Autism dan berbagai spektrum gejalannya adalah gangguan perilaku anak yang paling banyak diperhatikan dan kasusnya ada kecenderungan meningkat dalam waktu terakhir ini. Autism diyakini beberapa peneliti sebagai kelainan anatomis pada otak secara genetik. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu timbulnya autism tersebut, termasuk pengaruh makanan atau alergi makanan.
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.
Alergi pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada seseorang yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh.
Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa terjadi. Gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan perkembangan motorik, gangguan emosi, keterlambatan bicara, hiperaktif (ADHD) hingga memperberat gejala autism.
Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme.
Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa, karena logam berat dan sebagainya.
Beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh manifestasi alergi. Banyak pakar mengatakan bahwa autism disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autism.
Peneliti lainnya mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism. IgE adalah jenis imunoglobulin yang menunjukkan keadaan alergi pada seseorang. Banyak penelitian melaporkan bahwa dengan eliminasi makanan yang mengandung bahan alergi tampak mengurangi beberapa gejala autisme secara bermakna. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.
Mekanisme Pengaruh Alergi dan Autism Mekanisme bagaimana alergi mengganggu fungsi otak khususnya gangguan autism masih belum banyak terungkap. Namun ada beberapa teori mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori gangguan organ sasaran, pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan otak (Gut Brain Axis) dan pengaruh reaksi hormonal pada alergi
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks. Berbagai zat hasil, proses alergi seperti sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan dalam peradangan di organ tubuh manusia.
Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.
Sistem Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses peradangan lama yang kompleks.
Seperti pada penderita intoleransi makanan, mungkin juga pada alergi makanan terdapat gangguan metabolisme sulfat pada tubuh. Gangguan Metabolisme sulfat juga diduga sebagai penyebab gangguan ke otak. Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh melalui konjugasi fenol dirubah menjadi sulfat dibuang melalui urine. Pada penderita alergi yang mengganggu saluran cerna diduga juga terjadi proses gangguan metabolisme sulfur.
Gangguan ini mengakibatkan gangguan pengeluaran sulfat melalui urine, metabolisme sulfur tersebut berubah menjadi sulfit. Sulfit inilah yang menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita. Diduga sulfit dan beberapa zat toksin inilah yang dapat menganggu fungsi otak. Gangguan tersebut mengakibatkan zat kimiawi dan beracun tertentu yang tidak dapat dikeluarkan tubuh sehingga dapat mengganggu otak.
Proses alergi dapat mengganggu saluran cerna, gangguan saluran cerna itu sendiri akhirnya dapat mengganggu susunan saraf pusat dan fungsi otak. Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan.
Teori Enteric nervous brain juga mungkin yang mungkin bisa menjelaskan adanya kejadian abdominal epilepsi, yaitu adanya gangguan pencernaan khususnya nyeri perut yang dapat mengakibatkan epilepsi (kejang) pada anak atau orang dewasa. Beberapa laporan ilmiah menyebutkan bahwa gangguan pencernaan atau nyeri perut berulang pada penderita berhubungan dengan kejadian epilepsi. Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian. Sedangkan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi otak dan perilaku.
Para peneliti melaporkan pada penderita alergi terdapat penurunan hormon seperti kortisol, metabolik. Hormon progesteron dan adrenalin tampak cenderung meningkat bila proses alergi itu timbul. Perubahan hormonal tersebut mengakibatkan keluhan kelelahan, emosi, gampang marah, kecemasan, panik, sakit kepala, migraine, kerontokan rambut dan keluhan lainnya.
Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan cara eliminasi provokasi makanan. Penghindaran makanan penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi atau tes alergi lainnya, karena keterbatasan pemeriksaan tersebut. Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan Autism dan gangguan perilaku lainnya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu lainnya. Sebaiknya dilakukan pendekatan secara holistik dengan bidang alergi anak, neurology anak, psikiater anak, tumbuh kembang anak , endokrinologi anak dan gastroenterologi anak.
Penanganan ideal bagi alergi makanan adalah dengan menghindari penyebab makanan tersebut, bukan dengan mengkonsumsi obat jangka panjang. Eliminasi makanan tertentu yang mengakibatkan alergi ternyata dapat mengurangi gangguan pada penderita Autism dan penderita gangguan perilaku lainnya. Sangat penting melakukan deteksi dini gejala alergi dan gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada anak. Bila hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini maka pengaruh alergi terhadap fungsi otak seperti gangguan autism dan gangguan perilaku lainnya dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalkan.
Gangguan Perilaku Selain Autism Yang Berkaitan Dengan Alergi
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.
Alergi pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada seseorang yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh.
Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa terjadi. Gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan perkembangan motorik, gangguan emosi, keterlambatan bicara, hiperaktif (ADHD) hingga memperberat gejala autism.
Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme.
Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa, karena logam berat dan sebagainya.
Beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh manifestasi alergi. Banyak pakar mengatakan bahwa autism disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autism.
Peneliti lainnya mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism. IgE adalah jenis imunoglobulin yang menunjukkan keadaan alergi pada seseorang. Banyak penelitian melaporkan bahwa dengan eliminasi makanan yang mengandung bahan alergi tampak mengurangi beberapa gejala autisme secara bermakna. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.
Mekanisme Pengaruh Alergi dan Autism Mekanisme bagaimana alergi mengganggu fungsi otak khususnya gangguan autism masih belum banyak terungkap. Namun ada beberapa teori mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori gangguan organ sasaran, pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan otak (Gut Brain Axis) dan pengaruh reaksi hormonal pada alergi
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks. Berbagai zat hasil, proses alergi seperti sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan dalam peradangan di organ tubuh manusia.
Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.
Sistem Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses peradangan lama yang kompleks.
Seperti pada penderita intoleransi makanan, mungkin juga pada alergi makanan terdapat gangguan metabolisme sulfat pada tubuh. Gangguan Metabolisme sulfat juga diduga sebagai penyebab gangguan ke otak. Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh melalui konjugasi fenol dirubah menjadi sulfat dibuang melalui urine. Pada penderita alergi yang mengganggu saluran cerna diduga juga terjadi proses gangguan metabolisme sulfur.
Gangguan ini mengakibatkan gangguan pengeluaran sulfat melalui urine, metabolisme sulfur tersebut berubah menjadi sulfit. Sulfit inilah yang menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita. Diduga sulfit dan beberapa zat toksin inilah yang dapat menganggu fungsi otak. Gangguan tersebut mengakibatkan zat kimiawi dan beracun tertentu yang tidak dapat dikeluarkan tubuh sehingga dapat mengganggu otak.
Proses alergi dapat mengganggu saluran cerna, gangguan saluran cerna itu sendiri akhirnya dapat mengganggu susunan saraf pusat dan fungsi otak. Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan.
Teori Enteric nervous brain juga mungkin yang mungkin bisa menjelaskan adanya kejadian abdominal epilepsi, yaitu adanya gangguan pencernaan khususnya nyeri perut yang dapat mengakibatkan epilepsi (kejang) pada anak atau orang dewasa. Beberapa laporan ilmiah menyebutkan bahwa gangguan pencernaan atau nyeri perut berulang pada penderita berhubungan dengan kejadian epilepsi. Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian. Sedangkan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi otak dan perilaku.
Para peneliti melaporkan pada penderita alergi terdapat penurunan hormon seperti kortisol, metabolik. Hormon progesteron dan adrenalin tampak cenderung meningkat bila proses alergi itu timbul. Perubahan hormonal tersebut mengakibatkan keluhan kelelahan, emosi, gampang marah, kecemasan, panik, sakit kepala, migraine, kerontokan rambut dan keluhan lainnya.
Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan cara eliminasi provokasi makanan. Penghindaran makanan penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi atau tes alergi lainnya, karena keterbatasan pemeriksaan tersebut. Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan Autism dan gangguan perilaku lainnya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu lainnya. Sebaiknya dilakukan pendekatan secara holistik dengan bidang alergi anak, neurology anak, psikiater anak, tumbuh kembang anak , endokrinologi anak dan gastroenterologi anak.
Penanganan ideal bagi alergi makanan adalah dengan menghindari penyebab makanan tersebut, bukan dengan mengkonsumsi obat jangka panjang. Eliminasi makanan tertentu yang mengakibatkan alergi ternyata dapat mengurangi gangguan pada penderita Autism dan penderita gangguan perilaku lainnya. Sangat penting melakukan deteksi dini gejala alergi dan gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada anak. Bila hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini maka pengaruh alergi terhadap fungsi otak seperti gangguan autism dan gangguan perilaku lainnya dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalkan.
Gangguan Perilaku Selain Autism Yang Berkaitan Dengan Alergi
- Gerakan Motorik Berlebihan
usia < 6 bulan: mata/kepala bayi sering melihat ke atas. Tangan dan kaki bergerak berlebihan, usia > 6 bulan bila digendong sering minta turun atau sering bergerak/sering menggerakkan kepala ke belakang-membentur benturkan kepala. Sering bergulung-gulung di kasur, menjatuhkan badan di kasur ("smackdown"), sering memanjat. Gejala "Tomboy" pada anak perempuan.
- Gangguan Tidur(biasanya MALAM-PAGI)
Gelisah/bolak-balik ujung ke ujung, bila tidur posisi "nungging", berbicara/tertawa/berteriak dalam tidur, sulit tidur, malam sering terbangun/duduk,mimpi buruk, "beradu gigi".
- Agresif
Sering memukul kepala sendiri,orang atau benda di sekitarnya. Sering menggigit, menjilat, mencubit, menjambak (spt "gemes").
- Gangguan Konsentrasi
Cepat bosan terhadap sesuatu aktifitas (kecuali menonton televisi atau baca komik), malas belajar, tidak teliti, terburu-buru, sering kehilangan barang.
- Gangguan Emosi
Mudah marah, sering berteriak /mengamuk/tantrum, keras kepala.
- Gangguan Perkembangan Motorik
Tidak bisa bolak-balik, duduk, merangkak sesuai usia. Berjalan sering terjatuh dan terburu-buru, sering menabrak, jalan jinjit, duduk leter W/kaki ke belakang, Flat food.
- Keterlambatan Bicara
Tidak mengeluarkan kata umur < 15 bulan, hanya 4-5 kata umur 20 bulan, kemampuan bicara hilang dari yang sebelumnya bisa, biasanya > 2 tahun membaik.
- Impulsif
Banyak bicara/tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan orang lain.
- Hiperaktif(ADHD/ADD)