Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Kanker dan Sistem Kekebalan

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024
Kanker dan Sistem Kekebalan

Kanker dan Sistem Kekebalan

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024

Saat sebuah sel menjadi bersifat kanker, sistem kekebalan tubuh dapat mengenalinya sebagai sel yang abnormal dan menghancurkannya sebelum sel tersebut bereplikasi atau menyebar. Dengan demikian kanker lebih mungkin terjadi pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu, misalnya pada orang-orang dengan AIDS, mendapatkan obat penekan kekebalan tubuh (imunosupresan), memiliki penyakit autoimun, dan orang tua. Namun, meskipun sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi dengan normal, kanker masih tetap dapat terjadi.

ANTIGEN TUMOR

Antigen merupakan bahan asing yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh dan menjadi target untuk dihancurkan. Antigen ditemukan pada permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan tubuh tidak bereaksi terhadap selnya sendiri.

Jika sebuah sel menjadi ganas, antigen baru akan muncul pada permukaan sel (disebut antigen tumor) sehingga dikenali oleh sistem kekebalan tubuh sebagai benda asing dan dihancurkan. Namun sistem kekebalan tubuh yang berfungsi dengan baikpun tidak selalu mampu menghancurkan seluruh sel kanker. Jika sel kanker dapat tumbuh dan memperbanyak diri hingga membentuk massa yang terdiri dari sel-sel kanker, maka sistem kekebalan tubuh sangat tidak mungkin untuk dapat menghancurkannya.

Antigen tumor telah ditemukan pada beberapa jenis kanker, termasuk pada melanoma maligna, kanker tulang (osteosarkoma) dan beberapa kanker saluran pencernaan. Penderita kanker tersebut memiliki antibodi yang melawan antigen tumor. Namun tampaknya antibodi yang dihasilkan tidak mampu menghancurkan kanker dan bahkan kadang merangsang pertumbuhannya. Vaksin-vaksin yang dibuat dari antigen tumor mungkin bisa mencegah atau mengobati kanker dengan menstimulasi sistem kekebalan tubuh.

Antigen tumor tertentu dapat dideteksi dengan pemeriksaan darah. Antigen ini terkadang disebut sebagai penanda tumor (Tumor Marker). Pengukuran kadar penanda tumor ini dapat digunakan untuk mengevaluasi respon terapi. Jika setelah terapi penanda tumor tidak lagi ditemukan dalam contoh darah, kemungkinan pengobatan telah berhasil. Jika penanda tumor menghilang dan kemudian muncul lagi, maka kemungkinan kanker muncul kembali. Selain PSA (Prostate Specific Antigen), penanda tumor lainnya tidak banyak membantu untuk pemeriksaan / deteksi dini orang-orang tanpa gejala kanker.

Beberapa contoh penanda tumor:
- Carcinoembryonic Antigen -CEA. Kadar CEA bisa ditemukan meningkat pada berbagai jenis kanker, tetapi peningkatan kadar CEA paling sering dihubungkan dengan kanker kolorektal (kanker usus besar dan rektum). Pemeriksaan kadar CEA biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosa atau deteksi dini kanker kolorektal, tetapi lebih dipakai untuk memprediksi beratnya penyakit. Semakin tinggi kadar CEA saat kanker kolorektal terdeteksi, maka semakin mungkin kanker telah memasuki stadium lanjut. CEA juga digunakan untuk mengevaluasi penyakit setelah terapi. Kadar CEA diukur kembali untuk melihat apakah kanker berespon terhadap terapi yang diberikan atau kanker muncul kembali setelah terapi.

Pengukuran kadar CEA juga dapat digunakan untuk kanker paru dan kanker payudara. Kadar CEA dapat tinggi pada beberapa kanker lainnya, seperti pada melanoma, limfoma, kanker tiroid, kanker pankreas, kanker hati, kanker lambung, kanker ginjal, kanker prostat, kanker leher rahim (serviks), kanker indung telur (ovarium), dan kanker kandung kemih. Jika kadar CEA tinggi saat kanker terdiagnosa, maka kadar CEA dapat digunakan untuk memantau respon penyakit terhadap terapi yang diberikan.

Kadar CEA yang tinggi juga bisa ditemukan pada perokok dan beberapa penyakit bukan kanker, seperti hepatitis, sirosis hati, pankreatitis, COPD, rheumatoid arthritis atau kolitis ulserativa. Namun peningkatan kadar CEA yang melebihi 5.5 ng/mL sudah tidak normal.

- Alfa-fetoprotein (AFP). AFP dalam keadaan normal dihasilkan oleh sel-sel hati. Peningkatan kadar AFP di dalam darah seringkali ditemukan pada penderita kanker hati (hepatoma). Peningkatan kadar AFP juga sering ditemukan pada penderita kanker indung telur atau kanker buah zakar tertentu, serta pada anak-anak dan dewasa muda yang menderita tumor kelenjar hipofisa. Pemeriksaan kadar AFP dapat membantu untuk mendiagnosa kanker-kanker ini dan memonitor terapi.

- Beta-Human Chorionic Gonadotropin (β-HCG) adalah hormon yang dihasilkan selama kehamilan dan merupakan dasar bagi pemeriksaan kehamilan. Peningkatan kadar β-HCG di dalam darah dapat ditemukan pada penderita kanker buah zakar (testis) atau kanker indung telur (ovarium) tertentu (tumor sel germinal), serta pada koriokarsinoma. Pemeriksaan kadar β-HCG dapat digunakan untuk mendiagnosa keadaan-keadaan ini, memonitor efek terapi, serta untuk memantau apakah terjadi kekambuhan setelah terapi selesai diberikan.

- Prostate Specific Antigen (PSA). PSA merupakan protein yang dibuat oleh kelenjar prostat. Kadar PSA tinggi pada pria dengan peradangan prostat (prostatitis), pembesaran prostat jinak (BPH-Benign Prostatic Hyperplasia), atau pada kanker prostat. Untuk itu, pria dengan kadar PSA yang tinggi harus menjalani pemeriksaan lanjutan untuk kanker prostat. Pemeriksaan kadar PSA selain dapat digunakan untuk deteksi dini kanker prostat, juga dapat dilakukan untuk memantau apakah kanker muncul kembali setelah terapi selesai diberikan.

-CA-125. Protein ini ditemukan pada permukaan sebagian besar sel-sel kanker ovarium dan dapat dideteksi dengan pemeriksaan darah. Wanita dengan kanker ovarium seringkali mengalami peningkatan kadar CA-125, tetapi peningkatan kadar CA-125 tidak selalu menandakan adanya kanker ovarium. Peningkatan kadar CA-125 juga dapat disebabkan oleh kanker yang lain, misalnya kanker endometrium, kanker tuba fallopi, kanker peritoneum, atau keadaan bukan kanker, seperti endometriosis, peradangan pada pelvis, sirosis, kehamilan, atau pada menstruasi normal.

Karena kanker ovarium seringkali sulit didiagnosis, beberapa ahli kanker menganjurkan untuk melakukan tes penyaringan dengan melakukan pemeriksaan kadar CA-125 pada wanita diatas 40 tahun, meskipun tes penyaringan ini kurang dapat dipercaya karena kurang peka dan kurang spesifik.

- CA 15-3. Pemeriksaan kadar CA 15-3 terutama digunakan untuk memantau penderita kanker payudara. Pada stadium awal, peningkatan kadar CA 15-3 hanya ditemukan pada kurang dari 10% penderita, tetapi pada stadium lanjut ditemukan pada sekitar 70% penderita. Kadar CA 15-3 biasanya turun jika terapi berhasil, tetapi kadarnya akan mengalami peningkatan terlebih dulu pada beberapa minggu pertama setelah terapi dimulai.

- CA 19-5. Pemeriksaan kadar CA 19-5 paling sering digunakan pada penderita kanker pankreas. Pada stadium sangat awal, kadar CA 19-5 seringkali normal, sehingga tidak baik digunakan untuk mendeteksi penyakit. Kadar CA 19-5 yang tinggi pada seseorang yang baru terdiagnosa kanker pankreas biasanya menandakan bahwa penyakit telah berada pada stadium lanjut.

Pemeriksaan kadar CA 19-5 juga dapat digunakan untuk memantau kanker kandung kemih. Kadar CA 19-5 juga dapat meningkat pada kanker lambung dan saluran empedu, serta pada keadaan bukan kanker, seperti penyakit tiroid, pankreatitis, dan rheumatoid arthritis.

- Beta-2- Mikroglobulin (B2M). Kadar B2M di dalam darah meningkat pada multipel mieloma, leukemia limfositik kronis, dan beberapa limfoma. Kadarnya juga dapat mengalami peningkatan pada beberapa keadaan bukan kanker, misalnya pada penyakit ginjal dan hepatitis. Pemeriksaan kadar B2M berguna untuk membantu memperkirakan prognosis beberapa kanker ini. Penderita dengan kadar B2M yang tinggi biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk. Kadar B2M juga diperiksa untuk memonitor efek terapi.

- Laktat Dehidrogenase (LDH). LDH digunakan sebagai penanda tumor untuk kanker buah zakar (testis) dan juga tumor sel germinal lainnya. Pemeriksaan kadar LDH tidak terlalu berguna untuk mendiagnosa penyakit karena kadarnya juga akan meningkat karena sebab lainnya, seperti pada gangguan darah dan hati. Tetapi peningkatan kadar LDH dapat memprediksi prognosis penyakit yang lebih buruk. Kadar LDH juga dapat digunakan untuk memonitor efek terapi dan untuk melihat apakah terjadi kekambuhan setelah terapi selesai diberikan.


Penanganan Kanker dan sistem kekebalan

IMUNOTERAPI

Untuk memperbaiki kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam menemukan dan menghancurkan sel-sel kanker, para peneliti telah membuat terapi untuk mengubah respon biologis (biologic response modifiers), yaitu dengan:

  • Merangsang respon anti-tumor dengan meningkatkan jumlah sel pembunuh tumor atau menghasilkan 1 atau lebih bahan kimia pembawa pesan (mediator)
  • Secara langsung berfungsi sebagai agen pembunuh tumor atau bahan kimia pembawa pesan
  • Mengurangi mekanisme tubuh yang normal dalam menekan respon kekebalan
  • Mengubah sel-sel tumor sehingga meningkatkan kemampuan untuk memicu respon kekebalan atau membuat sel-sel tumor lebih mungkin dirusak oleh sistem kekebalan tubuh
  • Memperbaiki toleransi tubuh terhadap terapi penyinaran atau bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kemoterapi

Terapi yang paling dikenal dan paling banyak digunakan adalah Interferon. Dalam keadaan normal, hampir seluruh sel tubuh manusia menghasilkan interferon, tetapi interferon juga dapat dibuat dengan menggunakan teknik biologi molekuler rekombinan.

Meskipun mekanisme kerjanya belum sepenuhnya jelas, interferon berperan dalam pengobatan beberapa kanker. Respon yang luar biasa (termasuk kesembuhan) telah terjadi pada sekitar 30% penderita sarkoma Kaposi, 20% penderita muda leukemia mielogenous kronik dan 15% penderita karsinoma sel ginjal. Interferon diharapkan memperpanjang periode bebas penyakit pada penderita yang mengalami kesembuhan dari multipel mieloma dan beberapa bentuk limfoma.

Pada terapi sel pembunuh (killer cell therapy), limfosit penderita kanker diambil dari sampel darah. Di laboratorium, dilakukan pemaparan limfosit dengan interleukin-2 (suatu faktor pertumbuhan sel T), untuk membuat sel-sel pembunuh limfokin aktif, dan kemudian disuntikkan kembali ke tubuh penderita melalui pembuluh darah. Sel-sel ini lebih terlatih daripada sel-sel alami tubuh dalam menemukan dan menghancurkan sel-sel kanker.

Sekitar 25-30% penderita melanoma maligna atau kanker ginjal memberikan respon yang baik terhadap terapi sel pembunuh limfokin aktif, tetapi pengobatan ini masih dalam penelitian.

Terapi (antibodi) humoral, yaitu terapi yang dilakukan dengan menambah produksi antibodi oleh tubuh. Bahan-bahan, seperti bakteri tuberkulosis yang dilemahkan, yang diketahui bisa menambah respon kekebalan, telah dicoba pada beberapa kanker. Menyuntikkan bakteri tuberkulosis secara langsung kedalam suatu melanoma hampir selalu menyebabkan menyusutnya kanker. Terkadang efeknya dapat meluas ke tumor yang telah menyebar ke seluruh tubuh (metastase). Bakteri tuberkulosis juga telah berhasil digunakan untuk mengendalikan kanker kandung kemih yang belum menyebar ke dinding kandung kemih.

Pendekatan eksperimental lainnya menggabungkan antibodi spesifik tumor dengan obat antikanker. Antibodi khusus yang dibuat di laboratorium ini kemudian disuntikkan kepada penderita, sehingga akan membawa obat menuju sel-sel kanker.

Pilihan lainnya adalah antibodi yang dibuat di laboratorium yang dapat menempel baik pada sel kanker maupun pada limfosit pembunuh dan menyatukan kedua sel tersebut sehingga limfosit pembunuh dapat menghancurkan sel kanker.

Penelitian terbaru memberikan harapan untuk pengobatan yang baru. Beberapa diantaranya menggunakan bagian dari onkogen, yang penting dalam pengaturan dan pertumbuhan sel.


Referensi

Referensi:

  • American Cancer Society. Tumor Markers. 2012.
  • American Society of Clinical Oncology. Understanding Tumor Markers. 2013.
  • C, Bruce A. T, Elisabeth C. Defenses Against Cancer. Merck Manual. 2008.
  • F, Matthew G. Diagnosis of Cancer. Merck Manual. 2006.