Scientific Medicastore
20-12-2006

Seminar Sanatorium Dharmawangsa: Anda Terganggu Oleh Cemas?

Dr. Ashwin Kandouw, SpKJ

“Cemas itu manusiawi dan merupakan bagian dari hidup sehari-hari,” jelas Dr. Ashwin Kandouw, SpKJ. Bahkan manusia sudah cemas sejak proses kelahiran. “Bayi yang baru lahir menangis sebagai tanda kecemasan karena harus keluar dari lingkungan yang hangat dalam perut ibu,” sambung Dr. Ashwin.

Sabtu, 16 Desember 2006 lalu, Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta. Selatan mengadakan simposium mini yang bertemakan: “Anda terganggu oleh cemas?” dengan narasumber Dr. Ashwin Kandouw, SpKJ.

Menurut Dr. Ashwin, cemas adalah rasa takut terhadap sesuatu yang tidak kita ketahui atau rasa takut pada apa yang akan terjadi. Cemas ini bersifat samar, tidak menyenangkan, dan disertai gejala fisik.

Gejala fisik cemas antara lain:

  • Otot: kaku, tegang, terasa pegal.
  • Panca indra: otot mata yang mengatur lensa bekerja berlebihan sehingga mata lelah, telinga berdenging.
  • Sistem kardiovaskular: jantung berdebar-debar, tekanan darah meningkat.
  • Sistem pencernaan: mules, mual, diare.
  • Sistem saluran kemih: sering berkemih.
  • Sistem reproduksi: pada wanita berupa gangguan menstruasi, pada pria berupa disfungsi ereksi & gairah terganggu.
  • Kulit: terasa panas, dingin, gatal.

Cemas tidak mungkin bisa dihindari karena dalam menghadapi masalah sehari-hari pasti merasa cemas. Jika kita tidak berhasil mengelola cemas maka cemas yang akan mengelola/mengendalikan kita. “Prinsipnya adalah mengelola kecemasan,” kata Dr Ashwin.

Selain gejala fisik, cemas juga memiliki gejala psikis. Adapun gejala psikis kecemasan, antara lain:

  • Banyak khawatir/semua dikhawatirkan.
  • Sangat mengantisipasi segala sesuatu.
  • Iritabel (mudah marah).
  • Tertekan, gelisah, sulit relaks, mudah lelah, dan terkejut.
  • Takut.
  • Ganguan tidur.

Gangguan cemas ada beberapa jenis, seperti: gangguan panik, fobia, cemas menyeluruh, obsesif kompulsif, reaksi stres akut, stres pasca trauma.

“Panik bisa terjadi tanpa harus ada penyebabnya,” ungkap Dr. Ashwin. Gangguan panik merupakan episode berulang ketidaknyamanan/ketakutan yang sangat dan mendadak disertai minimal 4 gejala berikut: denyut jantung cepat, berdebar-debar, berkeringat, gemetar, sesak napas, rasa tercekik, nyeri/tak nyaman di dada, mual/gangguan pencernann, pusing, melayang, mau pingsan, derealisasi (menganggap lingkungannya berubah) atau depersonalisasi (merasa bukan dirinya), takut menjadi gila, takut mati, kesemutan/kebas, rasa panas/dingin di kulit.

Gangguan fobia merupakan timbulnya rasa takut yang sangat berhubungan dengan paparan terhadap obyek atau situasi tertentu. Pada fobia, ada usaha menghindar dari obyek atau situasi tertentu. Timbulnya gejala hanya terbatas pada obyek atau situasi yang ditakuti.

“Tidak semua fobia perlu diterapi,” jelas Dr. Ashwin. Fobia perlu diterapi bila timbul gejala, mengganggu fungsi kerja dan menimbulkan penderitaan.

Gangguan cemas menyeluruh ditandai adanya periode paling tidak 6 bulan yang ditandai dengan ketegangan yang sangat, kecemasan, dan perasaan terancam mengenai masalah dan kejadian sehari-hari. Gangguan ini disertai oleh gejala-gejala fisik kecemasan pada umumnya.

Pada gangguan obsesif kompulsif yaitu adanya citra, dorongan, pikiran yang tak dikehendaki mendesak ke alam sadar yang menyebabkan kecemasan atau penderitaan. Penderita mencoba untuk menekan atau mengabaikan hal-hal tersebut atau menetralkannya dengan tindakan tertentu. Penderita menyadari bahwa hal-hal tersebut adalah dari pikirannya sendiri.

Gangguan obsesif kompulsif membuat penderita terdorong untuk melakukan perilaku yang diulang-ulang atau aktivitas mental sebagai respons terhadap pikiran yang timbul. Perilaku ini bertujuan untuk mengurangi atau mengfhilangkan penderitaan atau mencegah sesuatu yang buruk terjadi. Penderita menyadari bahwa gangguannya ini berlebihan dan tak masuk akal. Gangguan ini menyebabkan penderitaan, gangguan fungsi dan menghabiskan waktu.

Gangguan stres pasca trauma terjadi setelah penderita mengalami, menyaksikan atau berhadapan dengan bahaya yang nyata, berpotensi mencederai atau mengancam jiwa. Respon penderita dapat berupa ketakutan yang sangat atau ketidakberdayaan. Peristiwa traumatik dialami kembali secara menetap meliputi ingatan berulang mengenai kejadian, mimpi berulang mengenai kejadian yang mengganggu, merasa atau berperilaku seakan-akan peristiwa itu terjadi kembali.

Perbedaan antara stres akut dengan stres pasca trauma terletak pada durasinya. Kalau stres akut hanya berlangsung 1 bulan, sedangkan stres pasca trauma berlangsung lebih dari satu bulan.



Sigmund Freud membagi pikiran manusia menjadi alam sadar dan alam bawah sadar dengan dibatasi oleh Ego. Kemudian Ego-lah yang memindahkan masalah dari alam sadar ke alam bawah sadar.

Berdasarkan gambar di atas, stressor dapat berupa tidak punya uang, mau ujian, diputusin pacar. Jika stessor tersebut bisa diatasi maka dapat menyelesaikan masalah.

Menurut Dr. Ashwin, represi atau menekan masalah tidak baik karena bukan menyelesaikan masalah tapi menyembunyikan masalah ke alam bawah sadar, sehingga alam sadar menjadi lebih tenang. Semakin banyak yang disimpan di alam bawah sadar maka tekanannya akan meningkat sehingga bisa meledak. Jika meledak maka dapat berupa emosi yang tidak terkendali.

Ungkapan bahwa waktu akan menyelesaikan masalah itu tidak benar. “Jika ada masalah jangan dipendam, itu merupakan pola pikir yang salah,” sambung Dr. Ashwin. Jangan lari dari masalah, hadapi masalah dan selesaikan.

Faktanya, penderita cemas lebih banyak wanita. Hal ini disebabkan wanita menghadapi masalah bukan dengan rasio melainkan dengan emosi. Saran Dr. Ashwin, latihlah kebiasaan dalam menghadapi masalah. Tanamkan pikiran positif dan bukan negatif, bahwa masalah pasti ada hikmahnya.

Cemas dapat diatasi dengan obat anti cemas, psikoterapi, relaksasi, hipnosis. Obat anti cemas dan relaksasi mengobati alam sadarnya, sedangkan psikoterapi dan hipnosis untuk mengobati alam bawah sadarnya. “Terapi untuk cemas dapat disesuaikan dengan kondisi penderita tapi kombinasi keempatnya lebih baik,” tambah Dr. Ashwin.

Simposium Mini Dharmawangsa

Perubahan alam perasaan sangat wajar ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pada semua orang. Tapi pada orang-orang tertentu, hal ini akan lebih dalam dan berkepanjangan, episodik dan berulang. Mereka adalah yang didiagnosis menderita Gangguan Afektif Bipolar.

Perubahan suasana itu dapat berupa suasana hati yang elasi, gembira, semangat menggebu-gebu dan seringkali tanpa aba-aba tertentu tiba-tiba berbalik arah menjadi sedih, lesu, tidak bergairah atau bahkan sampai putus asa.

Bila orang-orang di sekitarnya tidak mengerti maka sering terjadi salah paham dan tidak mendukung ke arah perbaikan malahan memperburuk kondisi penderitanya.

Oleh karena itu penting untuk mengetahui perjalanan penyakit dari gangguan ini, apa tanda-tanda yang harus dikenali dan bagaimana menghadapi serta membantu mereka yang mempunyai masalah itu sehingga kualitas hidup mereka tetap baik dan produktif.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas akan terjawab dan dipahami jika anda berpartisipasi dalam simposium mini Dharmawangsa dengan tema "Mengenali Gangguan Emosi dan Perasaan serta Penatalaksanaannya" dengan narasumber Dr. AAAA Kusumawardhani, Sp. KJ.

Hari, tanggal: Sabtu, 27 Januari 2007
Waktu: 10.00 - 12.00 WIB
Tempat: Ruang Multi Guna Sanatorium Dharmawangsa
Jl. Darmawangsa Raya No.13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pendaftaran: Telp 021-7394484 (Wulan/Fatimah)
Biaya Registrasi: Rp. 10.000 (makalah, snack box)

Untuk undangan liputan seminar dan kegiatan lain kirim ke redaksi kami di fax. 021-7397069 atau redaksi@medicastore.