Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Anatomi Sistem Kekebalan Tubuh

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024
Anatomi Sistem Kekebalan Tubuh

Anatomi Sistem Kekebalan Tubuh

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024

Fungsi sistem kekebalan tubuh adalah sebagai pertahanan tubuh terhadap benda asing. Mikroorganisme, sel-sel kanker, bahkan jaringan atau organ transplantasi dianggap sebagai benda asing yang harus dilawan oleh tubuh.

Sistem kekebalan merupakan suatu sistem yang rumit, tetapi strategi dasarnya sangat sederhana, yaitu mengenali musuh, mengerahkan kekuatan dan menyerang. Dengan memahami anatomi dan komponen dari sistem kekebalan, akan memudahkan kita dalam memahami cara kerja dari sistem kekebalan.

Anatomi Sistem Kekebalan Tubuh

Sistem kekebalan memiliki sistem peredaran sendiri yaitu pembuluh getah bening, yang masuk ke setiap organ tubuh kecuali otak. Pembuluh getah bening mengandung cairan getah bening yang mengandung lemak dan sel-sel darah putih.

Organ-organ yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh disebut organ limfoid. Organ limfoid berperan dalam pembentukan, perkembangan, dan pelepasan limfosit. Pembuluh darah dan pembuluh getah bening merupakan bagian penting dari organ limfoid karena fungsinya yang membawa limfosit ke dan dari berbagai daerah di tubuh.

Organ limfoid dapat dibagi menjadi organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer merupakan tempat sel-sel darah putih diproduksi, yaitu sumsum tulang dan thymus.

Organ limfoid sekunder meliputi limpa, kelenjar getah bening, tonsil (amandel), usus buntu, dan plak Peyer pada usus halus. Organ-organ limfoid ini menangkap mikroorganisme dan substansi asing lain serta menjadi tempat untuk sel-sel imun berkumpul dan berinteraksi membentuk respon imun.

Kelenjar-kelenjar getah bening dihubungkan oleh serangkaian pembuluh getah bening. Sistem limfatik membawa mikroorganisme, substansi asing, sel-sel kanker, dan sel-sel tubuh yang rusak atau mati dari berbagai jaringan tubuh melalui kelenjar getah bening, di mana sel-sel dan substansi asing tersebut akan disaring dan dihancurkan. Dengan demikian, kelenjar getah bening merupakan salah satu tempat pertama penyebaran sel-sel kanker. Sel-sel kanker pada kelenjar getah bening dapat menyebabkan pembesaran pada kelenjar tersebut. Kelenjar getah bening juga dapat membesar karena adanya infeksi.

Rancangan yang jenius dari sistem kekebalan tubuh ini menjamin ketersediaan dan penyusunan respons kekebalan dengan segera, di manapun diperlukan. 

Komponen Sistem Kekebalan Tubuh

Sistem kekebalan terdiri dari sel-sel dan zat-zat yang bisa larut. Sel-sel utama dari sistem kekebalan adalah sel-sel darah putih, yaitu makrofag, neutrofil dan limfosit. Zat-zat terlarut yang utama adalah antibodi, protein komplemen dan sitokin. Beberapa zat terlarut bertindak sebagai pembawa pesan (messenger) untuk menarik dan mengaktifkan sel-sel lainnya. Molekul kompleks histokompatibiliti mayor merupakan pusat dari sistem kekebalan yang membantu untuk mengenali benda asing.

Makrofag

Makrofag adalah sel darah putih yang berukuran besar, yang dapat mencerna mikroba, antigen, dan zat-zat asing lainnya. Antigen adalah setiap zat yang bisa merangsang suatu respon kekebalan; antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker dan racun. Sitoplasma makrofag mengandung granula yang berisi enzim dan zat-zat lain yang memungkinkan makrofag mencerna dan menghancurkan mikroba dan zat-zat asing lainnya.

Makrofag tidak ditemukan di dalam darah, tetapi terdapat di tempat-tempat strategis, dimana organ tubuh berhubungan dengan aliran darah atau dunia luar. Misalnya makrofag ditemukan di daerah di mana paru-paru menerima udara dari luar dan sel-sel hati yang berhubungan dengan pembuluh darah.

Neutrofil

Neutrofil adalah sel darah putih yang berukuran besar, yang dapat mencerna mikroba dan antigen lainnya. Neutrofil memiliki granula yang mengandung enzim untuk menghancurkan antigen yang makan olehnya. Neutrofil ditemukan di dalam darah dan dapat masuk ke dalam jaringan dengan adanya rangsangan khusus.

Makrofag dan neutrofil seringkali bekerja sama; makrofag memulai suatu respon kekebalan dan mengirimkan sinyal untuk menarik neutrofil bergabung dengannya di daerah yang mengalami gangguan. Jika neutrofil telah tiba, mereka menghancurkan benda asing dengan cara mencernanya.

Limfosit

Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening. Limfosit memiliki ukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Neutrofil berumur tidak lebih dari 7-10 hari, tetapi limfosit bisa hidup selama bertahun-tahun bahkan sampai berpuluh-puluh tahun.

Limfosit dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama:

  1. Limfosit B berasal dari sel induk (stem cell) di dalam sumsum tulang. Limfosit B dapat tumbuh menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi
  2. Limfosit T terbentuk jika sel induk di sumsum tulang masuk ke kelenjar thymus dan mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan benda asing dan yang bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.
  3. Sel NK (Natural Killer Cell), memiliki ukuran yang agak lebih besar dari limfosit T dan limfosit B. Sel ini dinamakan sel pemusnah karena sel-sel ini membunuh mikroba dan sel-sel kanker tertentu. Istilah alami (natural) digunakan karena sel-sel ini siap membunuh sel target segera setelah dibentuk, tanpa perlu melewati proses pematangan seperti pada limfosit T dan limfosit B. Sel NK juga menghasilkan beberapa sitokin yang mengatur sebagian fungsi limfosit T, limfosit B dan makrofag.

Antibodi
Adanya rangsangan dari suatu antigen membuat limfosit B mengalami pematangan menjadi sel-sel yang menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan protein yang dapat bereaksi dengan antigen. Antibodi disebut juga sebagai immunoglobulin. Setiap molekul antibodi memiliki dua bagian, yaitu bagian untuk berikatan dengan antigen dan bagian yang strukturnya menerangkan kelompok antibodi. Terdapat 5 jenis kelompok antibodi:

  • Ig M yaitu antibodi yang dihasilkan pada pemaparan awal oleh suatu antigen. Contohnya, jika seorang anak menerima vaksinasi tetanus I, maka 10-14 hari kemudian akan terbentuk antibodi antitetanus IgM (respon antibodi primer). IgM banyak terdapat di dalam darah tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan di dalam organ maupun jaringan.
  • Ig G merupakan jenis antibodi yang paling umum, yang dihasilkan pada pemaparan antigen berikutnya. Contohnya, setelah mendapatkan suntikan tetanus II (booster), maka 5-7 hari kemudian seorang anak akan membentuk antibodi IgG. Respon antibodi sekunder ini lebih cepat dan lebih berlimpah dibandingkan dengan respon antibodi primer. IgG ditemukan di dalam darah dan jaringan. IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat masuk melalui plasenta dari ibu ke janin di dalam kandungannya. IgG ibu melindungi janin dan bayi baru lahir sampai sistem kekebalan bayi bisa menghasilkan antibodi sendiri.
  • Ig A adalah antibodi yang memegang peranan penting pada pertahanan tubuh terhadp masuknya mikroorganisme melalui permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung, mata, paru-paru dan usus. IgA ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh (pada saluran pencernaan, hidung, mata, paru-paru, ASI).
  • Ig E adalah antibodi yang menyebabkan reaksi alergi akut (reaksi alergi segera).
    IgE penting dalam melawan infeksi parasit (misalnya river blindness dan skistosomiasis), yang banyak ditemukan di negara berkembang.
  • Ig D adalah antibodi yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam darah. Fungsinya belum sepenuhnya dimengerti.

    Sitem Komplemen 
    Sistem komplemen mengandung lebih dari 18 macam protein. Protein-protein ini bertindak dalam suatu kaskade, dimana satu protein mengaktifkan protein yang lain dan seterusnya. Sistem komplemen bisa diaktifkan melalui 2 cara:
    1. Jalur alternatif: diaktifkan oleh produk mikroba tertentu atau antigen
    2. Jalur klasik: diaktifkan oleh antibodi khusus yang terikat pada antigen (komplek imun)
    Sistem komplemen berfungsi menghancurkan benda asing, baik secara langsung maupun bergabung dengan komponen sistem kekebalan lainnya.

    Sitokin 
    Pada sistem kekebalan, sitokin berfungsi sebagai pembawa pesan. Sitokin dihasilkan oleh sel-sel pada sistem kekebalan sebagai respon terhadap perangsangan antigen. Sitokin membantu beberapa aspek sistem kekebalan dan menekan aspek yang lainnya.

    Beberapa sitokin bisa diberikan melalui suntikan untuk mengobati penyakit tertentu, misalnya:
    - interferon alfa, efektif untuk mengobati kanker tertentu (misalnya hairy cell leukemia)
    - interferon beta, digunakan untuk mengobati multipel sklerosis 
    - interleukin-2 diberikan pada penderita melanoma maligna dan kanker ginjal
    - granulocyte colony-stimulating factor merangsang pembentukan neutrofil, diberikan pada penderita kanker yang memiliki sedikit neutrofil sebagai efek samping dari kemoterapi. 

Kompleks Histokompatibiliti Mayor 
Semua sel memiliki molekul pada permukaannya, yang khas untuk setiap individu. Molekul ini disebut molekul kompleks histokompatibiliti mayor. Melalui molekul ini, tubuh dapat membedakan mana yang merupakan benda asing dan mana yang bukan benda asing.

Terdapat 2 jenis molekul kompleks histokompatibiliti mayor (disebut juga human leukocyte antigens atau HLA):

  1. HLA I ditemukan di semua sel tubuh, kecuali sel darah merah
  2. HLA II hanya ditemukan pada permukaan makrofag serta limfosit T dan limfosit B yang telah dirangsang oleh suatu antigen

Saat janin mulai membentuk sistem kekebalan, sel induk (stem cell) berpindah ke kelenjar thymus dan membelah serta berkembang menjadi limfosit T. Ketika berkembang di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan dirinya dengan yang bukan dirinya (benda asing). Setiap limfosit T yang bereaksi terhadap HLA thymus dimusnahkan. Setiap limfosit T yang memerima HLA thymus dan belajar bekerja sama dengan sel-sel yang mencerminkan HLA tubuh akan mengalami pematangan dan meninggalkan thymus. Hasilnya adalah limfosit T dewasa dapat mengenali dan tidak menyerang sel-sel tubuhnya sendiri dan saat mempertahankan tubuh, limfosit T bisa bekerja sama dengan sel-sel tubuh lainnya. 

Kadang limfosit T kehilangan kemampuannya untuk membedakan benda asing dan bukan benda asing. Jika limfosit T tidak dapat mengenali HLAnya sendiri, maka dia akan menyerang tubuhnya sendiri, sehingga terjadi penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sklerosis multipel). 

KEKEBALAN DAN RESPONS KEKEBALAN 
Sistem kekebalan memiliki suatu jaringan pengawasan dan keseimbangan yang rumit, yang bisa dibedakan menjadi kekebalan yang dibawa dari lahir dan kekebalan yang didapat

Setiap orang terlahir dengan kekebalan bawaan. Komponen dari sistem kekebalan yang terlibat dalam kekebalan bawaan antara lain makrofag, neutrofil dan sistem komplemen. Komponen tersebut memberi reaksi dan mengenali antigen yang sama terhadap semua benda asing.

Kekebalan yang didapat diperoleh setelah lahir. Pada saat lahir, sistem kekebalan seseorang belum bertemu dengan dunia luar atau belum mulai membangun arsip memorinya. Sistem kekebalan belajar untuk memberikan respon terhadap semua antigen baru yang ditemuinya. Karena itu, kekebalan yang didapat bersifat khusus (spesifik) untuk setiap antigen yang ditemui selama hidup seseorang. Tanda dari kekebalan spesifik adalah kemampuan untuk mempelajari, menyesuaikan, dan mengingat.

Sistem kekebalan yang didapat memiliki rekaman atau ingatan dari setiap antigen yang ditemui; baik melalui pernafasan, makanan atau kulit. Hal ini dimungkinkan karena limfosit memiliki umur yang panjang. Jika bertemu dengan suatu antigen untuk yang kedua kalinya, maka limfosit dengan segera akan memberikan respon spesifik terhadap antigen tersebut. Dengan adanya respon spesifik ini, maka seseorang tidak akan menderita cacar air atau campak lebih dari 1 kali dan karena respon spesifik ini pula maka vaksinasi berhasil mencegah terjadinya penyakit. Contohnya, untuk mencegah polio diberikan vaksinasi yang berasal dari virus polio yang dilemahkan. Jika kemudian orang tersebut terpapar oleh virus polio, maka sistem kekebalan akan membuka arsip memorinya, menemukan konsep untuk virus polio dan dengan segera mengaktifkan pertahanan yang sesuai. Hasilnya adalah pemusnahan virus polio oleh antibodi spesifik yang menetralkan virus sebelum virus memiliki kesempatan untuk berlipatganda dan memasuki sistem saraf.

Kekebalan tubuh bawaan dan kekebalan yang didapat tidak tergantung satu sama lain. Setiap sistem berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lainnya, baik secara langsung maupun melalui rangsangan sitokin.

REAKSI AUTOIMUN 
Kadang terjadi kelainan fungsi sistem kekebalan, dimana jaringn tubuh dikenali sebagai benda asing lalu diserang sehingga terjadi reaksi autoimun. 
Reaksi autoimun bisa dipicu oleh beberapa hal:

  • Suatu zat di dalam tubuh yang dalam keadaan normal hanya terdapat pada suatu daerah khusus (dan berada diluar jangkauan sistem kekebalan) dilepaskan ke dalam sirkulasi umum. Misalnya cairan di dalam bola mata dalam keadaan normal hanya terdapat di dalam rongga bola mata. Jika terjadi suatu tusukan yang menyebabkan terlepasnya cairan ini ke dalam aliran darah, maka sistem kekebalan akan bereaksi melawannya.
  • Perubahan pada suatu zat tubuh yang normal. Misalnya virus, obat-obatan, cahaya matahari atau penyinaran bisa mengubah struktur protein pada tubuh sehingga sistem kekebalan mengenalinya sebagai benda asing.
  • Sistem kekebalan memberikan respon terhadap zat asing yang menyerupai zat tubuh alami dan menyerangnya sebagai benda asing.
  • Terjadi kelainan fungsi di dalam sel yang mengendalikan pembentukan antibodi. Misalnya limfosit B yang ganas bisa menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang sel darah merah.

    Akibat reaksi autoimun dapat bervariasi:
    • Demam
    • Kerusakan berbagai jaringan, misalnya pembuluh darah, tulang rawan dan kulit
    • Kerusakan organ
    • Peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan gagal ginjal, gangguan pernapasan, kelainan fungsi jantung, nyeri, kelainan bentuk, delirium dan kematian.

Sejumlah besar penyakit yang hampir dipastikan merupakan reaksi autoimun adalah:

  • Lupus eritematosus sistemik
  • Miastenia gravis
  • Penyakit Graves
  • Tiroiditis Hashimoto
  • Pemfigus
  • Artritis rematoid
  • Skleroderma
  • Sindroma Sjogren
  • Anemia pernisiosa

 


Referensi

Referensi:

  • D, Peter J. Overviw of The Immune System. Merck Manual. 2008.
  • Wexner Medical Center. The Immune System.