Resistensi Antimikroba
Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit, berubah sedemikian rupa sehingga obat-obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi yang ditimbulkan menjadi tidak efektif. Kondisi ini merupakan masalah penting karena infeksi yang tidak bisa teratasi bisa menyebabkan berbagai masalah, seperti kematian, penularan ke orang lain, dan beban yang besar bagi masyarakat.
Selain itu, ada juga istilah resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik merupakan kondisi yang lebih spesifik yaitu resistensi terhadap antibiotik yang terjadi pada bakteri-bakteri penyebab infeksi.
Penyebab Resistensi antimikroba
Penyebab Resistensi Antimikroba
Mikroorganisme berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Jika terdapat sesuatu yang menghambat pertumbuhan dan penyebarannya, seperti pemberian antimikroba, maka mikroorganisme akan membentuk mekanisme baru untuk bertahan terhadap antimikroba tersebut, yaitu dengan cara mengubah struktur genetiknya. Perubahan struktur genetik ini akan membuat keturunannya memiliki kekebalan (resistensi) yang sama terhadap antimikroba tersebut.
Ada beberapa hal yang berperan dalam terjadinya resistensi terhadap antimikroba :
- Pemakaian antimikroba yang tidak benar. Pemakaian antimikroba yang berlebihan, kurang, atau tidak tepat berperan dalam terjadinya resistensi obat. Oleh karena itu, setiap orang harus mengingat akan pentingnya pemakaian antimikroba dalam dosis dan pilihan obat yang tepat sesuai petunjuk dokter.
- Ketersediaan antimikroba yang belum baik pada beberapa negara, bisa membuat penderita tidak mendapatkan pengobatan yang tuntas atau mencari alternatif lain yang mungkin berupa obat-obat di bawah standar seharusnya.
- Pemakaian antibiotik di bawah dosis terapi pada hewan peliharaan untuk mendorong pertumbuhan atau mencegah penyakit. Tindakan ini bisa berakibat pada timbulnya mikroorganisme yang resisten, yang bisa menyebar ke manusia.
- Tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi yang buruk, bisa meningkatkan penyebaran infeksi-infeksi yang kebal terhadap pengobatan. Orang-orang yang membawa mikroorganisme yang resisten bisa menjadi sumber infeksi untuk orang lain.
Gejala Resistensi antimikroba
Gejala Resistensi Antimikroba
Resistensi terhadap antimikroba membuat infeksi menjadi lebih sulit untuk diatasi dari tubuh. Kemampuan mikroorganisme untuk bertahan terhadap adanya antimikroba menyebabkan beberapa penyakit infeksi saat ini menjadi lebih sulit untuk diatasi dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu.
Resistensi terhadap antimikroba menurunkan efektivitas terapi, sehingga seseorang bisa mengalami infeksi untuk waktu yang lebih lama. Hal ini juga meningkatkan risiko penularan mikroorganisme yang resisten ke orang lain dan meningkatkan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan. Saat infeksi menjadi kebal terhadap pemberian obat lini pertama, maka diperlukan pengobatan lain yang pastinya akan lebih mahal. Durasi penyakit dan pengobatan, seringkali disertai perawatan di rumah sakit, akan meningkatkan biaya yang membebankan keluarga dan masyarakat.Keberhasilan transplantasi organ, kemoterapi kanker, dan pembedahan besar juga akan terancam tanpa adanya antimikroba yang efektif untuk mencegah dan mengobati infeksi.
Laporan WHO tahun 2014 tentang resistensi antimikroba mengungkapkan bahwa resistensi terhadap antibiotik bukan lagi merupakan suatu prediksi di masa mendatang, tetapi hal itu telah terjadi saat ini, di seluruh dunia, dan memberikan risiko terhadap kemampuan untuk mengobati infeksi yang sering terjadi di masyarakat dan rumah sakit. Tanpa adanya tindakan yang segera dan terkoordinasi, dunia saat ini menghadapi post-antibiotic era, dimana infeksi yang umum terjadi dan bisa diobati selama ini, suatu saat bisa menyebabkan kematian lagi.
Berdasarkan laporan WHO dalam www.who.int, ada beberapa kasus resistensi antimikroba yang dilaporkan, antara lain:
- Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 kasus baru MDR-TB (Multi-Drug Resistant Tuberculosis) di dunia. Selain itu, adanya XDR-TB (Extensively Drug-Resistant TB), yaitu MDR-TB ditambah dengan resistensi terhadap obat-obat golongan fluoroquinolone dan obat suntik lini kedua lainnya, telah ditemukan di 92 negara di dunia.
- Di beberapa negara telah ditemukan adanya kegagalan terapi obat sefalosporin generasi ketiga terhadap infeksi gonorrhoea.
- Resistensi terhadap salah satu obat antibakteri yang paling banyak digunakan sebagai terapi oral untuk infeksi saluran kemih akibat E.coli, yaitu golongan fluoroquinolone, juga telah banyak ditemukan.
Diagnosis Resistensi antimikroba
Diganosis Resistensi Antimikroba
Berbagai pemeriksaan diagnostik dirancang untuk menentukan mikroorganisme apa yang menimbulkan infeksi dan terhadap antimikroba mana mikroorganisme tersebut memiliki resistensi (kekebalan).
Penanganan Resistensi antimikroba
Penanganan Resistensi Antimikroba
Ancaman resistensi antimikroba semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan tindakan segera dari berbagai pihak. Pemakaian antimikroba yang lebih bijaksana akan membantu untuk memperlambat timbulnya resistensi ini.
Jika seseorang merasa terinfeksi oleh bakteri, virus, atau jamur, maka sebaiknya ia memeriksakan diri ke dokter. Pemberian antibiotik bisa digunakan untuk mengobati infeksi bakteri, tetapi tidak demikian untuk infeksi virus. Mengobati infeksi virus dengan antibiotik tidak akan berhasil, dan hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi bakteri yang kebal terhadap antibiotik tersebut.
Pemilihan perlu/tidaknya atau jenis antimikroba yang digunakan akan ditentukan oleh dokter yang memeriksa. Beberapa infeksi mungkin bisa membaik dengan sendirinya tanpa pengobatan. Ikutilah dengan ketat petunjuk pemakaian obat yang diberikan dan jangan berbagi atau menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain. Ikutilah dengan ketat petunjuk pemakaian obat yang diberikan oleh dokter dan jangan berbagi atau menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain.
Jangan menyimpan antibiotik untuk jaga-jaga di waktu mendatang. Jika dokter meresepkan obat melebihi jumlah yang dibutuhkan, maka obat-obat yang tersisa sebaiknya dibuang setelah pengobatan selesai.
Mempertahankan obat anti-infeksi yang tersisa merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Untuk itu, ada berbagai upaya yang dilakukan oleh WHO, antara lain dengan meningkatkan kepedulian terhadap resistensi antimikroba, sehingga obat-obat ini digunakan dengan tepat dan sesuai, serta membantu meningkatkan tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi di sarana kesehatan dan komunitas.
Pencegahan Resistensi Antimikroba
- Hanya menggunakan obat antimikroba (termasuk antibiotik) jika diresepkan oleh dokter.
- Mengonsumsi obat antimikroba yang diberikan dengan resep dokter sesuai dengan petunjuk dokter sampai habis.
- Tidak mengulang konsumsi antimikroba tanpa anjuran dokter
- Tidak menghentikan sendiri pengobatan antimikroba yang diresepkan oleh dokter
- Menjaga kebersihan dan sering mencuci tangan
Referensi
Referensi:
- Centers for Disease Control and Prevention. Antibiotics : Will they work when you really need them? Atlanta. 2013. www.cdc.gov
- chbp.fk.ugm.ac.id/
- National Institute of Allergy and Infectious Disease. Antibiotic Resistance. 2012.
- World Health Organization. Antimicrobial Resistance. 2014. www.who.int
- www.medicinenet.com
Diperbarui 25 Agustus 2023