, antara lain:

  • Peningkatan tekanan dalam mata (glaukoma)
  • Retensi cairan dalam tubuh, sehingga kedua tungkai bisa membengkak
  • Meningkatkan tekanan darah
  • Peningkatan berat badan, di mana terbentuk endapan lemak di perut, wajah, dan belakang leher
  • Katarak
  • Peningkatan kadar gula darah, sehingga bisa memicu atau memperberat diabetes
  • Meningkatkan risiko terjadinya infeksi
  • Pengeroposan tulang (osteoporosis) dan risiko patah tulang
  • Penekanan produksi hormon oleh kelenjar adrenal
  • Penipisan kulit, mudah memar, dan penyembuhan luka yang lebih lambat

Oleh karena itu, obat-obat golongan ini hanya diberikan sesuai dengan indikasi dan petunjuk dari dokter, serta dilakukan dengan pemantauan.


Referensi

Referensi:

  • NHS. Corticosteroids. 2013.