Salah satu gejala yang banyak dikeluhkan ketika seseorang terinfeksi COVID-19 adalah anosmia.
Apa itu anosmia?
Anosmia adalah hilangnya kemampuan untuk menghidu.
Anosmia merupakan gejala yang sering dialami penderita COVID-19, bahkan bisa menjadi satu-satunya gejala ketika gejala lainnya seperti batuk atau demam tidak muncul.
Sebenarnya, anosmia atau hiposmia (penurunan kemampuan menghidu) adalah gejala yang umum ditemukan pada penyakit pilek atau flu, selain sinusitis dan alergi.
Akan tetapi tidak seperti pada pilek dan flu, di mana anosmia disebabkan oleh hidung tersumbat (akibat penumpukan lendir), anosmia pada COVID-19 disebabkan karena infeksi virus di epitel hidung dan saraf penghidu, tanpa adanya gejala hidung tersumbat.
Oleh karena itu, seseorang yang tiba-tiba kehilangan indera penciuman tanpa ada gejala lain, sebaiknya segera memeriksakan diri/melakukan tes untuk COVID-19.
Pada infeksi COVID-19, selain anosmia, perubahan pada indera perasa juga sering ditemukan.
Mengapa Bisa Terjadi Anosmia pada Infeksi COVID-19?
Hingga saat ini, penyebab anosmia pada infeksi COVID-19 masih diteliti lebih lanjut.
Virus Corona masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Virus memerlukan reseptor (pengikat virus) ACE2 agar dapat masuk ke dalam tubuh).
Berdasarkan laporan penelitian (yang berjudul: ‘Non-neuronal expression of SARS-CoV-2 entry genes in the olfactory system suggests mechanisms underlying COVID-19-associated anosmia’), saraf-saraf penghidu tidak memiliki reseptor tersebut.
Lalu mengapa bisa terjadi anosmia?
Penelitian menunjukkan, sel-sel yang berada di dekat saraf-saraf penghidu (yang disebut dengan sel sustentacular) ternyata memiliki reseptor ACE2 sehingga virus dapat menginfeksi tubuh.
Sel-sel tersebut berfungsi menyokong sel-sel saraf penghidu dan dapat mengalami kerusakan setelah terinfeksi.
Kerusakan tersebut menyebabkan disfungsi atau gangguan pada penciuman karena odorant gagal terikat pada sel-sel saraf sehingga ‘informasi bau’ tidak tersampaikan ke otak, dan timbul lah anosmia.
Kerusakan ini terjadi sangat cepat, dalam 1 atau 2 hari.
Sel-sel sustentacular yang mengalami kerusakan dapat segera mengalami regenerasi (biasanya dalam waktu 3–7 hari), dan penciuman akan kembali normal beberapa hari setelahnya (dua hari atau lebih).
Bagaimana Cara Mengobati Anosmia?
Pada sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19, gejala anosmia akan hilang dengan sendirinya seiring dengan perbaikan sel-sel sustentacular.
Pada sebagian kecil lainnya, gejala anosmia dapat menetap hingga beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, misalnya area infeksi yang lebih luas dan disertai dengan kerusakan sel-sel saraf penghidu (yang memerlukan waktu lebih lama untuk beregenerasi).
Beberapa pasien lain mungkin mengalami badai sitokin yang juga menyebabkan kerusakan sel-sel saraf.
Pada anosmia yang menetap lebih dari 2 minggu, dapat dipertimbangkan beberapa terapi untuk mengatasi anosmia.
Kortikosteroid saat ini tidak direkomendasikan untuk mengatasi anosmia setelah infeksi COVID-19 karena manfaatnya belum dapat dibuktikan dan ada kemungkinan efek samping yang berbahaya akibat penggunaannya.
Akan tetapi apabila sebelum terinfeksi COVID-19 pasien sudah menggunakan steroid intranasal (dihirup), penggunaan kortikosteroid dapat dilanjutkan.
Obat lain yang menunjukkan manfaat dalam mengatasi anosmia akibat COVID-19 adalah:
- natrium sitrat
- vitamin A intranasal, yang dapat bekerja untuk mendukung pembentukan neurogenesis sel saraf penghidu, dan
- omega 3 sistemik, yang memiliki efek neuroregeneratif atau antiradang
Vitamin A dan omega 3 dapat bekerja sebagai terapi tambahan pada latihan menghidu.
Sayangnya, hingga saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan terapi tersebut efektif untuk pasien dengan anosmia akibat COVID-19.
‘Olfactory Training’
Olfactory training adalah latihan mencium aroma benda-benda tertentu untuk melatih penciuman.
Latihan ini dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan anosmia yang menetap karena terapi ini murah dan mudah untuk dilakukan dan tidak memiliki efek samping.
Olfactory training bertujuan untuk melatih ulang hidung menggunakan memori aroma agar saraf-saraf penghidu kembali normal.
Seperti halnya warna primer (merah biru dan kuning), ada aroma primer yang dapat digunakan untuk berlatih, yaitu:
- bunga (mawar)
- buah (lemon)
- aromatik (cengkeh atau lavender), dan
- resin (kayu putih)
Sumber gambar: hms.harvard.edu
Cara melakukan latihan ini yaitu dengan menghirup aroma masing-masing benda tersebut selama 15 hingga 20 detik.
Ketika Anda menghirup, cobalah untuk membayangkan dan mengingat aroma masing-masing benda.
Lakukan setidaknya dua kali sehari, selama tiga bulan (atau lebih).
Penciuman mungkin belum akan kembali normal setelah tiga bulan, bahkan hingga enam bulan.
Apabila keluhan anosmia Anda belum juga membaik, atau Anda memiliki kekhawatiran lain mengenai keluhan Anda, segera hubungi dokter untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Referensi:
- https://consultqd.clevelandclinic.org/treating-smell-loss-in-covid-19-patients/
- https://www.ctvnews.ca (Gambar cover)
- https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2766523
- https://hms.harvard.edu/news/how-covid-19-causes-loss-smell
- https://www.news-medical.net/health/COVID-19-and-Smell-Loss-(Anosmia).aspx
- https://www.science.org/doi/full/10.1126/sciadv.abc5801