Transplantasi ginjal pertama di dunia dilakukan pada tahun 1954, sedangkan di Indonesia sendiri dilakukan pertama kali pada tahun 1977. Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Ginjal baru tersebut diharapkan dapat mengambil alih tugas dari dua ginjal pasien yang telah rusak. Transplantasi ginjal umumnya dilakukan pada pasien gagal ginjal stadium akhir yang ditandai dengan fungsi kedua ginjal yang semakin menurun dan bahkan hampir tidak berfungsi. Hal tersebut diungkapkan oleh dr. Nur Rasyid, SpU pada acara seminar media mengenai transplantasi ginjal di RSCM Kencana tanggal 12 Januari 2012 kemarin.

 

 

 

 

Transplantasi ginjal adalah pengobatan terbaik, baik dari segi kualitas hidup maupun lama harapan hidup setelahnya bagi pasien gagal ginjal. Di Indonesia sendiri, transplantasi ginjal belum berkembang. Hingga saat ini baru ada sekitar 500 pasien yang telah mengalami transplantasi ginjal dengan 72 % donor ginjalnya mempunyai hubungan darah (keluarga). Alasan kenapa transplantasi ginjal belum terlalu populer adalah karena masih minimnya ketersediaan donor ginjal, yang bisa jadi dikarenakan ketakutan bahwa dengan mendonorkan ginjal nantinya dapat mempengaruhi kondisi kesehatannya kelak. Padahal anggapan tersebut salah, dengan kemajuan teknik transplantasi dan obat-obatan saat ini masyarakat khususnya pasien gagal ginjal dan donor di Indonesia tidak perlu merasa khawatir lagi melakukan transplantasi karena tingkat kenyamanan dan kualitas hidup yang tinggi paska operasi dengan teknik operasi yang dapat diandalkan.

 

 

Salah satu teknik terkini dalam transplantasi ginjal adalah dengan laparoskopi nefrektomi. Di RSCM sendiri sampai saat ini telah sukses dilakukan 6 kali proses transplantasi ginjal dengan teknik laparoskopi. Laparoskopi adalah suatu teknik operasi yang menggunakan alat-alat berdiameter 5 hingga 12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah dalam rongga perut. Untuk melihat organ ginjal tersebut digunakan kamera yang juga berukuran mini dengan terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan di rongga perut lebih luas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya. Dengan teknik laparoskopi, maka pemulihan pascaoperasi menjadi lebih cepat bila dibandingkan bila dikerjakan menggunakan teknik operasi terbuka, sehingga diharapkan donor ginjal dapat cepat untuk pulih & kembali beraktifitas seperti sedia kala.

 

 

Selain itu, dengan kemajuan obat-obatan saat ini, donor ginjal dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan resipien (penerima donor). Data di RSCM sendiri, dari 25 pasien yang telah melakukan transplantasi ginjal, 13 orang diantaranya mendapatkan donor yang bukan berasal dari keluarga (tidak memiliki hubungan darah).

 

 

Menurut dr. Chaidir A. Mochtar, SpU, PhD dalam acara tersebut, “Risiko bagi para pendonor sama seperti mereka yang menjalani operasi besar, yaitu seperti pendarahan dan infeksi. Sedangkan resiko kematian akibat mendonorkan ginjal sendiri sangat kecil. Riset terkini juga menunjukkan bahwa donor ginjal tidak akan mengubah tingkat harapan hidup atau kemungkinan akan mengalami penyakit ginjal atau masalah kesehatan lainnya. Meskpun demikian, kontrol secara teratur dan memonitor fungsi ginjal dan tekanan darah sangat dianjurkan baik bagi pendonor ginjal ataupun penerima donor ginjal”.

 

 

Pada acara tersebut terdapat testimoni 2 orang pasien gagal ginjal yang telah melakukan transplantasi ginjal di RSCM, yaitu Bapak Sumardiono (61 tahun) & Duma (32 tahun). Keduanya telah melakukan transplantasi ginjal sejak tahun 2010 lalu dengan donor yang berasal dari keluarga. Dan hingga saat ini, baik kedua penerima donor maupun kedua pendonornya tetap sehat & dapat melakukan aktifitas seperti biasa.

 

 

Dalam kesempatan yang sama, Prof.Dr.dr. Endang Susalit, SpPD-KGH mengemukakan penyebab penyakit ginjal kronik yang sering dijumpai adalah batu dan infeksi saluran kemih, diabetes melitus dan hipertensi. Beliau juga menekankan pentingnya upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit ginjal kronik. Caranya dengan melakukan pemeriksaan penyaring yang sederhana yaitu pemeriksaan urin rutin dan pemeriksaan kadar kreatinin darah. Hal ini penting dilakukan karena penyakit ginjal kronik jika tidak dikelola dengan baik akan bertambah berat dan akan mengakibatkan gagal ginjal yang memerlukan cuci darah atau transplantasi ginjal agar bisa bertahan hidup.