ISTILAH andropause yang menimpa pria memang belum memasyarakat. Bahkan, cenderung dianggap sebagai mitos. Padahal seluruh jenis hormon yang menurun itu merupakan kenyataan.
Berkurangnya kadar hormon reproduksi, yang selama ini dikenal dengan menopause, bukan dominasi kaum wanita. Lawan jenisnya mengalami hal serupa, hanya prosesnya yang berbeda. Andropause diartikan sebagai keadaan pria berusia sekitar 25-35 tahun yang menunjukkan gejala maupun keluhan mirip menopause dan timbul seiring dengan bertambahnya umur.
Andropause berbeda dengan menopause. Gejalanya berupa terhentinya produksi telur maupun siklus haid, termasuk penurunan estrogen sebagai hormon utama dalam tubuh wanita.
Tetapi, seluruh proses tersebut berlangsung dengan cara yang relatif mendadak. Dengan demikian, reproduksi pun terhenti yang berarti wanita ini tidak mampu lagi melahirkan anak. Kejadiannya juga terlihat jelas, pada usia berkisar 45-55 tahun.
Sedangkan pada pria, sedikit berbeda dibanding lawan jenisnya. Hormon utamanya yang bernama testosteron tetap mengalami penurunan, cuma saja prosesnya bukan tiba-tiba seperti menopause.
Karena itu, andropause kadang-kadang disebut pula dengan istilah 'padam' (partial androgen deficiency in aging male). Maksudnya, hormon reproduksi pria yang mulai menurun, namun tidak bersifat total.
Hormon lainnya yang berfungsi untuk reproduksi maupun pertumbuhan ikut berkurang secara alami. Penurunannya berlangsung perlahan dan biasanya muncul mulai umur 20-an sampai akhir 25-an. 'Jadi, pengurangan hormon-hormon ini dimulai pada usia tersebut.
Tapi semua hormon tersebut tidak mungkin hilang, hanya berkurang sampai di bawah angka normal fisiologis.
Faktor inilah yang diperkirakan adanya anggapan orang waktu dulu bahwa pada pria tak ada hormon yang berkurang. Mungkin, karena penurunannya tidak jelas drastis dibandingkan dengan menopause sehingga tanpa ada sesuatu yang berhenti.
Kemudian, bukan berarti pula sel-sel sperma tidak dapat lagi dibentuk kendati mengalami penurunan. Pria tetap memiliki kemampuan memroduksi sperma, jumlahnya saja yang berkurang.
Namun ketika penurunan hormon-hormon itu sudah mencapai angka di bawah 0, kadarnya tidak dapat lagi terdeteksi dengan alat di laboratorium melalui pemeriksaan darah.
Problemnya kompleks
Pada saat tersebut, persoalannya menjadi kompleks karena muncul tanda-tanda yang mirip menopause. Misalnya, mudah berkeringat, merasa panas, gelisah, susah tidur, takut, cepat depresi, dan lekas lelah.
Kaum pria yang hormon-hormonnya berkurang sampai di bawah angka 0 juga merasakan hilangnya percaya diri. Bahkan, terdapat penurunan motivasi, menghargai diri sendiri, dan ketajaman mental.
Mereka pun merasa tenaga dan kekuatannya berkurang termasuk massa pada ototnya, selain kehilangan bulu-bulu seksual di tubuhnya. Hal tersebut dibarengi dengan penumpukan lemak di daerah perut.
Minat terhadap seksual ikut menurun, disertai dengan perubahan tingkah laku maupun aktivitas seksualnya. Dengan sendirinya, kualitas orgasme dan kemampuan ereksi berkurang pula bersama ejakulasi hingga volumenya menurun.
Mereka malah tidak lepas dari ancaman osteoporosis (tulang keropos dan dapat patah). Resiko osteoporosis tetap ada, sama seperti wanita. Hanya saja mulainya lebih panjang dibanding wanita yang lebih cepat. Pada pria, mulainya dalam usia yang lebih tua.
Tapi dengan menjalani terapi hormon, seorang pria bisa terhindar dari resiko ini. Terapi itu harus ditempuh seumur hidup bila mereka menginginkan hidup sehat seperti usia produktif kira-kira umur 30-an, tetap merasa bugar, dan dapat menerapkan pola hidup sehat.
Check-up lengkap mesti dilakukan sebelum pemberian terapi hormon karena dikhawatirkan terjadi dampak ikutan berupa kanker prostat yang memang berisiko menimpa kaum pria di usia lanjut.
Dalam pemeriksaan lengkap tersebut mesti tercakup kondisi prostatnya, penanda tumor ganas itu, dan tingginya kadar androgen. Sebab, dalam tubuh pria tersebut dikhawatirkan ada bibit kanker yang belum diketahui atau riwayat keganasan ini di lingkungan keluarganya sehingga disarankan untuk tidak diterapi.
Memang tidak ada pengobatan yang tanpa mengakibatkan efek samping. Hanya, seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, selalu dicarikan obat-obatan yang menimbulkan efek samping minimal.
Pola hidup sehat
Karena itu, alangkah baiknya ditempuh pencegahan dengan memberlakukan pola hidup sehat sejak umur 20 tahun melalui penerapan gaya makan yang baik, tidak mengonsumsi alkohol, berolah raga, menghindari stres, diet secara teratur, dan tanpa merokok.
Maksudnya, untuk menghambat penurunan hormon agar tidak terlalu cepat selain terhindar dari efek yang berlebihan dan biasanya gejala-gejala andropause. Atau, berupa munculnya penyakit diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, maupun jantung koroner akibat penurunan hormon.
Penyakit jantung koroner yang lazim menyerang pria berusia 40 tahun ke atas memang berhubungan dengan berkurangnya kadar hormon dalam tubuhnya. Mereka mulai tidak terlindung oleh hormon yang relatif mulai menurun pada umur 35 tahun.
Maka idealnya, kaum pria dianjurkan untuk menjalani tes hormon sebagai pencegahan awal. Sebaiknya sedini mungkin, mulai diperiksa dari umur 35-40 tahun. Sebab berkurangnya kadar hormon secara bertahap pada akhir umur 30-an sebanyak 5%, usia 60-an sekitar 10%-15%, lalu di umur 60-91 tahun mencapai 54%.
Namun, kadar pengurangannya pada setiap pria saling berbeda, seperti dalam menopause. Pengecekan hendaknya dapat dilakukan lima tahun sekali misalnya waktu berusia 25 tahun, kemudian diulang lagi di usia 30 tahun.
Cuma umumnya jarang sekali seseorang menjalani pemeriksaan ketika dirinya masih sehat. Apalagi, bila melihat kebiasaan masyarakat Indonesia yang tidak merasa perlu check-up dan hanya menganggap penting pengobatan saat terserang penyakit.
Berkurangnya kadar hormon reproduksi, yang selama ini dikenal dengan menopause, bukan dominasi kaum wanita. Lawan jenisnya mengalami hal serupa, hanya prosesnya yang berbeda. Andropause diartikan sebagai keadaan pria berusia sekitar 25-35 tahun yang menunjukkan gejala maupun keluhan mirip menopause dan timbul seiring dengan bertambahnya umur.
Andropause berbeda dengan menopause. Gejalanya berupa terhentinya produksi telur maupun siklus haid, termasuk penurunan estrogen sebagai hormon utama dalam tubuh wanita.
Tetapi, seluruh proses tersebut berlangsung dengan cara yang relatif mendadak. Dengan demikian, reproduksi pun terhenti yang berarti wanita ini tidak mampu lagi melahirkan anak. Kejadiannya juga terlihat jelas, pada usia berkisar 45-55 tahun.
Sedangkan pada pria, sedikit berbeda dibanding lawan jenisnya. Hormon utamanya yang bernama testosteron tetap mengalami penurunan, cuma saja prosesnya bukan tiba-tiba seperti menopause.
Karena itu, andropause kadang-kadang disebut pula dengan istilah 'padam' (partial androgen deficiency in aging male). Maksudnya, hormon reproduksi pria yang mulai menurun, namun tidak bersifat total.
Hormon lainnya yang berfungsi untuk reproduksi maupun pertumbuhan ikut berkurang secara alami. Penurunannya berlangsung perlahan dan biasanya muncul mulai umur 20-an sampai akhir 25-an. 'Jadi, pengurangan hormon-hormon ini dimulai pada usia tersebut.
Tapi semua hormon tersebut tidak mungkin hilang, hanya berkurang sampai di bawah angka normal fisiologis.
Faktor inilah yang diperkirakan adanya anggapan orang waktu dulu bahwa pada pria tak ada hormon yang berkurang. Mungkin, karena penurunannya tidak jelas drastis dibandingkan dengan menopause sehingga tanpa ada sesuatu yang berhenti.
Kemudian, bukan berarti pula sel-sel sperma tidak dapat lagi dibentuk kendati mengalami penurunan. Pria tetap memiliki kemampuan memroduksi sperma, jumlahnya saja yang berkurang.
Namun ketika penurunan hormon-hormon itu sudah mencapai angka di bawah 0, kadarnya tidak dapat lagi terdeteksi dengan alat di laboratorium melalui pemeriksaan darah.
Problemnya kompleks
Pada saat tersebut, persoalannya menjadi kompleks karena muncul tanda-tanda yang mirip menopause. Misalnya, mudah berkeringat, merasa panas, gelisah, susah tidur, takut, cepat depresi, dan lekas lelah.
Kaum pria yang hormon-hormonnya berkurang sampai di bawah angka 0 juga merasakan hilangnya percaya diri. Bahkan, terdapat penurunan motivasi, menghargai diri sendiri, dan ketajaman mental.
Mereka pun merasa tenaga dan kekuatannya berkurang termasuk massa pada ototnya, selain kehilangan bulu-bulu seksual di tubuhnya. Hal tersebut dibarengi dengan penumpukan lemak di daerah perut.
Minat terhadap seksual ikut menurun, disertai dengan perubahan tingkah laku maupun aktivitas seksualnya. Dengan sendirinya, kualitas orgasme dan kemampuan ereksi berkurang pula bersama ejakulasi hingga volumenya menurun.
Mereka malah tidak lepas dari ancaman osteoporosis (tulang keropos dan dapat patah). Resiko osteoporosis tetap ada, sama seperti wanita. Hanya saja mulainya lebih panjang dibanding wanita yang lebih cepat. Pada pria, mulainya dalam usia yang lebih tua.
Tapi dengan menjalani terapi hormon, seorang pria bisa terhindar dari resiko ini. Terapi itu harus ditempuh seumur hidup bila mereka menginginkan hidup sehat seperti usia produktif kira-kira umur 30-an, tetap merasa bugar, dan dapat menerapkan pola hidup sehat.
Check-up lengkap mesti dilakukan sebelum pemberian terapi hormon karena dikhawatirkan terjadi dampak ikutan berupa kanker prostat yang memang berisiko menimpa kaum pria di usia lanjut.
Dalam pemeriksaan lengkap tersebut mesti tercakup kondisi prostatnya, penanda tumor ganas itu, dan tingginya kadar androgen. Sebab, dalam tubuh pria tersebut dikhawatirkan ada bibit kanker yang belum diketahui atau riwayat keganasan ini di lingkungan keluarganya sehingga disarankan untuk tidak diterapi.
Memang tidak ada pengobatan yang tanpa mengakibatkan efek samping. Hanya, seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, selalu dicarikan obat-obatan yang menimbulkan efek samping minimal.
Pola hidup sehat
Karena itu, alangkah baiknya ditempuh pencegahan dengan memberlakukan pola hidup sehat sejak umur 20 tahun melalui penerapan gaya makan yang baik, tidak mengonsumsi alkohol, berolah raga, menghindari stres, diet secara teratur, dan tanpa merokok.
Maksudnya, untuk menghambat penurunan hormon agar tidak terlalu cepat selain terhindar dari efek yang berlebihan dan biasanya gejala-gejala andropause. Atau, berupa munculnya penyakit diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, maupun jantung koroner akibat penurunan hormon.
Penyakit jantung koroner yang lazim menyerang pria berusia 40 tahun ke atas memang berhubungan dengan berkurangnya kadar hormon dalam tubuhnya. Mereka mulai tidak terlindung oleh hormon yang relatif mulai menurun pada umur 35 tahun.
Maka idealnya, kaum pria dianjurkan untuk menjalani tes hormon sebagai pencegahan awal. Sebaiknya sedini mungkin, mulai diperiksa dari umur 35-40 tahun. Sebab berkurangnya kadar hormon secara bertahap pada akhir umur 30-an sebanyak 5%, usia 60-an sekitar 10%-15%, lalu di umur 60-91 tahun mencapai 54%.
Namun, kadar pengurangannya pada setiap pria saling berbeda, seperti dalam menopause. Pengecekan hendaknya dapat dilakukan lima tahun sekali misalnya waktu berusia 25 tahun, kemudian diulang lagi di usia 30 tahun.
Cuma umumnya jarang sekali seseorang menjalani pemeriksaan ketika dirinya masih sehat. Apalagi, bila melihat kebiasaan masyarakat Indonesia yang tidak merasa perlu check-up dan hanya menganggap penting pengobatan saat terserang penyakit.