Artikel

Medicastore

Informasi Penyakit

Poliomyelitis

BELLA PRICYLLA
12 Desember 2023
Poliomyelitis

Poliomyelitis

BELLA PRICYLLA
12 Desember 2023

Polio (Poliomyelitis) adalah infeksi virus yang sangat menular dan kadang berakibat fatal, menyebabkan kelumpuhan pada anak.

Infeksi virus ini mempengaruhi dan merusak saraf dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang menetap, kelumpuhan, dan gejala-gejala lainnya.

Anak dengan Poliomyelitis

polio

Save


Penyebab Poliomyelitis

Penyebab Poliomyelitis

Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, lalu diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.

Penyebabnya adalah virus polio. Virus ini menular akibat menelan bahan-bahan yang terkontaminasi virus. Penularan virus terjadi melalui beberapa cara:

  • Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan), Melalui percikan ludah penderita saat batuk atau bersin
  • Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut), Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya/kontak dengan tinja penderita atau barang-barang yang terkena tinja penderita.
  • Yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut), oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya.

Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.

Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.

Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.

Beberapa faktor berikut bisa meningkatkan risiko terkena polio:

  • Belum mendapatkan imunisasi polio
  • Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
  • Usia sangat lanjut atau sangat muda
  • Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani pengangkatan amandel atau pencabutan gigi)
  • Stress atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh)
  • Gangguan sistem kekebalan tubuh, misalnya penderita HIV

Gejala Poliomyelitis

Gejala Poliomyelitis

Terdapat 3 pola dasar infeksi polio:

  • Infeksi subklinis, meliputi sekitar 95% kasus, dimana tidak ditemukan adanya gejala atau gejala berlangsung kurang dari 72 jam, berupa demam ringan, sakit kepala, rasa tidak enak badan, nyeri tenggorokan, dan muntah.
  • Infeksi non-paralitik, di mana gejala berlangsung selama 1-2 minggu berupa demam, sakit kepala, muntah, diare, kaku kuduk, kelelahan yang luar biasa; nyeri pada punggung, leher, lengan, dan tungkai; kekakuan dan nyeri otot; serta ruam atau lesi pada kulit.
  • Infeksi paralitik, di mana demam muncul 5-7 hari sebelum gejala lainnya. Anak kemudian mengalami sakit kepala, kekakuan pada leher dan punggung, kelemahan otot asimetrik yang segera berkembang menjadi kelumpuhan, adanya sensasi ganjil pada daerah yang terkena, serta peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan pun bisa menimbulkan rasa nyeri). Anak juga bisa mengalami konstipasi, perut kembung, sulit menelan, nyeri atau spasme otot (terutama otot betis, leher, atau punggung), sulit berkemih, gangguan bernapas, rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi.

Poliomielitis klinis menyerang sistem saraf pusat (otak dan korda spinalis) serta terbagi menjadi non-paralitik serta paralitik. Infeksi klinis bisa terjadi setelah penderita sembuh dari suatu infeksi subklinis.

Komplikasi Poliomyelitis

Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi pada kurang dari 1 per 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot sering ditemukan. Kadang bagian otak yang berfungsi mengatur pernapasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.

Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.


Diagnosis Poliomyelitis

Diagnosis Poliomyelitis

Diagnosis didasarkan dari gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk melihat adanya virus polio dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi. Biakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal.


Penanganan Poliomyelitis

Pengobatan Poliomyelitis

Polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti-virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot pernapasan menjadi lemah, maka bisa digunakan ventilator.

Tujuan utama pengobatan adalah mengendalikan gejala saat infeksi berlangsung. Perlengkapan medis vital, terutama untuk membantu pernapasan, mungkin diperlukan pada kasus yang berat. Untuk mengurangi sakit kepala dan nyeri otot bisa diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bisa dikurangi dengan pemberian kompres hangat. Untuk memaksimalkan pemulihan kekuatan dan fungsi otot mungkin perlu dilakukan terapi fisik, pemakaian sepatu korektif atau penyangga maupun pembedahan ortopedik.

 


Prognosis Poliomyelitis

Prognosis tergantung dari jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda spinalis, maka mungkin akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau korda spinalis, maka bisa menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akibat gangguan pernapasan).


Dokter Spesialis

Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.


Pencegahan Poliomyelitis

Dalam World Health Assembly 1988 yang diikuti sebagian besar negara di dunia, dibuat kesepakatan untuk melakukan eradikasi polio (Erapo) tahun 2000. Artinya, dunia bebas polio pada 2000.

Program Erapo:

  • Pertama yang dilakukan adalah melakukan imunisasi tinggi dan menyeluruh.
  • Kemudian, diikuti Pekan Imunisasi Nasional yang dilakukan Depkes 1995, 1996, dan 1997. Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun.
  • Upaya ketiga adalah surveillance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
  • Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

Vaksin polio merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak.

Terdapat 2 jenis vaksin polio:

  • Vaksin Salk, merupakan vaksin virus polio yang tidak aktif
  • Vaksin Sabin, merupakan vaksin virus polio hidup

Vaksin yang memberikan kekebalan yang lebih baik (sampai lebih dari 90%) dan yang lebih disukai adalah vaksin Sabin per-oral (melalui mulut). Tetapi pada penderita gangguan sistem kekebalan, vaksin polio hidup bisa menyebabkan polio. Karena itu vaksin ini tidak diberikan kepada penderita gangguan sistem kekebalan atau orang yang berhubungan dekat dengan penderita gangguan sistem kekebalan karena virus yang hidup dikeluarkan melalui tinja.

Orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan hendak mengadakan perjalanan ke daerah yang masih sering terjadi polio, sebaiknya menjalani vaksinasi terlebih dahulu.

 

 

 


Referensi

Referensi:

  • C, Mary T. Polio. Merck Manual Home Health Handbook. 2007.
  • Mayo Clinic. Polio. 2011.
  • http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=4974
  • http://www.merckmanuals.com/professional/infectious_diseases/enteroviruses/poliomyelitis.html
  • http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001402.htm
  • http://www.who.int/topics/poliomyelitis/en/