nita-medicastore.com
14-08-2008

Pentingnya Gizi Untuk Pertumbuhan Anak

Pada dasarnya, pertumbuhan anak di seluruh dunia berawal sama. Namun awal yang sama ini dapat berakhir beda karena adanya gangguan pada pertumbuhan. Inilah yang dialami oleh anak Indonesia. Setelah mengenal makanan pendamping ASI, anak Indonesia sulit untuk mengimbangi pertumbuhan anak di negara lain.

Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak. “Lost generation bukan hanya isapan jempol. Dalam 20 tahun mendatang Indonesia dapat menjadi bangsa yang tidak cerdas karena mengabaikan gizi usia dini,” kata pakar gizi dari IPB, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS di Jakarta (11/8).

Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Menurut Prof. Ali, lebih jauh kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan.

Ketika lahir, berat otak hanya 350 gram. Dalam setahun, berat otak menjadi 1000 gram dan terus bertambah menjadi sekitar 1200 gram ketika anak berusia 2 tahun. “Perlu perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia batita, karena kurang gizi yang terjadi bersifat irreversible (tidak dapat pulih),” jelas Prof. Ali.

Senada dengan Prof. Ali, Dr. dr. H. Tb. Rachmat Sentika, SpA, MARS dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengungkapkan, gizi buruk dapat mengakibatkan otak anak tidak berkembang optimal. Hal ini bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan. Hasilnya, mutu SDM yang rendah sehingga menjadi beban di masyarakat.


dancow_batita
Ki-ka: Prof. Ali Khomsan; Dr. Rachmat Sentika;
Dr. Leilani Lestarina; dan Windy Cahyaning Wulan (Nestle Indonesia)


Program gizi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1960-an melalui applied nutrition program yang selanjutnya berkembang menjadi Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Konsep Posyandu merupakan penanganan lengkap untuk mengintervensi kesehatan keluarga, termasuk pengendalian kualitas gizi balita di Indonesia.

Saat ini ada 250 ribu Posyandu di Indonesia. Namun tidak lebih dari 50 persen yang masih aktif. Hal ini berarti cakupan pengendalian kualitas gizi balita di Indonesia tidak lebih dari 50 persen. Dampaknya, probabilitas terjadinya gizi buruk sangat tinggi. Kualitas kader Posyandu juga perlu ditingkatkan, terutama pengetahuan tentang gizi. “Secara kuantitas, jumlah Posyandu sudah cukup, tetapi dari segi kualitas masih kurang,” ujar Prof. Ali.

Penyebab kualitas asupan gizi balita di Indonesia memprihatinkan adalah asupan gizi yang kurang dan perubahan pola asuh keluarga yang tidak terpantau baik. Dr. Rachmat yang juga pencetus konsep Posyandu menekankan agar dilakukan penimbangan seluruh balita tanpa kecuali, kemudian tetapkan status gizinya dan dilaporkan secara berjenjang.

Bagi penderita gizi buruk atau di bawah garis merah (sesuai Kartu Menuju Sehat/KMS) segera lakukan reelementasi dengan program makanan tambahan dan pemulihan di fasilitas kesehatan terdekat. Gizi buruk yang sudah mendapat pemulihan dikembalikan ke masyarakat melalui kader Posyandu, bidan desa, dan Puskesmas.

Susu Untuk Pertumbuhan

Salah satu penyebab masih banyaknya kasus kurang gizi dan gizi buruk karena anak Indonesia selama ini sangat kurang minum susu, bahkan paling rendah dibanding negara-negara Asia lain. Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), masyarakat Indonesia mengonsumsi susu rata-rata 9 liter setiap tahun per kapita. Tertinggal jauh dibanding Malaysia 25,4 liter; Singapura 32 liter; Filipina 11,3 liter; dan bahkan Vietnam 10,7 liter.

Menurut Prof. Ali, rendahnya konsumsi susu di Indonesia disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah pemahaman yang rendah tentang pentingnya susu bagi kesehatan. Susu memiliki keunggulan yakni kandungan vitamin dan mineralnya lebih lengkap dan lebih mudah diserap dengan sempurna oleh tubuh.

Peranan susu dapat dilihat dari proses turning over tulang. Pada usia muda, formasi (pembentukan) tulang lebih besar daripada resorpsi (peluruhan) sehingga diperlukan asupan kalsium yang tinggi. Absorpsi kalsium pada masa anak-anak sangat tinggi, yakni 75 persen jika dibandingkan dewasa yang hanya sekitar 20-40 persen.

Kalsium diperlukan dalam pertumbuhan seorang anak. Angka kecukupan gizi (RDA) kalsium adalah 800-1200 mg. Satu gelas susu dapat memenuhi 25% RDA protein pada batita dan 45% RDA kalsium.

Faktor ekonomi juga dapat menjadi alasan untuk berhenti minum susu. Harga kebutuhan pokok yang meningkat saat ini memaksa masyarakat menetapkan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tidak jarang konsumsi susu untuk anak di bawah tiga tahun (batita) terpaksa dikorbankan karena harga yang terlalu mahal bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Menyadari bahwa konsumsi susu perlu ditingkatkan, pada 11 Agustus yang lalu, Nestle Indonesia meluncurkan Dancow Batita, susu khusus batita yang mengandung nutrisi lengkap, rasanya lezat, dan harganya terjangkau. Diharapkan Dancow Batita dapat memenuhi kebutuhan nutrisi di usia batita yang merupakan periode emas tumbuh kembang anak. Peluncuran yang dilakukan oleh Presiden Direktur Nestle Indonesia, Peter Vogt, merupakan peluncuran pertama di dunia.

Kemajuan Batita Anda

Ulang tahun ke-1
Ulang tahun ke-2
Ulang tahun ke-3
  • Beratnya 3 kali berat badan saat lahir (BBL)
  • Tingginya bertambah 2,5 cm panjang badan saat lahir (PBL)
  • Mulai berdiri sendiri dan berjalan 2-3 langkah tanpa bantuan
  • Mulai merespon pertanyaan sederhana
  • Mulai menggunakan gerakan tubuh sederhana seperti menggelengkan kepala untuk mengungkapkan “tidak”
  • Mulai meniru kata-kata
  • Mulai suka meniru orang lain saat bermain dan mengulangi bunyi tertentu
  • Beratnya menjadi 4 kali BBL
  • Tingginya antara 87-90 cm
  • Semakin lancar berjalan, berlari, dan menendang bola
  • Mulai mengenali orang-orang yang dia kenal
  • Mulai mengenali benda berdasarkan bentuk dan warna
  • Mulai menggunakan kalimat yang terdiri dari 2-4 kata
  • Mengerti instruksi sederhana
  • Makin suka bermain dengan anak-anak lain
  • Berat bertambah ± 2-3 kg dari saat HUT ke-2
  • Tinggi antara 96 cm sampai 1 m
  • Bisa mengucapkan nama, umur, dan usia
  • Bisa mengidentifikasi hampir semua benda dan gambar secara umum
  • Bisa naik turun tangga dengan dua kaki bergantian
  • Bisa menunjukkan perhatian kepada teman-teman bermainnya
  • Mengerti konsep kepemilikan (“punya aku” dan “punya dia”)
  • Bisa menunjukkan beragam emosi


Sumber: Kartu Sehat Nestle Dancow Batita



Artikel terkait:


Untuk undangan liputan seminar dan kegiatan lain kirim ke redaksi kami di fax. 021-7397069 atau redaksi@medicastore.