Secara umum, kontrasepsi dapat bersifat sementara, atau permanen. Kontrasepsi sementara mencakup metode teknik, mekanik, dan hormonal. Kontrasepsi sementara umumnya digunakan pasangan yang ingin menunda kehamilan sampai saat yang tepat. Sementara itu, kontrasepsi sterilisasi, merupakan kontrasepsi permanen, atau kontrasepsi mantap, yang dianjurkan bagi pasangan yang sama sekali tidak berniat untuk punya atau menambah momongan lagi.
Kontrasepsi Sterilisasi
Metode ini mencegah kehamilan dengan cara mengikat atau memotong saluran sel indung telur (tuba falopi) pada wanita, yang disebut sebagai tubektomi. Atau, bisa juga dengan cara mengikat/memotong saluran sperma pada pria, yang disebut sebagai vasektomi. Dengan cara tersebut, seseorang menjadi "steril" atau tidak subur lagi. Umumnya, metode ini digunakan oleh pasangan yang sudah benar-benar mantap tidak ingin menambah keturunan lagi.
Kontrasepsi Teknik
Metode kontrasepsi teknik, terdiri dari sistem kalender dan sistem senggama terputus (coitus interruptus). Keduanya merupakan cara paling kuno untuk menunda kehamilan. Pada sistem kalender, Anda harus menghitung dan memprediksi masa subur dengan akurat. Dalam cara ini, senggama hanya boleh dilakukan dalam saat yang diyakini bukan masa subur sang wanita. Sedangkan pada metode senggama terputus, senggama boleh dilakukan kapan saja, namun ejakulasi yang dialami sang pria harus di luar vagina, agar spermanya tidak ada yang masuk ke dalam vagina pasangannya.
Yang menjadi masalah, kedua cara tersebut memiliki angka kegagalan yang paling tinggi. Risiko untuk tetap terjadinya kehamilan setelah mengunakan metode ini cukup besar, sebab kedua cara tersebut sangat membutuhkan modal kedisiplinan dan saling pengertian antara suami istri saat berhubungan. Untuk sistem kalender, bahkan lebih rumit lagi untuk menghitung masa subur bila siklus haid kurang teratur. Wanita yang siklus haidnya tidak sesuai masa normal 25 - 35 hari sebaiknya jangan menggunakan metode kalender, besar kemungkinan bisa kebobolan.
Kontrasepsi Mekanik Untuk menunda kehamilan dengan kontrasepsi mekanik, dapat digunakan alat-alat kontrasepsi seperti IUD (Intra Uterine Device/spiral), kondom pria, kondom wanita, spermatisida (misalnya tissue KB & busa/sponge), diagframa vagina. Kondom pria dan kondom wanita sama-sama berguna untuk menghambat masuknya sperma ke dalam rahim. Sedangkan spermatisida adalah bahan kimia aktif yang akan membunuh sperma dalam medium pengikat. Karena efektivitasnya kurang, biasanya digunakan bersamaan dengan diagframa vagina, lingkaran cincin yang berguna untuk mencegah masuknya sperma. Sedangkan IUD, atau yang lebih populer disebut spiral, adalah alat kontrasepsi dari bahan polythylene, umumnya dilapisi kawat tembaga, yang berguna mencegah masuknya sperma dan menjadikan rahim tidak dapat menerima hasil pembuahan.
Bila kondom digunakan di luar alat kelamin, diagframa vagina dan spermatisida harus dimasukkan ke dalam vagina. Itulah sebabnya berbagai keluhan sering timbul, seperti ketidaknyamanan, alergi, kesulitan memasang, atau kemungkinan bergesernya posisi kontrasepsi saat bersenggama. Sedangkan IUD, yang dimasukkan ke dalam rahim, bisa menyebabkan haid lebih berat serta nyeri pinggang.
Kontrasepsi Hormonal
Kalau Anda menginginkan metode penunda kehamilan yang bisa diandalkan sekaligus tidak mengganggu Anda dalam berhubungan intim dengan pasangan, maka pil KB adalah pilihan yang tepat.
Kontrasepsi yang satu ini memang lebih nyaman dibandingkan dengan jenis lainnya. Pada kontrasepsi hormonal, yang digunakan adalah hormon estrogen (E) dan progesteron (P). Penggunaannya dengan meminum pil KB sesuai petunjuk atau bisa juga dengan cara disuntikkan. Baik pil KB maupun suntik memiliki jenis yang hanya mengandung progesteron (biasanya untuk yang masih menyusui) maupun yang kombinasi E + P.
Jenis yang hanya mengandung progesteron, sering dinamakan Mini Pill atau POP (progesteron only pill), bekerja dengan mengentalkan lendir pada mulut rahim sehingga sel sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim. Jenis ini efektivitasnya lebih rendah karena tidak bekerja mencegah ovulasi. Selain itu, kadangkala menimbulkan efek samping membuat siklus haid jadi tidak teratur, serta ada risiko penyusutan vagina bila digunakan dalam jangka panjang. Umumnya, dokter hanya menganjurkan penggunaan mini pill saat ibu masih menyusui, dan selanjutnya beralih ke pil KB kombinasi saat bayi sudah mendapat tambahan makanan dari luar.
Pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah dari E dan P, bekerja dengan cara mencegah masuknya sperma dan juga juga mencegah ovulasi (pelepasan sel telur). Sampai saat ini pil kontrasepsi kombinasi ini merupakan cara yang dianggap paling efekif dibandingkan dengan cara kontrasepsi lain dalam mencegah kehamilan. Tak tanggung-tanggung, efektivitasnya dikatakan hampir 100 %, asalkan disiplin meminumnya.
Pil kontrasepsi kombinasi ini juga punya banyak keuntungan. Misalnya saja bisa mengurangi risiko kanker ovarium & endometrium, risiko anemia, menghindari nyeri ovulasi, mengurangi gejala PMS (pre-menstrual syndrome), membantu meringankan ketombe, serta membuat siklus haid menjadi teratur dan ringan.
Hebatnya, sekarang sudah ada Pil KB Plus, yaitu pil KB kombinasi dengan progesteron anti-androgenik CPA, yang selain sebagai kontrasepsi sekaligus mencegah jerawat dan membuat kulit lebih halus & mulus. Pil ini aman dikonsumsi oleh wanita yang belum pernah hamil atau sudah melahirkan sekalipun. Artinya, jika wanita yang mengkonsumsinya ingin hamil lagi, ia akan kembali subur segera ketika ia berhenti mengkonsumsi pil tersebut. Pil inipun aman jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, bahkan hingga menjelang masa menopause. Syaratnya, harus benar-benar sehat, bukan perokok dan teratur melakukan check-up kesehatan dan pap smear.
Satu hal yang perlu diperhatikan, pil KB ini sama sekali tidak boleh digunakan pada kondisi-kondisi sebagai berikut: sedang dalam kehamilan, riwayat thromboemboli, riwayat kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati, serta menderita tumor ginekologis (di alat reproduksi, mis: payudara, rahim, dsb). Dalam istilah medis, ini merupakan kontra indikasi mutlak pemakaian pil KB.
Sedangkan kondisi yang masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi pil KB asalkan dalam pengawasan dokter, atau disebut sebagai kontra indikasi relatif, adalah penderita diabetes, hipertensi, gangguan ginjal, jantung, migren, pendarahan vagina berat, masa menyusui, dan hipersensitif pada hormon.
Kontrasepsi Sterilisasi
Metode ini mencegah kehamilan dengan cara mengikat atau memotong saluran sel indung telur (tuba falopi) pada wanita, yang disebut sebagai tubektomi. Atau, bisa juga dengan cara mengikat/memotong saluran sperma pada pria, yang disebut sebagai vasektomi. Dengan cara tersebut, seseorang menjadi "steril" atau tidak subur lagi. Umumnya, metode ini digunakan oleh pasangan yang sudah benar-benar mantap tidak ingin menambah keturunan lagi.
Kontrasepsi Teknik
Metode kontrasepsi teknik, terdiri dari sistem kalender dan sistem senggama terputus (coitus interruptus). Keduanya merupakan cara paling kuno untuk menunda kehamilan. Pada sistem kalender, Anda harus menghitung dan memprediksi masa subur dengan akurat. Dalam cara ini, senggama hanya boleh dilakukan dalam saat yang diyakini bukan masa subur sang wanita. Sedangkan pada metode senggama terputus, senggama boleh dilakukan kapan saja, namun ejakulasi yang dialami sang pria harus di luar vagina, agar spermanya tidak ada yang masuk ke dalam vagina pasangannya.
Yang menjadi masalah, kedua cara tersebut memiliki angka kegagalan yang paling tinggi. Risiko untuk tetap terjadinya kehamilan setelah mengunakan metode ini cukup besar, sebab kedua cara tersebut sangat membutuhkan modal kedisiplinan dan saling pengertian antara suami istri saat berhubungan. Untuk sistem kalender, bahkan lebih rumit lagi untuk menghitung masa subur bila siklus haid kurang teratur. Wanita yang siklus haidnya tidak sesuai masa normal 25 - 35 hari sebaiknya jangan menggunakan metode kalender, besar kemungkinan bisa kebobolan.
Kontrasepsi Mekanik Untuk menunda kehamilan dengan kontrasepsi mekanik, dapat digunakan alat-alat kontrasepsi seperti IUD (Intra Uterine Device/spiral), kondom pria, kondom wanita, spermatisida (misalnya tissue KB & busa/sponge), diagframa vagina. Kondom pria dan kondom wanita sama-sama berguna untuk menghambat masuknya sperma ke dalam rahim. Sedangkan spermatisida adalah bahan kimia aktif yang akan membunuh sperma dalam medium pengikat. Karena efektivitasnya kurang, biasanya digunakan bersamaan dengan diagframa vagina, lingkaran cincin yang berguna untuk mencegah masuknya sperma. Sedangkan IUD, atau yang lebih populer disebut spiral, adalah alat kontrasepsi dari bahan polythylene, umumnya dilapisi kawat tembaga, yang berguna mencegah masuknya sperma dan menjadikan rahim tidak dapat menerima hasil pembuahan.
Bila kondom digunakan di luar alat kelamin, diagframa vagina dan spermatisida harus dimasukkan ke dalam vagina. Itulah sebabnya berbagai keluhan sering timbul, seperti ketidaknyamanan, alergi, kesulitan memasang, atau kemungkinan bergesernya posisi kontrasepsi saat bersenggama. Sedangkan IUD, yang dimasukkan ke dalam rahim, bisa menyebabkan haid lebih berat serta nyeri pinggang.
Kontrasepsi Hormonal
Kalau Anda menginginkan metode penunda kehamilan yang bisa diandalkan sekaligus tidak mengganggu Anda dalam berhubungan intim dengan pasangan, maka pil KB adalah pilihan yang tepat.
Kontrasepsi yang satu ini memang lebih nyaman dibandingkan dengan jenis lainnya. Pada kontrasepsi hormonal, yang digunakan adalah hormon estrogen (E) dan progesteron (P). Penggunaannya dengan meminum pil KB sesuai petunjuk atau bisa juga dengan cara disuntikkan. Baik pil KB maupun suntik memiliki jenis yang hanya mengandung progesteron (biasanya untuk yang masih menyusui) maupun yang kombinasi E + P.
Jenis yang hanya mengandung progesteron, sering dinamakan Mini Pill atau POP (progesteron only pill), bekerja dengan mengentalkan lendir pada mulut rahim sehingga sel sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim. Jenis ini efektivitasnya lebih rendah karena tidak bekerja mencegah ovulasi. Selain itu, kadangkala menimbulkan efek samping membuat siklus haid jadi tidak teratur, serta ada risiko penyusutan vagina bila digunakan dalam jangka panjang. Umumnya, dokter hanya menganjurkan penggunaan mini pill saat ibu masih menyusui, dan selanjutnya beralih ke pil KB kombinasi saat bayi sudah mendapat tambahan makanan dari luar.
Pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah dari E dan P, bekerja dengan cara mencegah masuknya sperma dan juga juga mencegah ovulasi (pelepasan sel telur). Sampai saat ini pil kontrasepsi kombinasi ini merupakan cara yang dianggap paling efekif dibandingkan dengan cara kontrasepsi lain dalam mencegah kehamilan. Tak tanggung-tanggung, efektivitasnya dikatakan hampir 100 %, asalkan disiplin meminumnya.
Pil kontrasepsi kombinasi ini juga punya banyak keuntungan. Misalnya saja bisa mengurangi risiko kanker ovarium & endometrium, risiko anemia, menghindari nyeri ovulasi, mengurangi gejala PMS (pre-menstrual syndrome), membantu meringankan ketombe, serta membuat siklus haid menjadi teratur dan ringan.
Hebatnya, sekarang sudah ada Pil KB Plus, yaitu pil KB kombinasi dengan progesteron anti-androgenik CPA, yang selain sebagai kontrasepsi sekaligus mencegah jerawat dan membuat kulit lebih halus & mulus. Pil ini aman dikonsumsi oleh wanita yang belum pernah hamil atau sudah melahirkan sekalipun. Artinya, jika wanita yang mengkonsumsinya ingin hamil lagi, ia akan kembali subur segera ketika ia berhenti mengkonsumsi pil tersebut. Pil inipun aman jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, bahkan hingga menjelang masa menopause. Syaratnya, harus benar-benar sehat, bukan perokok dan teratur melakukan check-up kesehatan dan pap smear.
Satu hal yang perlu diperhatikan, pil KB ini sama sekali tidak boleh digunakan pada kondisi-kondisi sebagai berikut: sedang dalam kehamilan, riwayat thromboemboli, riwayat kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati, serta menderita tumor ginekologis (di alat reproduksi, mis: payudara, rahim, dsb). Dalam istilah medis, ini merupakan kontra indikasi mutlak pemakaian pil KB.
Sedangkan kondisi yang masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi pil KB asalkan dalam pengawasan dokter, atau disebut sebagai kontra indikasi relatif, adalah penderita diabetes, hipertensi, gangguan ginjal, jantung, migren, pendarahan vagina berat, masa menyusui, dan hipersensitif pada hormon.