Bekti-medicastore.com
02-09-2009

kecerdasan Anak Bangsa Adalah Tanggung Jawab Kita Bersama

Masalah gizi buruk seringkali dikaitkan dengan masalah ekonomi seperti kemiskinan atau tingkat pendapatan orang tua yang rendah sehingga orang tua tidak mampu untuk membeli makanan yang bergizi bagi anak-anaknya. Tetapi ternyata masalah gizi juga terkait dengan persoalan lain seperti pendidikan, arus informasi yang kurang atau bahkan ketidakpedulian dari keluarga terhadap masalah gizi anaknya. Hal ini diutarakan oleh Maria Hartiningsih & Dr. Rachmi Untoro, MPH pada saat berlangsung acara ‘Launching Laporan CSV -Turut Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang Lebih Sehat’ bersama PT. Nestle Indonesia tanggal 25 Agustus 2009 kemarin. CSV (Creating Shared Value) sendiri adalah strategi bisnis dari PT. Nestle Indonesia tentang menciptakan manfaat bersama antara perusahaan & komunitas. Salah satu bidang yang dijadikan pusat kegiatan adalah mengenai masalah nutrisi atau gizi untuk anak.

CSV nestle
Ki-ka : Shahnaz Haque; Ibu Debora; Peter Vogt; Dr. Rachmi Untoro, MPH; Dra. Yanti Triwadiantini Koestoer MPhil; Thendri supriatno, MBA.

Status gizi yang baik sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari seorang anak, karena dengan gizi yang baik maka kecerdasan anak dapat ditingkatkan. Masa emas perkembangan anak adalah pada saat usia anak 0-4 tahun karena kecerdasannya meningkat sampai 50 %. Pada masa ini apabila tidak ditunjang dengan pemberian gizi yang baik maka bisa saja masa emasnya akan terlewati & tidak memperoleh hasil yang maksimal. Apabila sudah terjadi demikian maka pemberian vitamin ataupun makanan tambahan dikemudian hari tetap tidak dapat mengganti masa emas pertumbuhan tersebut.

Informasi yang tepat & kepedulian dari para orang tua akan sangat membantu perkembangan kecerdasan anak-anak. Seperti disebutkan oleh Maria Hartiningsih, seorang jurnalis & pemerhati masalah sosial saat berkunjung ke salah satu pulau di kepulauan seribu. Di sana ia melihat bagaimana para anak-anak menderita penyakit kurang gizi & cacingan akibat mengkonsumsi makanan yang tidak terjaga kesehatan dan kebersihannya. Anak-anak tersebut sudah terbiasa untuk selalu jajan di luar rumah dengan jumlah yang cukup lumayan rata-rata berkisar antara 10-20 ribu rupiah/hari/anak. Sedangkan para ibu tidak terbiasa untuk menyajikan makanan yang sehat di rumah dengan alasan bahwa anak-anaknya tidak ada yang mau untuk memakan makanan tersebut. Ataupun bagaimana kebiasaan merokok para ayah membuat jatah untuk membeli makanan yang sehat bagi anaknya menjadi berkurang, karena hanya berdasarkan prinsip ‘yang penting kenyang’.

Oleh karena itu perlu kesadaran dari kita semua untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Pengertian makanan bergizi sendiri tidak identik dengan makanan berbahan dasar daging ataupun yang berlemak. Makanan yang bergizi adalah makanan yang seimbang jumlah gizinya & terpenuhi semua kebutuhan vitaminnya. Antara lain bisa didapatkan melalui berbagai macam sayur & buah untuk kebutuhan vitaminnya; telur, produk dari kacang kedele seperti tahu & tempe serta kacang-kacangan untuk kebutuhan proteinnya; dan juga nasi ataupun penggantinya seperti jagung, sagu & singkong untuk kebutuhan karbohidratnya.

Peran masyarakat pun sangat diperlukan untuk meningkatkan kecerdasan anak bangsa, antara lain dengan menjual makanan yang sehat & bergizi bagi para penjual makanan, ataupun turut berpartisipasi dalam program kesehatan di lingkungannya seperti posyandu ataupun penyuluhan kesehatan masyarakat. Untuk para pengusaha terutama yang ada kaitannya dengan produk untuk anak-anak juga diharapkan kepeduliannya dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya gizi anak atau program kepedulian lain melalui tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Resposibility) untuk meningkatkan kecerdasan anak Indonesia. Salah satunya seperti yang telah dilakukan oleh PT. Nestle Indonesia melalui rangkaian kegiatan yang dirangkum dalam Laporan CSV nya.