Informasi Penyakit

Drug Rashes (Ruam Karena Alergi Obat)

VIDYA HARTIANSYAH
22 Januari 2024
Drug Rashes (Ruam Karena Alergi Obat)

Drug Rashes (Ruam Karena Alergi Obat)

VIDYA HARTIANSYAH
22 Januari 2024

Drug rashes adalah ruam kulit yang merupakan efek samping/alergi dari obat-obatan yang masuk dalam pembuluh darah.

Ruam obat merupakan reaksi tubuh terhadap suatu obat tertentu. Jenis ruam yang terjadi bergantung pada obat penyebabnya dan respons Anda.

Waktu timbulnya ruam bisa berbeda-beda. Ruam dapat muncul segera atau beberapa minggu setelah Anda pertama kali minum obat.

Ruam yang disebabkan oleh obat-obatan dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari 3 kelompok:

  • Ruam yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap obat
  • Ruam sebagai efek samping yang tidak diinginkan dari obat tertentu
  • Ruam akibat kepekaan ekstrim terhadap sinar matahari yang disebabkan oleh obat

Penyebab Drug rashes

Penyebab Drug Rashes

Obat-obatan menyebabkan timbulnya ruam melalui beberapa cara:

1. Reaksi alergi.

Setelah minum obat tertentu untuk pertama kalinya, seseorang bisa mengalami sensitisasi (menjadi peka). Pemakaian berikutnya bisa memicu terjadinya suatu reaksi alergi. Biasanya dalam beberapa menit (kadang sampati beberapa jam atau beberapa hari kemudian), timbul ruam-ruam di kulit. Gejala alergi lainnya yang bisa timbul bersamaan dengan munculnya ruam di kulit adalah hidung meler, mata berair atau suatu serangan asma.

2. Secara langsung.

Obat-obatan juga bisa menyebabkan timbulnya ruam kulit secara langsung, tanpa melalui suatu reaksi alergi.
Contohnya:
- kortikosteroid bisa menyebabkan timbulnya jerawat dan menyebabkan penipisan kulit
- antikoagulan bisa menyebabkan memar-memar jika darah meresap ke bawah kulit.

3. Fotosensitivitas.
Obat-obat tertentu menyebabkan kulit sangat peka terhadap efek sinar matahari.
Obat-obat tersebut adalah:
- obat anti-psikosis
- tetrasiklin
- antibiotik yang mengandung sulfa
- klorotiazid
- beberapa pemanis buatan.
Pada saat obat diminum tidak langsung timbul ruam di kulit, tetapi jika terpapar oleh sinar matahari akan muncul daerah kemerahan atau abu-biru di kulit yang kadang terasa gatal.

Faktor Risiko Alergi Obat

  • Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pria.
  • Sistem Imunitas
    Erupsi alergi obat lebih mudah terjadi pada seseorang yang mengalami penurunan sistem imun.
  • Usia Alergi obat dapat terjadi pada semua golongan umur terutama anak–anak dan orang dewasa. Pada anak–anak disebabkan perkembangan sistem imunologi yang belum sempurna. Sebaliknya, pada orang dewasa disebabkan karena lebih seringnya berkontak dengan bahan antigenetik.
  • Dosis Pemberian obat yang intermitten dengan dosis tinggi akan memudahkan timbulnya sensitisasi. Tetapi, jika sudah melalui fase induksi, dosis yang sangat kecil sekalipun sudah dapat menimbulkan reaksi alergi.
  • Infeksi dan Keganasan Mortalitas tinggi lainnya juga ditemukan pada penderita erupsi obat berat yang disertai dengan keganasan.
  • Atopik Faktor risiko yang bersifat atopik ini masih dalam perdebatan.

Gejala Drug rashes

Gejala Drug Rashes

Gejala drug rashes beratnya bervariasi,

  • Mulai dari kemerahan yang ringan di daerah kulit tertentu disertai beruntus-beruntus kecil,
  • Pengelupasan seluruh kulit,
  • Bercak kemerahan,
  • Demam,
  • Limfadenopati/pembesaran kelenjar limfe,
  • Nyeri pada mulut.

Ruam bisa timbul segera setelah penderita minum obat tertentu (misalnya kaligata bisa terjadi setelah minum penisilin) atau baru muncul beberapa jam bahkan beberapa hari kemudian. Kadang ruam baru timbul beberapa tahun kemudian. Arsen bisa menyebabkan pengelupasan dan perubahan warna kulit, bahkan menyebabkan keganasan beberapa tahun setelah diminum.

Ruam kulit yang bisa disebabkan oleh obat-obatan

Ruam kulit Uraian Contoh obat yg dapat menyebabkan ruam kulit
Fixed drug eruption Ruam berwarna merah gelap atau ungu, yang kembali muncul pada titik yg sama setiap kali obat yg sama diminum
Ruam paling sering ditemukan di mulut atau alat kelamin
  • Antibiotik (tetrasiklin dan antibiotik yg mengandung sulfa)
  • Fenolftalein (digunakan pada beberapa pencahar)
Purpura
  • Bintik-bintik keunguan di kulit
  • Paling sering ditemukan di tungkai
  • Diuretik
  • Beberapa antikoagulan
Jerawat Jerawat kecil dan bintik-bintik merah tersebar, terutama di wajah, bahu dan dada bagian atas
  • Kortikosteroid
  • Yodium
  • Bromida
  • Fenitoin
  • Steroid anabolik
Kaligata Bentol-bentol berwarna merah dan putih, menandakan suatu reaksi alergi
  • Penisilin
  • Aspirin
  • Pewarna tertentu yg digunakan dalam pembuatan obat
Morbiliformis atau ruam makulopapular Ruam mendatar berwarna merah, kadang juga disertai bentol-bentol atau jerawat kecil, menyerupai campak Hampir semua obat, terutama barbiturat, ampisilin, golongan sulfa, antibiotik lainnya
Sindroma Steven-Johnson atau ruam yang tidak terlalu berat yang menyerang selaput lendir Lepuhan-lepuhan kecil atau ruam seperti kaligata pada selaput mulut atau vagina atau ujung penis Penisilin
  • Antibiotik yg mengandung sulfa
  • Barbiturat
  • Beberapa obat untuk tekanan darah tinggi dan kencing manis
Dermatitis eksfoliativa Kulit di seluruh tubuh menebal, berwarna merah dan bersisik Penisilin
  • Antibiotik yg mengandung sulfa
 

Kapan harus ke Dokter?

Segera ke rumah sakit apabila ada tanda-tanda reaksi alergi obat yang berat, atau kecurigaan adanya anafilaksis setelah Anda mengkonsumsi obat.

Konsultasikan juga dengan dokter apabila Anda memiliki tanda-tanda seperti reaksi alergi obat (atau meragukan) untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut dan mendapatkan penanganan yang tepat.


Diagnosis Drug rashes

Diagnosis Drug Rashes

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti:

  • Uji Tempel (patch test) Uji tempel sering dipakai untuk membuktikan dermatitis kontak. Suatu seri sediaan uji tempel yang mengandung berbagai obat ditempelkan pada kulit (biasanya daerah punggung) untuk dinilai 48 – 72 jam kemudian. Uji tempel dikatakan positif bila terjadi erupsi pruritus, eritema dan vesikular yang serupa dengan reaksi. Klinis alergi sebelumnya, tetapi dengan intensitas dan skala lebih ringan
  • Uji Tusuk (prick/scratch test) Uji tusuk dapat digunakan untuk mengkonfirmasi adanya reaksi tipe I, dengan adanya deteksi kompleks antigen IgE spesifik. Uji kulit dapat dilakukan dengan memakai bahan yang bersifat imunogenik yaitu determinan antigen dari obat atau metabolitnya. Bahan untuk uji kulit harus bersifat non iritatif untuk menghindarkan positif palsu. Uji kulit sebetulnya merupakan cara yang efektif untuk diagnosis penyakit atopik, tetapi manfaatnya terbatas untuk alergi obat karena pada saat ini baru sedikit sekali determinan antigen obat yang sudah diketahui. Dengan uji kulit hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makromolekul (insulin, antisera, ekstrak organ), sedangkan untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat mengidentifikasi alergi terhadap penisilin saja. Hasil negatif hanya berarti pada uji kulit penisilin.
  • Uji Provokasi (exposure test) Uji provokasi dapat memastikan diagnosis alergi obat, tetapi merupakan prosedur diagnostik terbatas karena mengandung resiko yang berbahaya yaitu terjadinya anafilaksis sehingga hanya dianjurkan dilakukan ditempat yang memiliki fasilitas dan tenaga yang memadai. Karena itu maka uji provokasi merupakan kontra indikasi untuk alergi obat yang berat misalnya anafilaksis, sindroma Steven Johnson, dermatitis eksfoliatif, kelainan hematologi, eritema vesiko bulosa. Uji provokasi dilakukan setelah eliminasi yang lamanya tergantung dari masa paruh setiap obat.

Penanganan Drug rashes

Pengobatan Drug Rashes

Kondisi tersebut biasanya hilang jika Anda berhenti minum obat yang menyebabkan reaksi tersebut. Perawatan lain mungkin termasuk:

  1. Kortikosteroid, seperti Dexametasone
  2. Antihistamin, seperti Cetrizine, Loratadine

Reaksi alergi bisa serius dan bahkan fatal. Jika ruam berkembang, penting untuk segera menghubungi penyedia layanan kesehatan Anda.


Komplikasi Drug Rashes

Severe Cutaneous Adverse Reaction (SCAR). Reaksi ini merupakan kondisi yangserius dan dapat menjadi fatal. SCAR termasuk AGEP (acute generalized exanthematous pustulosis), DRESS (drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms), Stevens-Johnson Syndrome (SJS), Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) dan generalized bullous fixed drug eruptions (GBFDE).

SJS atau TEN dapat menyebaban jaringan parut yang permanen yang dapat menyebabkan kebutaan dan kecacatan.


Prognosis Pasien dengan Drug Euption (Ruam Alergi Obat)

Sebagian pasien dapat mentoleransi paparan ulang terhadap obat yang sebelumnya menyebabkan alergi. 

Hal ini terjadi karena:

  • Obat bukanlah penyebab dari gejala yang muncul
  • Sensitivitas terhadap obat lama-kelamaan menghilang
  • Reaksi obat dapat bergantung pada penyakit yang mendasari yang telah sembuh

Pada orang yang mengalami alergi obat, obat lain yang berbeda harus diberikan bila perlu dan memungkinkan. Meskipun seringkali obat tersebut lebih mahal, kurang efektif, dan juga bisa menimbulkan efek samping dan risiko. Reaksi silang dapat terjadi pada obat yang serupa karena struktur kimia yang mirip.

Orang yang pernah mengalami reaksi berat akibat obat harus selalu membawa kartu penanda alergi.


Informasi Produk Terkait Drug Rashes (Ruam Karena Alergi Obat)


Dokter Spesialis

Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.


Pencegahan Drug Rashes

Bila Anda memiliki alergi terhadap obat atau pernah mengalami reaksi obat berat, pencegahan terbaik adalah berhenti menggunakan obat tersebut. 

Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan untuk menghindari terpapar obat yang sama antara lain:

  • Memberikan informasi alergi Anda kepada petugas kesehatan
  • Menggunakan gelang atau penanda lain yang menyebutkan Anda alergi terhadap obat tertentu

Referensi

Referensi:

  • Bork K. Adverse drug reactions. In: Demis DJ, ed. Clinical Dermatology. Vol 3. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 1998.
  • Breathnach SM, Hintner H. Adverse Drug Reactions and the Skin. London, England: Blackwell Scientific; 1992.
  • Coombs RRA, Gell PGH. Classification of allergic reactions responsible for clinical hypersensitivity and disease. Clin Aspects Immunol. 1968;575-96.
  • Daoud MS, Schanbacher CF, Dicken CH. Recognizing cutaneous drug eruptions. Reaction patterns provide clues to causes. Postgrad Med. Jul 1998;104(1):101-4, 107-8, 114-5.
  • dermnetnz.org/topics/drug-eruptions. 2016.
  • Fitzpatrick JE. New histopathologic findings in drug eruptions. Dermatol Clin. Jan 1992;10(1):19-36.
  • Iannini P, Mandell L, Felmingham J, Patou G, Tillotson GS. Adverse cutaneous reactions and drugs: a focus on antimicrobials. J Chemother. Apr 2006;18(2):127-39.
  • Sara Fazio, Exanthematous Reactions. 2012, diakses dari http://blogs.nejm.org/now/index.php/exanthematous-reactions/2012/06/29/
  • www.aaaai.org/tools-for-the-public/allergy,-asthma-immunology-glossary/severe-cutaneous-adverse-reaction-(scar)-defined
  • www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/drug-rashes
  • www.mayoclinic.org/diseases-conditions/drug-allergy/symptoms-causes/syc-20371835. 2022

Diperbarui 18 Januari 2024

Sara Fazio
Sara Fazio
Copyright 2024 by Medicastore
PT. Clinisindo Putra Perkasa
Copyright 2024 by Medicastore
PT. Clinisindo Putra Perkasa