Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Asfiksia neonatorum

VIDYA HARTIANSYAH
11 Desember 2023
Asfiksia neonatorum

Asfiksia neonatorum

VIDYA HARTIANSYAH
11 Desember 2023

Asfiksia neonatorum ialah keadaan di mana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.

Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.

 


Penyebab Asfiksia neonatorum

Penyebab Asfiksia neonatorum

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu

  • Preeklampsia dan eklampsia
  • Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
  • Partus lama atau partus macet
  • Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
  • Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

  • Lilitan tali pusat
  • Tali pusat pendek
  • Simpul tali pusat
  • Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

  • Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
  • Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
  • Kelainan bawaan (kongenital)
  • Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

KLASIFIKASI ASFIKSIA NEONATORUM

  1. Asfiksia neonatorum ringan: Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

  2. Asfiksia neonatorum sedang: Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi tentang lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 

  3. Asfisia neonatorum berat: Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.ave

Save


Gejala Asfiksia neonatorum

Gejala Asfiksia neonatorum

Tanda dan gejala asfiksia neonatorum

  1. Tidak bernapas atau napas terengah-engah atau pernapasan lambat (kurang dari 30 kali per menit).
  2. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
  3. Tangisan lemah atau merintih
  4. Warna kulit pucat atau biru (sianosis)
  5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah
  6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per menit).

Diagnosis Asfiksia neonatorum

Gejala Asfiksia Neonatorum

Pada bayi baru lahir dengan asfiksia biasanya bayi tampak pucat dan kebiru-biruan, napas tidak teratur, selain dari pemeriksaan fisik diatas, diagnosis asfiksia juga ditegakkan sebagai berikut:

a.  DJJ (Denyut Jantung Janin)

Keadaan di mana denyut jantung  janin frekuensi turun sampai di bawah 100/menit, atau denyut jantung tidak teratur. Elektro kardiogram janin digunakan untuk terus menerus  memantau jantung janin.

b.  Mekonium dalam air ketuban

Terdapatnya mekonium pada presentasi kepala, menunjukkan gangguan oksigenasi, dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.

c. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop diambil contoh darah janin, adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Bila pH turun sampai di bawah 7,2 merupakan tanda bahaya bagi janin.

 "Tabel Nilai/Skor APGAR"

Sumber : https://winsatnyu.wordpress.com

 

 

 


Penanganan Asfiksia neonatorum

Pengobatan Asfiksia neonatorum

Aspek yang sangat penting dari resusitasi terhadap asfiksia neonatorum adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : pernapasan, denyut jantung, dan warna kulit.

A. Tindakan umum

1) Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan :

a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

c) Bungkus bayi dengan kain kering.

2) Atur posisi bayi

Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.

3) Pembersihan jalan napas

Saluran napas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.

4) Rangsangan taktil untuk menimbulkan pernapasan

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan menepuk-nepuk kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

B. Tindakan khusus

1)   Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)

Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :

a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli . Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.

b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB

c) Pemijatan jantung dikerjakan dengan menekan di atas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5x pijatan diikuti 1x pemberian napas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan bersamaan.

d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.

2)   Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)

Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernapasan dengan:

a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit.

b) Melakukan napas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20x/menit.

c) Melakukan pernapasan mulut ke mulut yang seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30x/menit.

C. Tindakan lain dalam resusitasi

1) Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.

2) Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan

 

"ALUR RESUSITASI NEONATUS IDAI 2022"

Sumber : www.idai.or.id


Dokter Spesialis

Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.


Referensi

Referensi:

  • Dep. Kes. RI. 2007. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta.
  • FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.
  • Hidayat, A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.
  • Ladewig, P. 2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
  • Saifuddin, A. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
  • Sarwono, P. 2002. Praktisi Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
  • Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.
  • Wong, D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
  • www.idai.or.id/

Diperbarui 24 Agustus 2023