Waspadai Infeksi Pneumokokus pada Anak

Infeksi pneumokokus merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae, yang dikenal juga sebagai pneumokokus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, infeksi pneumokokus menyebabkan sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun, 700.000 hingga satu juta di antaranya adalah anak usia di bawah lima tahun (balita). Infeksi pneumokokus mayoritas terjadi di negara berkembang.

Pneumokokus dapat bersifat invasif (menyebar) melalui darah ke paru, otak, dan organ tubuh lain, sehingga disebut sebagai Invasive Pneumococcus Diseases (IPD). Beberapa penyakit yang termasuk dalam IPD adalah pneumonia (radang paru), meningitis (radang selaput otak), dan bakteremia (infeksi darah). Sementara bentuk infeksi pneumokokus yang tidak menyebar dalam darah (non-invasif) dapat berupa infeksi telinga tengah, sinusitis, dan bronkitis.

Infeksi pneumokokus dapat menyebabkan kematian dan kecacatan yang permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, gangguan saraf, bahkan kematian. ?Bakteri pneumokokus sering menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun,? jelas dokter spesialis anak dari RS Pondok Indah, Dr. Karel Staa, SpA.

Streptococcus pneumoniae
Penyebab infeksi pneumokokus, Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri gram positif yang memiliki lebih dari 90 serotipe, namun tidak seluruhnya ganas,? lanjut Dr. Karel. Lapisan luar bakteri pneumokokus akan menentukan serotipe bakteri dan akhirnya menentukan keganasan penyakit.

Bakteri pneumokokus secara normal berada di tenggorokan dan rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat, sehingga infeksi pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa memandang status sosial. Percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk dapat memindahkan kuman ke orang lain melalui udara. Terlebih dari orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah, tempat bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman pneumokokus.

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko penularan pneumokokus diantaranya adalah anak usia di bawah lima tahun (balita); mal, tempat penitipan anak/playgroup; polusi dan lingkungan perokok; bayi lahir prematur; bayi yang tidak mendapatkan ASI; hunian padat; pergantian cuaca; musim hujan; serta penderita penyakit kronis seperti asma, HIV, penyakit gangguan darah, jantung dan sistem imunologi.

Bakteri pneumokokus yang terhirup akan berkembang biak di dalam saluran pernapasan untuk selanjutnya menyebar ke rongga hidung, telinga, dan cepat menyebar ke dalam sirkulasi darah, terutama pada bayi hingga anak usia 2 tahun. Meskipun anak di atas 2 tahun juga masih dapat terkena. Namun tidak semua akan langsung menjadi sakit, tergantung daya tahan tubuh yang dimiliki orang tersebut.

?Kuman pneumokokus bisa menyebabkan beberapa penyakit yang fatal, artinya bisa menyebabkan kematian. Yang cukup tinggi diketahui seperti radang paru (pneumonia) dan radang otak (meningitis). Semua ini bisa berbahaya, karena menyerang organ yang vital,? imbuh Dr. Karel.

Gejala awal yang umumnya timbul saat masa inkubasi bakteri pneumokokus adalah demam. Gejala yang lebih spesifik dapat ditemui tergantung bagian tubuh yang diserang. Jika bakteri pneumokokus menyerang paru-paru, maka akan terjadi pneumonia (radang paru) dengan gejala menggigil dan gemetar diikuti demam, batuk berdahak dengan dahak yang sering berwarna seperti karat (berasal dari darah), sesak nafas, nyeri dada pada daerah yang terkena ketika menarik nafas, mual, muntah, letih, nyeri sendi.

Jika bagian otak tertentu yang terserang, disebut sebagai meningitis (radang selaput otak). Demam, sakit kepala, kaku kuduk, sakit tenggorokan dan muntah (yang seringkali terjadi setelah kelainan sistem pernafasan), merupakan gejala awal yang utama dari meningitis. Kaku kuduk bukan hanya terasa sakit, tetapi penderita tidak dapat atau merasakan nyeri ketika dagunya ditekuk/disentuhkan ke dadanya.

Menurut Dr. Karel, dengan masa inkubasi kuman pneumokokus yang pendek, hanya dalam hitungan 1-2 hari sudah dapat menimbulkan gejala. Diagnosa ditegakkan dengan melihat dari gejalanya, kemudian dilakukan pemeriksaan darah dan kultur bakteri, sehingga jelas penyebab penyakitnya adalah Streptococcus pneumoniae. ?Penyakitnya mungkin bisa diketahui, tapi penyebabnya tidak bisa. Penyebab inilah yang harus dicari, diperiksa secara tuntas dengan pemeriksaan laboratorium,? kata Dr. Karel.

Lebih lanjut Dr. Karel menjelaskan, di Indonesia kasus pneumokokus sebenarnya banyak, tapi tidak seluruhnya dapat terdeteksi. Hal ini karena deteksi penyebab penyakit seperti radang paru atau radang otak, apakah benar Streptococcus pneumoniae, hanya dapat dilakukan di rumah sakit atau klinik yang menyediakan fasilitas pemeriksaan laboratorium yang tentunya memerlukan biaya tidak sedikit.

Pneumonia, Pembunuh Utama Balita di Dunia
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam ?Pneumonia: The Forgotten Killer of Children?, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.

Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5 kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).

Vaksinasi Pneumokokus
IPD sebenarnya dapat diobati dengan cara pemberian antibiotika dosis tinggi, tetapi saat ini banyak bakteri Streptococcus pneumoniae yang sudah kebal terhadap beberapa antibiotika misalnya penisilin, sehingga semakin mempersulit pengobatannya. Di samping itu, penggunaan antibiotik untuk infeksi telinga dapat mengurangi efektivitas antibiotik itu sendiri selain meningkatkan jumlah carrier terhadap organisma yang resisten di dalam saluran pernapasan.

Itulah sebabnya, pencegahan lebih diperlukan daripada pengobatan. Vaksinasi dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini resistensi kuman pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat. IPD merupakan penyebab kematian balita terbanyak akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. ?Pencegahan infeksi pneumokokus yang terbaik adalah vaksinasi,? ungkap Dr. Karel.

Karena anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko paling tinggi menderita IPD, maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi dilakukan sedini mungkin. Untungnya, saat ini sudah ditemukan vaksin pneumokokus, yang dapat diberikan sejak bayi berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Vaksin ini sudah direkomendasikan oleh Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sejak tahun 2006 dan tercantum dalam Jadwal Imunisasi IDAI.

Mengingat tingginya angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) di seluruh dunia pada bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh IPD, pada bulan Maret 2007, WHO telah merekomendasikan bahwa setiap negara harus memprioritaskan penggunaan vaksin pneumokokus (PCV-7) dalam Program Imunisasi Nasional, terutama bagi negara dengan lebih dari 50 kematian/1000 kelahiran hidup maupun negara dengan lebih dari 50.000 kematian balita per tahun, dimana Indonesia termasuk di dalam kriteria tersebut.

Menurut rekomendasi WHO, penggunaan vaksin pneumokokus (pneumococcal saccharide conjugated vaccine atau PCV-7) membantu melindungi anak balita dari penyakit ini. Jadwal pemberian vaksin pneumokokus berdasarkan usia anak pada saat pemberian vaksin adalah sebagai berikut :

Usia Pemberian

Jadwal Pemberian

< 12 bulan

4 kali, yaitu 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-15 bulan (booster)

7 -11 bulan

3 kali, yaitu pemberian pertama dengan kedua dengan interval 4 minggu, dan pemberian ketiga < 12 bulan

< 12-23 bulan

2 kali, dengan interval 2 bulan

> 2 tahun

1 kali


Selain itu dengan pemberian PCV-7 pada bayi dan balita juga berakibat timbulnya Herd Immunity atau kekebalan populasi, dimana orang dewasa di sekitar anak yang telah diimunisasi vaksin pneumokokus akan ikut terlindung terhadap infeksi kuman pneumokokus.

Jadi, tunggu apa lagi? Pastikan buah hati anda terlindung dari bahaya infeksi penyakit pneumokokus.

Narasumber :
  Tentang Dr. Karel Staa, SpA
dr_karel_staa
Dr. Karel A.L. Staa, SpA berpengalaman selama puluhan tahun sebagai dokter spesialis anak. Pendidikan dokter umum diperoleh dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kemudian memperoleh gelar dokter spesialis anak dari universitas yang sama.

Keahlian khusus yang didalami oleh Dr. Karel adalah tentang neonatus (bayi baru lahir).
Dr. Karel tercatat sebagai anggota dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan American Academy of Pediatrics (AAP). Dalam kesehariannya, Dr. Karel berpraktik di RS Pondok Indah, Jakarta.


Artikel terkait :