Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024
Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

BEKTI RAHAYU
13 Februari 2024

Gangguan stress pasca trauma adalah suatu gangguan kecemasan yang disebabkan oleh kejadian traumatik, di mana nantinya penderita akan kembali merasakan kejadian tersebut secara berulang-ulang, biasanya sebagai mimpi buruk atau flashback.

Rasa takut, tak berdaya dapat menghantui penderita. Penderita akan berusaha menghindari sesuatu yang mengingatkannya akan trauma tersebut.


Penyebab Gangguan stress pasca trauma

Penyebab Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatik yang menyebabkan kematian atau luka serius dapat mempengaruhi seseorang untuk waktu yang lama setelah peristiwa tersebut berlalu. Ketakutan hebat, ketidakberdayaan, atau pengalaman menakutkan selama peristiwa traumatik bisa menghantui seseorang dan menyebabkan gangguan stress.

Peristiwa-peristiwa yang bisa menyebabkan gangguan stress pasca trauma antara lain berupa:

  • Peristiwa yang berhubungan dengan peperangan.
  • Mengalami atau melihat kekerasan fisik atau seks.
  • Terkena bencana, baik bencana alam (misalnya, angin topan) atau buatan manusia (misal, kecelakaan mobil hebat).

Faktor kerentanan yang merupakan pencetus, tampaknya memainkan peranan penting dalam menentukan apakah gangguan akan berkembang yaitu:

  1. Adanya trauma masa anak-anak
  2. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau anti sosial
  3. Sistem pendukung yang tidak adekuat
  4. Keturunan/genetika pada penyakit psikiatrik/kejiwaan
  5. Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi
  6. Penggunaan alkohol, walaupun belum sampai pada taraf ketergantungan

Jika trauma terjadi pada masa anak-anak maka akan terjadi penghentian perkembangan emosional, sedangkan jika terjadi pada masa dewasa akan terjadi kemunduran emosional.


Gejala Gangguan stress pasca trauma

Gejala Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Banyak orang pernah mendapatkan peristiwa traumatik dan mengalami gangguan stress pasca-trauma, misalnya veteran perang atau korban pemerkosaan dan tindak kekerasan lainnya. Gangguan ini mempengaruhi setidaknya 8% orang sepanjang hidup mereka, termasuk masa kanak-kanak. Jika gangguan stres pasca-trauma telah berlangsung selama 3 bulan atau lebih, maka kondisi ini dinyatakan kronis.

Kadang gejala stres pasca trauma baru muncul setelah beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah kejadian traumatik berlalu. Gangguan stress pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorder, PTSD) ditandai oleh adanya pengulangan ingatan yang mengganggu akan peristiwa traumatik yang mengguncang jiwa.

Penderita bisa kerap kali mengalami mimpi buruk dan terkadang peristiwa traumatik seperti terulang kembali (flashback). Gangguan hebat seringkali terjadi saat penderita berhadapan dengan peristiwa atau keadaan yang mengingatkan mereka pada trauma asal, misalnya perayaan akan peristiwa traumatik tersebut, melihat senjata setelah sebelumnya pernah dipukul dengan senjata ketika perampokan, atau berada di perahu kecil setelah sebelumnya pernah mengalami kecelakaan tenggelam.

Penderita akan terus menghindari benda-benda atau hal-hal yang mengingatkan mereka pada peristiwa traumatik tersebut. Penderita juga bisa berusaha menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan mengenai peristiwa tersebut dan juga menghindari kegiatan, keadaan, atau orang yang bisa mengingatkan akan peristiwa traumatik tersebut. Mekanisme penghindaran juga bisa berupa amnesia (hilangnya ingatan) untuk aspek tertentu dari peristiwa traumatik. Penderita mengalami gangguan reaksi emosional dan gejala-gejala yang muncul meningkat (seperti sulit tidur, menjadi waspada terhadap tanda-tanda bahaya, atau mudah terkejut). Gejala depresi sering terjadi, di mana penderita hanya menunjukkan sedikit ketertarikan pada aktivitas yang menyenangkan sebelumnya. Munculnya rasa bersalah juga sering terjadi, misalnya saat penderita bisa bertahan hidup tetapi orang lain tidak.


Diagnosis Gangguan stress pasca trauma

Diagnosis Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Diagnosa gangguan stress pasca trauma didasarkan dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada, melalui evaluasi psikologis. Dokter atau ahli kesehatan jiwa akan menanyakan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dialami, berupa apa, kapan terjadinya, seberapa sering, dan sudah berapa lama terjadi. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk melihat apakah terdapat gangguan medis lainnya.


Penanganan Gangguan stress pasca trauma

Penanganan Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Penanganan untuk gangguan stres pasca trauma meliputi:

  1. Terapi perilaku. Penderita dihadapkan pada keadaan yang bisa memicu timbulnya ingatan akan trauma yang pernah dialaminya.
  2. Pengobatan bisa diberikan untuk mengatasi gejala yang ada, misalnya depresi atau cemas/anxietas. Obat-obat anti anxietas sebaiknya digunakan untuk waktu yang singkat karena ditakutkan akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk meredakan anxietas.

    • Trycyclic and monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)

    • Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
    • Benzodiazepin telah merupakan obat terpilih untuk gangguan kecemasan umum. Pada gangguan benzodiazepin dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepin kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu.

    • Obat-obat lainnya, Propanolol dan Clonidin, keduanya secara efektif menekan aktivitas noradrenergik, telah digambarkan berguna dalam beberapa serial kasus terbuka. Serotonergik dibandingkan antidepresan lainnya juga berguna untuk kasus gangguan stress pascatrauma, sebagai contoh Buspirone. Cyproheptadine dilaporkan berguna untuk melepaskan mimpi buruk pada pasien dengan gangguan stress pascatrauma.
      Dopamine blocker juga dilaporkan berguna untuk beberapa kasus gangguan stress pascatrauma. Ada pula yang melaporkan kegunaan Risperidone gangguan stress pascatrauma ditunjukkan melalui kilas balik yang jelas dan mimpi-mimpi buruk.

  3. Psikoterapi. Penderita diyakinkan bahwa respon yang dialaminya adalah wajar. Psikoterapi akan membantu penderita untuk menghadapi ingatannya. Penderita akan diajarkan bagaimana cara mengendalikan kecemasan, yang akan membantu mengatur dan menggabungkan ingatan yang menyakitkan ke dalam kepribadiannya. Psikoterapi yang bersifat insight-oriented bisa membantu orang yang merasa bersalah untuk memahami mengapa mereka menghukum diri mereka sendiri dan membantu menghilangkan rasa bersalah.

Gangguan stress pasca trauma kronis bisa tetap ada, tetapi biasanya sangat berkurang seiring dengan berjalannya waktu, meskipun tanpa penanganan.


Dokter Spesialis

Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.


Pencegahan Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Setelah mengalami peristiwa traumatik, banyak orang awalanya mengalami gejala-gejala gangguan stress pasca trauma, seperti tidak bisa berhenti memikirkan tentang apa yang telah terjadi. Munculnya rasa bersalah, takut, cemas, marah, dan depresi, merupakan reaksi yang umum terjadi pasca trauma. Meskipun penderita mungkin tidak ingin membicarakannya kepada orang lain atau bahkan tidak mau memikirkannya, tetapi adanya dukungan bisa membantu pemulihan. Dukungan ini bisa berasal dari keluarga, teman, atau bahkan ahli kesehatan jiwa. Adanya dukungan dan bantuan untuk penderita bisa membantu mencegah memburuknya reaksi stress yang normal dan mencegah terjadinya gangguan stress pasca trauma.


Referensi

Referensi:

  • Andreasen. N.C and Black. D.W, 2001, Introductory Textbook of Psychiatry. 3rd ed, British Libarry, USA: 335-342.
  • Gabbard GO : Anxiety Disorders : The DSM IV Edition, American Psychiatric Press, Washington, 1994G, John H. Post Traumatic Stress Disorder. Merck Manual Home Health Handbook. 2012.
  • Ibrahim A. S : Panik, Neurosis dan Gangguan Cemas, PT. Dian Ariesta,Jakarta, 2003
  • Kaplan, Sadock : Synopsis of Psychiatry, 7th Edition, William & Wilkins, Baltimore, 1993
  • Mayo Clinic. Post Traumatic Stress Disorder. 2011.
  • Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal Jilid1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
  • Soewadi : Bahan Kuliah Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1990

Diperbarui 6 Septmber 2023