Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.


Penyebab Imunisasi

Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu mencegah penyakit yang serius yang bisa timbul pada masa kanak-kanak.

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.


Gejala Imunisasi

Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas.

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).

Reaksi yang mungkin terjadi:

  1. Reaksi lokal : kemerahan atau benjolan kecil pada daerah penyuntikan, yang kemudian berisi nanah dan pecah, membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dengan meninggalkan jaringan parut.
  2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah:

  • Terbentuk abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan
  • Limfadenitis supurativa. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
  • Imunisasi DPT

    Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran nafas yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap, sehingga anak kesulitan untuk bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

    Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 4 bulan (DPT II), 6 bulan (DPT III), 15 - 18 bulan, dan 4-6 tahun. Vaksin ulang tetanus dan difteri bisa diulang setiap 10 tahun. Jika setelah vaksinasi anak mengalami demam tinggi, reaksi alergi, atau kejang, maka sebaiknya untuk selanjutnya diberikan vaksin DT, bukan DPT (vaksin pertusis tidak digunakan lagi).

    1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin bisa terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa diberikan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

    Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius daripada flu ringan biasa, maka imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.

    Imunisasi DT

    Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT, yaitu disuntikkan pada otot lengan atau paha.

    Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari. 

    Imunisasi TT

    Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.

    Untuk ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

    Imunisasi Polio

    Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Penyakit polio bisa menyebabkan nyeri otot, kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai, kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan, dan bahkan kematian.

    Terdapat 2 macam vaksin polio:

    • IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
    • OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan

    Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes langsung ke mulut anak. Kontra indikasi pemberian vaksin polio antara lain : diare berat, gangguan kekebalan tubuh (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid), atau kehamilan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

    Sumber : www.medindia.net

    Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang tertinggi. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, pada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Untuk orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.

    Orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Untuk penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.

    Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.

    Imunisasi Campak

    Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam.

    Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
    - infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38oC
    - gangguan sistem kekebalan
    - pemakaian obat imunosupresan
    - alergi terhadap protein telur
    - hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
    - wanita hamil
    Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, peradangan konjungtiva mata dan gejala kataral serta peradangan otak (jarang).

    Imunisasi MMR

    Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.

    Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.

    Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.

    Sumber : www.npr.org

    Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP).

    Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Orang dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak.

    Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.

    Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin :

  • Komponen campak : ruam kulit (5%) atau demam (5-15%)
  • Komponen gondongan : pembengkakan ringan pada kelenjar di daerah pipi dan di bawah rahang selama beberapa hari
  • Komponen campak Jerman : pembengkakan kelenjar getah bening, ruam kulit, nyeri atau kekakuan sendi ringan, nyeri atau hilang rasa pada tangan atau kaki, dan kejang, biasanya berhubungan dengan demam tinggi
  • Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.

    Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
    - anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
    - anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
    - anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan
    - wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

    Imunisasi MMR

    Imunisasi Hib

    Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.

    Imunisasi Varisella

    Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan-lepuhan kecil yang kemudian mengering dan mengelupas. Infeksi biasanya bersifat ringan, tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

    Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

    Sumber : www.theguardian.com

    Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Tetapi terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.

    Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa demam, nyeri dan pembengkakan, atau ruam cacar air di tempat penyuntikan. Efek samping lain yang lebih berat antara lain : kejang demam, reaksi alergi, peradangan pada paru atau otak, atau gangguan koordinasi otot.

    Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan pada :
    - Wanita hamil atau wanita menyusui
    - Anak-anak atau orang dewasa dengan sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
    - Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
    - Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
    - Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
    - Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
    - Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin

    Imunisasi HBV

    Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.

    Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).

    Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

    Imunisasi Pneumokokus Konjugata

    Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).

    Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.


    Informasi produk terkait Imunisasi


    Dokter Spesialis

    Pemilihan tepat untuk penanganan/penggunaan obat hanya oleh dokter spesialis