Mengupas Mitos dan Fakta ADHD

Belakangan ini, mungkin Anda sering mendengar tentang ADHD, atau attention deficit hyperactive disorder. Apa itu ADHD? Mengapa baru sering terdengar akhir-akhir ini?

ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)

ADHD adalah salah satu gangguan neurodevelopmental yang paling sering di masa kanak-kanak.

Anak dengan kondisi ini dapat memiliki masalah dalam memusatkan perhatian, mengendalikan perilaku impulsif (dapat melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya), atau sangat aktif.

Tanda dan Gejala ADHD

Normal untuk anak sulit fokus dan berperilaku baik di satu waktu, akan tetapi pada anak dengan ADHD, perilaku ini terus berlangsung.

Gejala berlanjut dan dapat bertambah buruk, dan dapat menyebabkan kesulitan di sekolah, di rumah dan dengan teman.

  • sering melamun
  • sering lupa atau kehilangan barang-barang
  • banyak bicara
  • tidak peduli melakukan kesalahan atau mengambil risiko yang tidak perlu
  • sulit menahan keinginan
  • sulit mengantri
  • sulit membaur
  • gelisah

Ada dua jenis gejala ADHD, seperti pada gambar berikut:

gejala ADHD impulsifADHD inattentive

Sumber gambar: my.clevelandclinic.org

Mitos dan Fakta ADHD

Ada banyak mitos yang dianggap benar mengenai ADHD, beberapa mitos tersebut diantaranya:

  1. Mitos: Gejala ADHD banyak ditemukan pada anak-anak dan akan menghilang seiring bertambahnya usia.

Faktanya: gejala ADHD lebih berat dan meskipun akan membaik seiring waktu, sebagian besar orang dewasa yang pernah terdiagnosis ADHD mengalami beberapa kesulitan berkaitan dengan ADHD.

  1. Mitos: ADHD dapat disembuhkan dengan obat.

Faktanya: tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD. Obat-obat yang saat ini digunakan efektif untuk mengatasi gejala.

ADHD 100% dapat dikelola, dan anak dengan ADHD yang diajarkan untuk menangani gejala, dapat tumbuh menjadi anak yang bahagia dan menjadi orang yang sukses.

  1. Mitos: Obat-obat ADHD dapat menyebabkan ketergantungan.

Faktanya: ketika digunakan dengan benar, obat-obat untuk kondisi ini tidak akan menyebabkan ketergantungan.

  1. Mitos: Penderita ADHD tidak memerlukan obat

Faktanya: banyak orang dengan ADHD mendapatkan manfaat dari obat-obatan yang dikonsumsi. Obat-obatan dapat membantu tetap fokus, tetapi tetap diperlukan terapi perilaku atau psikoterapi untuk mempelajari keterampilan tersebut.

  1. Mitos: ADHD hanya dialami oleh anak laki-laki

Faktanya: Anak laki-laki maupun perempuan bisa mengalami ADHD. Akan tetapi karena perbedaan kecepatan diagnosis, tampak anak laki-laki lebih banyak menderita ADHD.

Perilaku eksternal (banyak bicara, gelisah, atau mengganggu) lebih sering dikaitkan dengan anak laki-laki dibandingkan perilaku internal (melamun, atau tidak menyelesaikan tugas), sehingga anak laki-laki lebih banyak terdiagnosis dibandingkan anak perempuan.

  1. Mitos: ADHD disebabkan karena parenting yang buruk

Faktanya: anak ADHD terlahir dengan kondisi ini, dan akan tetap memilikinya bagaimanapun cara parenting orangtuanya.

  1. Mitos: Terlalu banyak gula dapat menyebabkan ADHD

Faktanya: Gula dan makanan yang diproses tidak menyebabkan ADHD. Mungkin gula dapat mempengaruhi gejala ADHD, tetapi sejumlah penelitian sejauh ini menunjukkan hasil yang berbeda.

Meskipun tidak diketahui bagaimana gula mempengaruhi ADHD, para ahli merekomendasikan untuk membatasi konsumsi gula karena gula yang tinggi dapat membuat kekacauan di otak pada orang dengan atau tanpa ADHD. Hal tersebut dapat merugikan penanganan gejala.

Terlalu banyak gula juga dikaitkan dengan risiko kesehatan, termasuk meningkatnya penyakit kardiovaskular.

American Heart Association (AHA), merekomendasikan pembatasan gula harian yaitu:

  • 38 gram (9,5 sendok teh) sehari untuk laki-laki
  • 25 gram (6,25 sendok teh) sehari untuk wanita, dan anak di atas usia 2 tahun
  1. Mitos: ADHD bukanlah kondisi medis. Anak yang disebut ADHD hanya malas dan kurang berambisi, atau hanya memiliki masalah perilaku (nakal).

Faktanya: ADHD adalah gangguan pemusatan perhatian karena adanya masalah biologis di otak.

ADHD menyebabkan ketidakmampuan untuk fokus dan menyelesaikan pekerjaan yang membosankan, berulang-ulang, atau memerlukan upaya mental yang lebih besar.

Terapi untuk ADHD

ADHD dapat ditangani dengan terapi yang tepat, pilihan terapi yang tepat bergantung pada masing-masing anak dan keluarganya.

Untuk mengetahui terapi yang paling tepat, orang tua sebaiknya bekerja sama dengan dokter, terapis, guru dan anggota keluarga lainnya.

Terapi untuk ADHD yaitu:

  • Terapi perilaku, termasuk pelatihan untuk orang tua, dan
  • Obat-obatan

Untuk anak berusia kurang dari 6 tahun, American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan training orang tua dalam menangani perilaku sebagai terapi lini pertama sebelum penggunaan obat-obatan.

Untuk anak usia 6 tahun ke atas, direkomendasikan untuk menggunakan obat-obatan dan terapi perilaku (training penanganan perilaku bagi orang tua untuk anak berusia hingga 12 tahun, dan terapi perilaku lainnya dan pelatihan untuk remaja).

Sekolah juga bisa menjadi bagian dari terapi. Sebaiknya Anda memilih sekolah yang memahami dan menerima kondisi anak dan mendukung terapi.

Obat-obatan

Obat dapat membantu menangani gejala ADHD dan dapat membantu anak mengendalikan perilaku yang dapat menyulitkan keluarga, teman dan orang-orang di sekolah.

Beberapa jenis obat yang disetujui oleh FDA untuk anak 6 tahun ke atas:

  • Stimulan. Pada sekitar 70 – 80% anak, gejala berkurang dengan obat ini.
  • Nonstimulan. Disetujui sebagai terapi ADHD pada tahun 2003. Kelompok obat ini tidak bekerja secepat stimulan, tetapi efeknya dapat bertahan selama 24 jam.

Obat-obatan dapat memiliki dampak yang berbeda pada masing-masing anak, dan memiliki efek samping seperti penurunan nafsu makan atua masalah tidur.

Satu anak mungkin merespons obat dengan baik, tetapi anak yang lain tidak.

 

 

Referensi:

  • https://adhdclinic.co.uk/adhd-myths/ https://health.ucdavis.edu/mindinstitute/research/about-adhd/adhd-myths.html
  • https://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/facts.html
  • https://www.everydayhealth.com/adhd/myths-about-adhd-debunked/