Scientific Medicastore
05-02-2007

Seminar Sanatorium Dharmawangsa: Mengenali Gangguan Bipolar

dr. A.A.A.A. Kusumawardhani, Sp.KJ

Perubahan alam perasaan sangat wajar ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pada semua orang. Tapi pada orang-orang tertentu, hal ini akan lebih dalam dan berkepanjangan, episodik (jangka waktu) dan berulang. Mereka adalah yang didiagnosis menderita gangguan bipolar.

Sabtu, 27 Januari 2007 lalu, Sanatorium Dharmawangsa kembali mengadakan Simposium Mini Dharmawangsa yang kali ini bertemakan “Mengenali Gangguan Emosi dan Perasaan serta Penatalaksanaannya,” dengan narasumber dr. AAAA Kusumawardhani, Sp.KJ.

Gangguan emosi dan perasaan yang dimaksud adalah gangguan bipolar. Pada orang dengan gangguan bipolar, ayunan mood terjadi lebih dalam dan berlangsung dalam periode waktu yang relatif lebih lama yaitu minimal 2 minggu

Dr. AAAA Kusumawardhani, SP.KJ yang akrab disapa dr Agung ini menekankan pentingnya untuk mengerti pola perjalanaan gangguan ini sehingga dapat memberi terapi dan dukungan yang tepat.

Kenali Gangguan Bipolar

Perubahan suasana itu dapat berupa suasana hati yang elasi, gembira, semangat menggebu-gebu (manik) dan seringkali tanpa aba-aba tertentu tiba-tiba berbalik arah menjadi sedih, lesu, tidak bergairah atau bahkan sampai putus asa (depresi).

Bila orang-orang di sekitarnya tidak mengerti maka sering terjadi salah paham dan tidak mendukung ke arah perbaikan malahan memperburuk kondisi penderitanya.

Oleh karena itu penting untuk mengetahui perjalanan penyakit dari gangguan ini, apa tanda-tanda yang harus dikenali dan bagaimana menghadapi serta membantu mereka yang mempunyai masalah itu sehingga kualitas hidup mereka tetap baik dan produktif.

Berdasarkan gejala klinisnya, gangguan bipolar diklasifikasikan menjadi:

  1. Gangguan bipolar I : lebih banyak episode manik, satu kali episode depresi.
  2. Gangguan bipolar II : lebih banyak episode depresi, sampai hipomanik dalam waktu minimal 2 minggu.
  3. Gangguan bipolar campuran : tidak teratur.
  4. Siklotimik : gangguan mood, depresi sesaat lalu normal kembali.
Sindroma klinisnya berupa:
  1. Episode depresi.
  2. Episode manik/hipomanik.
Episode depresi berupa:
  • rasa sedih yang menetap
  • hilang minat.
  • rasa lelah,motorik melambat.
  • sulit masuk tidur, bangun terlalu dini.
  • nafsu makan menurun/meningkat.
  • konsentrasi menurun.
  • rasa bersalah dan tidak berarti.
  • keluhan nyeri atau gatal-gatal tanpa penyebab.
  • pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

“Contoh ekstrimnya adalah penderita tidak peduli meskipun ada api di samping tempat tidurnya,” tambah dr Agung.

Sedangkan episode manik/hipomanik berupa:

  • perasaan melambung, hebat.
  • mudah marah, mudah tersinggung.
  • energi berlebih, tidak butuh istirahat.
  • hiperaktifitas, tidak tenang dan perhatian mudah beralih.
  • pikiran berlomba-lomba tanpa henti.
  • bicara cepat dan melompat-lompat.
  • kebutuhan tidur menurun.
  • merasa memiliki kemampuan yang tidak realistik (masuk akal).
  • daya nilai buruk.
  • bisa ada halusinasi atau delusi (sisi pikir yang tidak realistik).

“Kondisi hipomanik secara sosial masih dapat diterima hanya saja sedikit berbeda dari diri penderita sebelumnya, sedangkan manik itu sangat berlebihan & berpikir irrasional bahkan ekstrimnya bisa sampai merasa bisa terbang,” ungkap dr Agung.

Fakta Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar bisa dikenali bila penderita berada pada episode manik atau depresi. Namun, gangguan ini bisa tanpa gejala atau normal kembali sehingga sulit untuk dideteksi.

Dari sudut pandang epidemiologi, gangguan bipolar I sebanyak 0.8% dimana kasus pada pria dan wanita sama, sedangkan gangguan bipolar II sebanyak 0.5% dimana kasus pada wanita lebih banyak dibandingkan pada pria.

Onset atau awal mula penyakit pada usia 21 tahun dengan puncak onset 15-19 tahun dan jarang ditemukan pada usia di bawah 12 tahun. Penyakit ini memiliki kecenderungan menurun dalam keluarga (familial).

Dari sudut pandang etiologi, gangguan bipolar diduga merupakan interaksi dari berbagai faktor. Ditemukan bahwa hanya 30% yang disebabkan oleh stressor lingkungan.

Sisanya, sebanyak 70% kasus memiliki faktor biologik terberi dalam keluarga (diturunkan). Walaupun tidak selalu ditemukan pada mereka yang memiliki kecenderungan riwayat dalam keluarga.

Salah satu penyebab gangguan bipolar adalah faktor genetik tetapi tidak bisa ditentukan gen tertentu tersebut. “Namun, pada kembar ada kecenderungan gangguan bipolar lebih besar,“ tambah dr. Agung.

Data-data penelitian dan temuan pada berbagai aspek neurobiologik juga mendukung seperti:

  • bipolar I, pengaruh faktor genetik lebih besar.
  • umur onset, dini/muda.
  • kembar identik berpeluang menderita penyakit ini lebih banyak.
  • saudara kandung ditemukan lebih banyak.

Akibat ayunan suasana hati yang berubah-ubah tersebut, maka gangguan ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti berikut:

  • pertengkaran dalam rumah tangga.
  • perceraian.
  • prestasi buruk di sekolah dan pekerjaan.
  • kehilangan pekerjaan.
  • bangkrut.
  • penyalahgunaan zat atau alkohol.
  • bermasalah dengan hukum.
  • isolasi sosial.
  • ide atau usaha bunuh diri.
Gangguan Bipolar Bisa Disembuhkan

Untuk mencapai kualitas hidup yang optimal, penatalaksanaan perlu dilakukan secara komprehensif meliputi psikofarmaka, psikoterapi dan sosioterapi. Contoh psikofarmaka: Lithium carbonate, Carbamazepine, Valproate dan Antidepresan.

Pada gangguan bipolar, terjadi gangguan pada kadar neurotransmiter (serotonin) di otak sehingga perlu diobati, jelas dr. Agung.

Pada pasien depresi, kadar hormon serotonin di otak rendah sehingga perlu diberikan obat-obat yang tergolong mood stabilizer untuk menormalkan kembali. Tidak semua gangguan perlu obat, seperti pada kondisi depresi ringan kadang kala tidak perlu obat.

Banyak orang mempertanyakan sampai kapan penderita gangguan bipolar perlu minum obat. Sebenarnya ada berbagai kondisi tertentu dimana pasien harus minum obat terus-terusan. Seperti misalnya penderita hipertensi atau diabetes mellitus yang perlu mengkonsumsi obat terus menerus bahkan adakalanya harus seumur hidup. Begitu pula pada gangguan bipolar. Pada pasien bipolar, pemberian obat diperlukan sebagai maintenance, untuk mencegah kekambuhan atau setidaknya memperpanjang periode munculnya episode gangguan.

Mencegah terjadinya kekambuhan selalu lebih baik. Tindakan prevensi relaps dapat dilakukan dengan:

  • Dapatkan informasi lengkap.
  • Patuh terhadap rencana terapi dokter.
  • Dorong peran keluarga dalam monitoring terapi jangka panjang.
  • Pilih teman atau anggota keluarga yang dapat dipercaya untuk mengamati kemungkinan relaps.

Bipolar termasuk penyakit yang sering kali tidak dikenali. “Sebenarnya penderita dapat berfungsi dengan baik asalkan penyakitnya didiagnosis lebih awal dengan tepat, diobati dan dilakukan monitoring,” ungkap dr Agung.

“Gangguan bipolar ini berbeda dengan gangguan kejiwaan lain seperti skizofrenia,” ungkap dr. Agung. Kalau pada bipolar terdapat gangguan pada alam perasaan atau emosi, sedangkan pada skizofrenia yang terganggu terutama adalah proses pikirnya.

Selain dengan obat-obatan, modalitas terapi lainnya juga dapat diberikan sebagai ajuvan. Di Sanatorium Dharmawangsa terdapat berbagai pilihan terapi pendukung untuk gangguan kejiwaan, antara lain: terapi lukis, terapi keterampilan, terapi rekreasi, terapi musik yaitu bernyanyi diiringi musik.

Undangan liputan seminar dan kegiatan lain kirim ke redaksi kami di fax. 021-7397069 atau redaksi@medicastore.