Alkoholisme
Alkoholisme adalah suatu gangguan menahun yang ditandai dengan adanya kecenderungan untuk minum minuman keras lebih banyak dari yang direncanakan, ada kegagalan dalam usaha untuk menghentikan minum minuman keras sehingga seseorang terus minum minuman keras walaupun dengan konsekuensi sosial dan pekerjaan yang merugikan.
Penyebab Alkoholisme
Penyebab Alkoholisme
Pecandu alkohol memiliki angka kejadian yang lebih tinggi dibandingkan pecandu zat lainnya. Dari orang-orang yang meminum alkohol, sekitar 10% menjadi pecandu. Penyebab seseorang menjadi pecandu alkohol belum diketahui secara pasti, namun penggunaan alkohol bukan satu satunya faktor penyebab. Alkoholisme lebih sering terjadi pada anak-anak dengan orang tua pecandu dibandingkan pada anak-anak yang diadopsi oleh seorang pecandu. Hal ini memperlihatkan bahwa alkoholisme juga melibatkan faktor genetik dan biokimia.
Selain kemungkinan kelainan genetik, latar belakang dan kepribadian tertentu dapat menjadi faktor pendukung seseorang menjadi pecandu. Pecandu alkohol sering berasal dari keluarga yang pecah dan dari mereka yang memiliki hubungan kurang harmonis dengan orang tuanya.
Pecandu alkohol cenderung merasa terisolasi, seorang sendiri, malu, depresi, atau bersikap bermusuhan. Mereka biasanya memperlihatkan perilaku yang merusak diri dan tidak dewasa. Meskipun demikian, penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sangat banyak terjadi pada orang-orang dengan berbagai kepribadian.
Gejala Alkoholisme
Gejala Alkoholisme
Alkohol bisa menyebabkan ketergantungan fisik maupun psikis. Alkoholisme biasanya mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bersosialisasi dan bekerja, serta menyebabkan banyak gangguan perilaku lainnya.
Pecandu alkohol tidak dapat mengatur perilakunya, mereka cenderung tetap menyetir di saat mabuk, dan seringkali menderita cedera fisik karena terjatuh, berkelahi atau kecelakaan kendaraan bermotor. Beberapa pecandu alkohol juga dapat menjadi kasar/bengis.
Efek Alkohol pada Non-Alkoholik
Kadar alkohol dalam darah | Efek yang terjadi |
50 mg/dL | Masih mampu bersosialisasi, tenang |
80 mg/dL | Koordinasi berkurang (kemampuan mental & fisik berkurang) Refleks menjadi lebih lambat (kedua hal tersebut mempengaruhi keselamatan mengemudi) |
100 mg/dL | Gangguan koordinasi yang jelas terlihat |
200 mg/dL |
|
300 mg/dL | Penurunan kesadaran |
400 mg/dL atau lebih | Koma, kematian |
Pankreas | Peradangan pankreas, kadar gula darah rendah, kanker |
Jantung dan pembuluh darah | Gangguan irama jantung, gagal jantung, tekanan darah tinggi, aterosklerosis, stroke |
Otak | Kebingungan, berkurangnya koordinasi, ingatan jangka pendek yang buruk, psikosa |
Saraf | Berkurangnya kemampuan untuk berjalan (kerusakan saraf di lengan dan tungkai yg mengendalikan pergerakan) |
Efek jangka panjang dari alkohol
Jenis Kelainan | Efek yang Terjadi |
Kadar zat besi yg rendah | Anemia |
Kadar niasin yang rendah | Pellagra (kerusakan kulit,diare, depresi) |
Saluran cerna, hati, pankreas | Peradangan, ulkus, kanker, sirosis (pada hati) |
Jantung dan pembuluh darah | Gangguan irama jantung, gagal jantung, tekanan darah tinggi, aterosklerosis, stroke |
Otak | Kebingungan, berkurangnya koordinasi, ingatan jangka pendek yang buruk, psikosa |
Saraf | Berkurangnya kemampuan untuk berjalan (kerusakan saraf di lengan dan tungkai yg mengendalikan pergerakan) |
Efek Biologis
Alkohol dengan cepat diserap dari usus halus ke dalam peredaran darah. Penyerapan alkohol terjadi lebih cepat dibandingkan metabolisme dan pembuangannya dari tubuh, sehingga kadar alkohol dalam darah meningkat dengan cepat.
Alkohol segera menekan fungsi otak; seberapa beratnya tergantung pada kadarnya di dalam darah; semakin tinggi kadar alkohol di dalam darah, maka semakin berat gangguan yang terjadi.
Penggunaan alkohol jangka panjang dan dalam jumlah yang berlebihan bisa merusak berbagai organ tubuh, terutama hati, otak dan jantung. Alkohol cenderung menyebabkan efek toleransi, sehingga seseorang yang secara teratur minum lebih dari 2 gelas alkohol/hari bisa mengkonsumsi alkohol lebih banyak daripada orang-orang non-alkoholik, tanpa mengalami intoksikasi.
Pecandu alkohol juga dapat mengalami toleransi terhadap obat-obat anti-depresi lainnya. Sebagai contoh, pecandu yang minum barbiturat/benzodiazepin biasanya membutuhkan dosis yang lebih besar untuk memperoleh efek obatnya.
Bila seorang pecandu tiba-tiba berhenti minum, maka akan terjadi gejala-gejala putus obat. Sindroma putus alkohol biasanya dimulai dalam waktu 12-48 jam setelah seseorang berhenti meminum alkohol. Gejala-gejalanya bisa berupa gemetar, lemah, berkeringat dan mual. Beberapa pecandu juga mengalami kejang. Pecandu alkohol berat yang berhenti minum juga bisa mengalami halusinasi. Mereka mendengar suara-suara yang menuduh dan mengancam, sehingga menyebabkan ketakutan dan teror.
Jika tidak diobati, gejala putus alkohol bisa menyebabkan gejala-gejala yang lebih serius, yang disebut Delirium Tremens (DTs). DTs biasanya tidak segera terjadi, tetapi muncul sekitar 48-72 jam setelah berhenti minum alkohol. Pada DTs, pecandu pada awalnya merasa cemas, kemudian menjadi bingung, sulit tidur, mimpi buruk, keringat berlebihan dan depresi berat. Denyut nadi cenderung menjadi lebih cepat dan bisa terjadi demam. Episode ini bisa meningkat menjadi halusinasi, ilusi yang menimbulkan rasa takut dan gelisah, serta disorientasi dengan halusinasi lihat yang mungkin menakutkan. Objek yang terlihat dalam cahaya redup mungkin tampak menakutkan dan penderita menjadi sangat kebingungan. Keseimbangan menjadi terganggu, terkadang membuat penderita merasa bahwa lantai dibawahnya bergerak, dinding roboh, atau ruangan berputar. Dengan berkembangnya delirium, tangan penderita menjadi gemetar (tremor) dan kadang meluas hingga ke kepala dan seluruh tubuh. Kebanyakan penderita mengalami gangguan koordinasi berat. DTs bisa berakibat fatal, terutama jika tidak diobati.
Masalah lain akibat penggunaan alkohol yang berlebihan adalah efek toksik alkohol secara langsung pada otak dan hati. Kerusakan hati karena alkohol menyebabkan hati tidak mampu membuang bahan-bahan racun dari dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan koma hepatikum. Pecandu yang mengalami koma hepatikum, tampak mengantuk, setengah sadar dan kebingungan, dan biasanya tangan menjadi gemetar (tremor). Koma hepatikum bisa berakibat fatal dan harus segera diobati.
Sindroma Korsakoff (Psikosa Amnesik Korsakoff) biasanya terjadi pada pecandu yang meminum sejumlah besar alkohol secara rutin, terutama yang mengalami malnutrisi (kurang gizi) dan kekurangan vitamin B (terutama vitamin B1). Penderita mengalami kehilangan ingatan jangka pendek. Ingatan menjadi sangat buruk sehingga penderita sering mengarang-ngarang cerita untuk menutupi kemampuan mengingatnya yang berkurang. Sindroma Korsakoff kadang terjadi setelah serangan DTs.
Beberapa penderita sindroma Korsakoff juga menderita ensefalopati Wernicke, dengan gejala-gejala:
- pergerakan mata yang abnormal
- kebingungan
- pergerakan yang tidak terkoordinasi
- fungsi saraf yang abnormal
Jika sindroma Korsakoff tidak segera diatasi, maka bisa berakibat fatal.
Pada wanita hamil, riwayat penggunaan alkohol yang berat dan menahun, bisa menyebabkan cacat lahir yang berat pada janin. Bayi akan lahir dengan berat badan yang rendah, tubuh yang pendek, ukuran kepala yang kecil, kerusakan jantung, kerusakan otot dan tingkat kecerdasan yang rendah atau keterbelakangan mental. Pada peminum alkohol yang ringan, kelainan tersebut tidak akan terjadi.
Diagnosis Alkoholisme
Diagnosis Alkoholisme
Intoksikasi alkohol akut biasanya terlihat berdasarkan gejala-gejala yang ada dan hasil pemeriksaan fisik. Jika belum jelas penyebab mengapa seseorang bertingkah laku abnormal, maka bisa dilakukan berbagai pemeriksaan untuk menyingkirkan berbagai penyebab yang mungkin menyebabkan gejala. Kadar alkohol juga dapat diukur dari nafas yang dihembuskan oleh pecandu.
Pada orang-orang yang telah menggunakan alkohol untuk jangka panjang, maka perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk memeriksa fungsi hati dan melihat apakah telah terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh. Jika gejala-gejala yang ada sangat berat, maka bisa dilakukan pemeriksaan pencitraan, seperti CT scan, untuk melihat apakah terdapat infeksi atau cedera pada otak.
Penanganan Alkoholisme
Pengobatan Alkoholisme
Pecandu alkohol yang mengalami gejala putus obat biasanya mengobati dirinya dengan minum alkohol lagi. Tetapi ada juga penderita yang mencari pertolongan medis karena mereka tidak ingin terus berlanjut minum minuman keras atau karena gejala putus obatnya terlalu berat.
Pada kasus ini, pertama-tama perlu diperiksa apakah terdapat cedera kepala akibat komplikasi penyalahgunaan alkohol. Kemudian dilihat bagaimana gejala putus obatnya, ditentukan berapa banyak seseorang biasanya minum dan dicari tahu kapan terakhir minum.
Setelah masalah medis darurat berhasil diatasi, program detoksikasi dan rehabilitasi harus dimulai. Seorang pecandu harus mengubah perilakunya, tetapi tanpa bantuan, sebagian besar pecandu akan kambuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
Pengobatan kelompok dipercaya lebih baik dibandingkan penyuluhan dari orang ke orang, tetapi pengobatan tetap harus disesuaikan dengan individu masing-masing. Dukungan dari anggota keluarga sangat diperlukan.
Dokter Spesialis
Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.
Referensi
Referensi:
- O, Patric G. Alcohol. Merck Manual Home Health Handbook. 2009.