Ikatan Bidan Indonesia atau IBI pada tanggal 24 Juni 2010 kemarin genap berusia 59 tahun. Sepanjang perjalanan usianya, IBI mempunyai misi untuk memberikan pelayanan kebidanan, kesehatan reproduksi, keluarga berencana serta kegiatan pembangunan lainnya kepada masyarakat.
Peringatan ulang tahun IBI yang dilakukan di Auditorium Perpusatakaan Nasional RI kemarin juga dikaitkan dengan kampanye “Tangani tepat demam pada DBD anak” bekerjasama dengan GlaxoSmithKline. Kampanye dini dilakukan dengan mengadakan beberapa temu ilmiah bidan di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Dengan kampanye ini diharapkan bidan dapat berperan dalam usaha menurunkan tingkat kejadian demam berdarah dengue.

Ki-ka : Ibu Tuminah S.IP; moderator; dr. Alan R. Tumbelaka, Sp.A (K); Ibu Elsia Chandrawati
Bidan Indonesia di tahun 2010 ini berkomitmen untuk menguatkan profesi bidan yang tidak hanya cekatan dalam keterampilan kebidanan tetapi juga memiliki sifat “pelayan masyarakat” & berperan dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dengan kata lain bidan ingin menegaskan profesinya sebagai garda depan dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam sambutan acara tersebut, Ibu Tuminah S.IP selaku Bendahara IBI mengemukakan, bahwa “ Bidan sebagai garda depan, sangat dibutuhkan dalam menghadapi keluhan masyarakat di bidang kesehatan termasuk mendidik & menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Misalnya pada kejadian DBD, dengan informasi yang telah diperoleh, maka diharapkan bidan dapat mengetahui dengan jelas perbedaan demam biasa & demam DBD anak, sehingga dapat memberikan informasi & konsultasi yang tepat pada masyarakat”.
dr. Alan R. Tumbelaka, Sp.A (K) dalam presentasinya mengenai tata laksana infeksi virus dengue mengatakan “ Demam berdarah dengue tetap merupakan masalah kesehatan di Indonesia, angka kejadian tetap meningkat & saat ini relatif kematian khususnya di RSCM cenderung naik. Demam sendiri sebenarnya tidak berbahaya karena demam bukan merupakan penyakit melainkan gejala. Demam memegang peranan kunci dalam membantu perlawanan tubuh mengatasi infeksi virus atau bakteri. Dan demam merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak”.
“Sebenarnya demam tidak berbahaya, kecuali apabila suhu tubuh mencapai 39-40° C. Namun masih banyak terjadi kesalahan dalam menangani demam, khususnya demam pada infeksi virus dengue pada anak. Kesalahan yang terjadi misalanya panik pada saat demam tinggi, suhu anak tidak diukur dengan benar, mengompres dengan cara yang salah (harusnya dikompres dengan handuk hangat di seluruh tubuh, bukan dengan handuk dingin di dahi) & pada banyak kasus kurang dikenal obat penurun panas yang sesuai untuk kondisi DBD. Perjalanan penyakit DBD sendiri meliputi fase demam (2-7 hari), fase kritis (24-48 jam) serta fase penyembuhan (2-3 hari). Pada infeksi dengue, obat penurun panas diperlukan hanya pada fase demam & penyembuhan & parasetamol (nama zat aktifnya) merupakan obat pilihan pertama pada infeksi dengue “. Tambahnya.
“Dengan mengikutsertakan bidan dalam upaya menurunkan incidence rate DBD, kami berharap dalam kasus infeksi anak, bidan dapat bersikap tenang, waspada & antisipatif untuk mengusulkan obat penurun panas yang sesuai & melakukan tindakan suportif serta memberikan edukasi pada pasien. Misalnya dengan tindakan untuk memberi minum yang banyak pada pasien, membantu pengompresan, menguji DBD atau bukan serta merujuk ke rumah sakit yang terdekat untuk perawatan lebih lanjut”. Demikian dikemukakan oleh dr. Alan.
Peringatan ulang tahun IBI yang dilakukan di Auditorium Perpusatakaan Nasional RI kemarin juga dikaitkan dengan kampanye “Tangani tepat demam pada DBD anak” bekerjasama dengan GlaxoSmithKline. Kampanye dini dilakukan dengan mengadakan beberapa temu ilmiah bidan di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Dengan kampanye ini diharapkan bidan dapat berperan dalam usaha menurunkan tingkat kejadian demam berdarah dengue.

Ki-ka : Ibu Tuminah S.IP; moderator; dr. Alan R. Tumbelaka, Sp.A (K); Ibu Elsia Chandrawati
Bidan Indonesia di tahun 2010 ini berkomitmen untuk menguatkan profesi bidan yang tidak hanya cekatan dalam keterampilan kebidanan tetapi juga memiliki sifat “pelayan masyarakat” & berperan dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dengan kata lain bidan ingin menegaskan profesinya sebagai garda depan dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam sambutan acara tersebut, Ibu Tuminah S.IP selaku Bendahara IBI mengemukakan, bahwa “ Bidan sebagai garda depan, sangat dibutuhkan dalam menghadapi keluhan masyarakat di bidang kesehatan termasuk mendidik & menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Misalnya pada kejadian DBD, dengan informasi yang telah diperoleh, maka diharapkan bidan dapat mengetahui dengan jelas perbedaan demam biasa & demam DBD anak, sehingga dapat memberikan informasi & konsultasi yang tepat pada masyarakat”.
dr. Alan R. Tumbelaka, Sp.A (K) dalam presentasinya mengenai tata laksana infeksi virus dengue mengatakan “ Demam berdarah dengue tetap merupakan masalah kesehatan di Indonesia, angka kejadian tetap meningkat & saat ini relatif kematian khususnya di RSCM cenderung naik. Demam sendiri sebenarnya tidak berbahaya karena demam bukan merupakan penyakit melainkan gejala. Demam memegang peranan kunci dalam membantu perlawanan tubuh mengatasi infeksi virus atau bakteri. Dan demam merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak”.
“Sebenarnya demam tidak berbahaya, kecuali apabila suhu tubuh mencapai 39-40° C. Namun masih banyak terjadi kesalahan dalam menangani demam, khususnya demam pada infeksi virus dengue pada anak. Kesalahan yang terjadi misalanya panik pada saat demam tinggi, suhu anak tidak diukur dengan benar, mengompres dengan cara yang salah (harusnya dikompres dengan handuk hangat di seluruh tubuh, bukan dengan handuk dingin di dahi) & pada banyak kasus kurang dikenal obat penurun panas yang sesuai untuk kondisi DBD. Perjalanan penyakit DBD sendiri meliputi fase demam (2-7 hari), fase kritis (24-48 jam) serta fase penyembuhan (2-3 hari). Pada infeksi dengue, obat penurun panas diperlukan hanya pada fase demam & penyembuhan & parasetamol (nama zat aktifnya) merupakan obat pilihan pertama pada infeksi dengue “. Tambahnya.
“Dengan mengikutsertakan bidan dalam upaya menurunkan incidence rate DBD, kami berharap dalam kasus infeksi anak, bidan dapat bersikap tenang, waspada & antisipatif untuk mengusulkan obat penurun panas yang sesuai & melakukan tindakan suportif serta memberikan edukasi pada pasien. Misalnya dengan tindakan untuk memberi minum yang banyak pada pasien, membantu pengompresan, menguji DBD atau bukan serta merujuk ke rumah sakit yang terdekat untuk perawatan lebih lanjut”. Demikian dikemukakan oleh dr. Alan.