Menurut WHO, epilepsi menyerang 1% penduduk dunia. Apabila Indonesia berpenduduk 240 juta maka jumlah keseluruhan penyandang epilepsi (PE) di Indonesia adalah 2, 4 juta jiwa dimana setengah dari seluruh PE adalah perempuan.  Jadi diperkirakan terdapat sekitar 1,2 juta penyandang epilepsi perempuan di Indonesia. Sebenarnya pengobatan untuk PE perempuan tidak berbeda dengan PE laki-laki, tetapi ada saat-saat tertentu dimana resiko untuk terjadinya bangkitan epilepsi pada perempuan lebih besar, & hal tersebut berkaitan dengan fluktuasi hormon yang terjadi pada perempuan.

PE perempuan perlu memiliki persiapan yang matang dalam memasuki masa pubertas. menstruasi, fertilitas, penggunaan kontrasepsi yang mengandung hormon, kehamilan, proses kelahiran, menyusui, merawat bayi, menopause maupun saat melakukan terapi sulih hormon. Hal ini karena banyak PE perempuan merasakan adanya pengaruh perubahan hormon terhadap bangkitannya. Berbagai hormon di dalam tubuh perempuan mengontrol pertumbuhan tulang dan otot, ritme jantung, lapar, emosi dan siklus menstruasi. Hormon yang berperan pada siklus menstruasi, estrogen dan progesteron terbukti berhubungan dengan bangkitan epilepsi.

Hal tersebut terungkap dalam acara media edukasi mengenai tata laksana yang tepat untuk mengontrol serangan pada penyandang epilepsi wanita & anak-anak, yang berlangsung di Hotel Ritz Carlton Jakarta, tanggal 14 Juni 2012 Kemarin.

 

 

Sumber : wyomingepilepsy.org

 

Pada kesempatan tersebut, Dr. dr. Kurnia Kusumastuti, SpS (K) menjelaskan, “Meskipun hormon pada umumnya tidak menyebabkan munculnya bangkitan epilepsi, namun hormon dapat mempengaruhi terjadinya bangkitan. Hormon estrogen membuat otak lebih mudah terjadi bangkitan, sebaliknya hormon progresteron menyebabkan otak lebih sulit terjadi bangkitan. Inilah yang menyebabkan sebagian perempuan sering mengalami perubahan pola bangkitan di saat terjadi fluktuasi hormonal seperti saat pubertas, menstruasi dan menopause.”

Pada masa pubertas, terjadi perubahan fisik dan emosional yang kompleks. Kadar hormon yang berfluktuasi di saat pubertas dapat mempengaruhi bangkitan. Perubahan fisik dapat terjadi sangat cepat, sehingga dosis obat anti epilepsi (OAE) yang terbiasa diminum PE perempuan tidak lagi cukup, sehingga seringkali diperlukan penambahan dosis. Sedangkan pada masa menstruasi, terdapat tendensi untuk terjadinya bangkitan pada bagian tertentu dari siklus menstruasi yang disebabkan oleh fluktuasi hormonal, retensi/pengumpulan cairan tubuh, penurunan kadar OAE sebelum menstruasi, tidur yang terganggu serta stress dan kecemasan.

“Epilepsi dapat mempengaruhi fertilitas pada perempuan, termasuk sulit hamil, gangguan semasa kehamilan dan proses kelahiran. Salah satu penyebabnya adalah Polycystic Ovaries syndrome (PCOS),” ujarnya seraya menambahkan, “Konseling pra kehamilan sangat dianjurkan karena tatalaksana epilepsi harus ditelusuri kembali dengan seksama sebelum kehamilan. Dengan bekerjasama dengan dokter maka risiko terhadap anaknya dapat diminimalkan. Apabila kehamilan sudah terjadi, maka perlu berkonsultasi dengan dokter, guna mengurangi obat, merubah obat, dan menambahkan
vitamin/suplemen yang mengandung asam folat.”

Apabila kehamilan terjadi tanpa rencana maka sebaiknya tidak merubah obat anti epilepsi dan segera berkonsultasi dengan dokter. Lebih dari 93% PE perempuan mempunyai kehamilan normal dan janin yang sehat dan 25-30% PE perempuan, bangkitannya meningkat selama kehamilan, namun sebagian besar merasakan tidak ada perubahan tentang frekuensi bangkitannya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mengontrol bangkitannya sebelum terjadi kehamilan.

Tentang melahirkan dan menyusui, seperti yang dijelaskan dr. Kurnia, persalinan PE harus dilakukan di klinik atau rumah sakit yang mempunyai fasilitas perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif untuk bayi. Persalinan dapat dilakukan secara normal tanpa operasi dan selama persalinan OAE masih tetap harus dikonsumsi. PE perempuan dianjurkan untuk tetap menyusui bayinya. Adanya OAE dalam air susu ibu jarang menimbulkan masalah pada bayinya. Namun apabila bayi terlihat mengantuk terus maka konsultasi ke dokter harus dilakukan. Perlu diingat, menyusui merupakan pekerjaan yang melelahkan dan kurang tidur dapat mencetuskan bangkitan. Oleh karena itu Ibu perlu memperhatikan dengan seksama waktu istirahat dan berhati-hati dalam merawat bayi.