dr. Martin Leman, DTM&H
11-06-2004

Hindari Penyalahgunaan Antibiotik

Bukanlah kejadian yang luar biasa bila suatu saat diri kita atau anggota keluarga kita mengalami sakit flu, radang tenggorokan, atau batuk pilek. Setelah 1-2 hari tidak sembuh juga, umumnya kita akan memeriksakan diri ke dokter, untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik agar penyakit dapat cepat diatasi. Walaupun tidak semua, banyak masyarakat awam yang sangat mengharapkan untuk diberi antibiotik oleh dokter yang memeriksanya, dengan harapan agar penyakit lebih cepat sembuh. Bahkan, tidak jarang ada pasien yang merasa tidak puas dan kecewa manakala dokter yang memeriksa ternyata hanya memberikan obat batuk pilek yang "biasa" dan tidak memberikan antibiotik. Salahkah dokter tersebut? Benarkah antibiotik diperlukan untuk mencapai kesembuhan setiap penyakit?

Ditemukannya antibiotik di tahun 1940an memang merupakan suatu kemajuan luar biasa dalam dunia kedokteran. Ada banyak sekali penyakit infeksi yang semula sangat mematikan atau cukup fatal, dapat disembuhkan segera dengan pemberian antibiotik. Hingga kini pun, ada banyak sekali penyakit infeksi yang membutuhkan pemberian antibiotik untuk mencapai kesembuhannya. Namun, ternyata tidak semua penyakit infeksi perlu diberikan antibiotik.

Penyakit dapat disebabkan oleh kuman berupa bakteri, virus, atau parasit. Untuk mematikan bakteri yang menjadi penyebab penyakit, dapatlah digunakan antibiotik. Untuk mengatasi infeksi virus diperlukan obat anti virus, dan untuk mengatasi parasit diperlukan obat anti parasit. Obat antibiotik yang cukup kerap digunakan para dokter, misalnya golongan penicillin, yaitu ampisilin dan amoksisilin. Obat antivirus, yang saat ini banyak tersedia misalnya asiklovir, yang hanya berguna untuk mengatasi virus penyebab infeksi cacar air dan herpes. Untuk obat anti parasit, yang saat ini tersedia misalnya albendazol, mebendazol dan pirantel pamoat yang kerap digunakan untuk pengobatan infeksi cacingan; atau anti jamur kelompok azole (mikonazole, flukonazole, ketokonazole, dan itrakonoazole) yang kerap digunakan untuk mengatasi infeksi jamur.

Dalam kenyataannya, kebanyakan infeksi saluran napas atas, seperti influenza, atau radang tenggorokan disebabkan oleh infeksi virus, dan hanya sedikit sekali yang penyebabnya bakteri. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kebanyakan kasus, yang dibutuhkan sesungguhnya bukanlah antibiotik, melainkan antivirus. Masalahnya, antivirus yang saat ini telah tersedia masih sangatlah sedikit jenisnya. Antivirus yang ada hanyalah untuk infeksi virus penyakit cacar air, herpes, hepatitis, dan HIV.

Jadi, untuk kebanyakan infeksi virus tersebut, yang berguna untuk diberikan hanyalah obat yang berguna untuk mengurangi gejala, dan membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Kesembuhan hanyalah dapat dicapai bila daya tahan tubuh dapat mengeliminasi virus tersebut dari dalam tubuh. Sebaliknya, antibiotik tidaklah memiliki peranan apa pun dalam infeksi virus. Bahkan, justru dapat memberikan dampak yang buruk bila dipaksakan untuk diberikan pada pasien.

Mengapa penyalahgunaan antibiotik ini berbahaya? Ada banyak alasan yang dapat diberikan, di antaranya masalah efek samping, biaya, dan resistensi kuman. Seperti kita ketahui, setiap obat sesungguhnya memiliki risiko menimbulkan efek samping. Antibiotik merupakan kelompok obat yang termasuk kerap memberikan efek samping misalnya reaksi alergi baik ringan maupun berat, mual, muntah, bahkan kadangkala diare.

Masalah biaya yang membengkak, mau tidak mau perlu diperhatikan juga, karena umumnya harga antibiotik tidaklah murah. Sehingga alokasi biaya pengobatan menjadi tidak tepat. Sangatlah sayang bila biaya yang besar digunakan untuk membeli obat yang sama sekali tidak memberi manfaat yang jelas. Padahal di sisi lain, biaya tersebut dapat digunakan untuk obat yang lebih tepat dan berguna bagi kesembuhan penyakit.

Masalah yang penting juga, adalah masalah resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Saat ini, seluruh dunia telah mengalami berbagai masalah akibat resistensi antibiotik. Penyalahgunaan antibiotik, berupa pemberian antibiotik yang tidak tepat, tidak sesuai dosis, dan tanpa pengawasan dokter ternyata telah membuat banyak jenis bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat terjadi karena ternyata bakteri lama kelamaan dapat "mengubah" dirinya sehingga dapat bertahan terhadap antibiotik yang menyerangnya.

Sebagai contoh, saat ini telah banyak bakteri yang beberapa tahun lalu dapat diatasi dengan mudah dengan antibiotik yang relatif "ringan" seperti amoksisilin, namun kini tidak mempan lagi dan memerlukan antibiotik generasi baru yang jauh lebih keras, yang lebih mahal dan banyak efek sampingnya. Hal serupa ini telah terjadi pada banyak jenis antibiotik, akibat penyalahgunaan antibiotik yang terjadi di mana-mana. Padahal, untuk dapat menciptakan jenis antibiotik generasi baru membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama.

Oleh karenanya, mulai sekarang, hindari penyalahgunaan dan bijaksanalah dalam menggunakan obat antibiotik. Berikut ini langkah yang dapat dilakukan:
  • Saat berobat ke dokter, diskusikanlah apakah memang diperlukan pemberian antibiotik untuk mengatasi penyakit.
  • Jika memang Anda diberikan pengobatan dengan antibiotik, pahami sungguh-sungguh cara penggunaannya. Janganlah ragu-ragu untuk meminta penjelasan yang lengkap dari dokter mengenai obat yang diberikan.
  • Salah satu hal penting untuk diingat adalah obat antibiotik harus terus diminum dan dihabiskan walaupun gejala sudah berkurang.
  • Sebaliknya, bila obat sudah habis sebelum gejala berkurang, janganlah membeli sendiri antibiotik tersebut tanpa konsultasi dokter. Pemberian antibiotik yang melebihi waktu yang seharusnya dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping.
  • Jika memang ada obat yang tersisa, jangan memberikan pada orang lain. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan kondisi klinis dan keadaan pasien secara individual.