Scientific Medicastore
19-11-2007

Masyarakat Urban Rentan Depresi?

masyarakat urban rentan depresi

ki-ka: dr. Widjaja Kusuma (PT Wyeth), Eugenia Siahaan, dr. Suryo Dharmono, SpKJ



Gaya hidup urban (urban life style) merupakan salah satu faktor risiko psikososial depresi disamping faktor lainnya sepeti loss of object love, pola asuh penuh keharusan serta pola asuh ambivalen.

Depresi merupakan penyakit serius yang diderita jutaan orang dengan berbagai macam gejala. Menurut data WHO, saat ini sekitar 5-10% orang di dunia mengalami depresi. Selain psikososial, beberapa faktor penyebab depresi adalah genetik, biologik serta kepribadian.

Depresi dapat mempengaruhi suasana hati, tubuh dan pikiran seseorang. Perasaan tesebut dapat sedemikian kuat, sehingga mempengaruhi kehidupan sehari-hari, akibatnya depresi dapat menganggu aktivitas masyarakat.

“Hubungan antara depresi dan kehidupan urban merupakan hubungan yang saling terkait. Gaya hidup masyarakat urban dapat mengakibatkan depresi dan depresi pun berakibat juga pada gaya hidup masyarakat urban,” ungkap dr. Suryo Dharmono, SpKJ (K) yang merupakan Staf pengajar bagian Psikiatri di FKUI/RSCM.

Lebih lanjut, dr. Suryo menjelaskan, “Berhadapan dengan suatu yang tidak jelas mengakibatkan panik atau depresi. Depresi kemudian membuat kita tidak efektif menghadapi tantangan urban.”

Salah satu contoh kehidupan masyarakat urban adalah kehidupan masyarakat Jakarta. Selama tiga puluh dua tahun orde, Jakarta telah banyak berubah. Perkembangan ekonomi yang umumnya pesat dalam periode ini menjadikan Jakarta mengembangkan bangunan-bangunan kota dan modern.

Kota global Asia mencakup pula Tokyo, Seoul, Taipei, Hong Kong, Manila, Bangkok, Kuala Lumpur dan Singapura. Ratusan Gedung perkantoran, hotel dan bangunan apartemen kondominium bertingkat dibangun di seluruh bagian kota.

Kota sebagai pusat pertumbuhan menyajikan selera-selera dan gaya hidup yang serba berkembang dan mencirikan mobilitas sosial. Kota yang mempunyai potensi untuk menampung pendatang-pendatang baru yang menetap untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya, menghasilkan corak masyarakat yang kompleks, baik secara vertikal (perbedaan status ekonomi: kaya atau miskin) maupun horisontal (pebedaan etnik, budaya, dll).

Beberapa permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat urban, antara lain biaya hidup yang tinggi, kemiskinan, munculnya daerah kumuh atau liar, masalah transportasi dan jaringan jalan, penyerobotan tanah, pengangguran, tindakan kekerasan. Kesemuanya ini dapat mengakibatkan masyarakat urban menjadi stres, frustasi berkepanjangan dan masa bodoh.

Gaya hidup urban dicirikan dengan berbagai tekanan, antara lain serba padat hunian, serba penuh ancaman tersembunyi atas harta benda dan jiwa raga, serba tetekan oleh naiknya harga-harga kebutuhan sehari-hari. Disamping itu, sebagian besar masyarakat urban juga seba tidak mampu untuk dapat menikmati kehidupan mewah yang digelar di depan mata dan dinikmati oleh warga kota yang berkecupan, dll.

Masyarakat uban tertantang untuk berpacu dengan waktu, mengejar target-target tertentu, memenangkan kompetisi yang sangat kuat, bahkan terkadang menegasikan pertimbangan moral dan menyebabkan timbul perasaan was-was, tegang, gelisah, dan terus-menerus dicekam kecemasan. Masyarakat urban turut juga mengadopsi bebagai sisi negatif lainnya, sepeti hedonisme, kehilangan arah, stres pada pekerjaan, dll.

Hedonisme meupakan pandangan hidup yang menganggap bawa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Kaum hedonis menginginkan kebersamaan yang menyenangkan, anarki, sensualitas, diversi, persahabatan, keadilan, toleransi, kebebasan, kebebasan seksual, kesinambungan, perdamaian, akses bebas terhadap informasi, seni, keberadaan kosmopolitan dan dunia tanpa batas atau diskriminasi dan segala yang indah.

“Kerentanan depresi pada masyarakat urban dapat ditekan dengan mengurangi faktor-faktor risiko yang membuat depresi semakin berkembang seperti manajemen stres di lingkungan kerja, pola hidup teratur, memperbaiki sarana publik dan mempermudah akses terhadap bantuan kesehatan jiwa seperti obat-obatan dan hot line sevice,” jelas dr. Suryo.

dr. Suryo mengungkapkan, “Pasien yang berobat ke dokter umum datang dengan keluhan fisik seperti hipertensi, sakit maag, sakit kepala tapi sebanyak 20-30% menunjukkan gejala depresi.” Karena itu, keahlian dokter umum untuk mengenali gejala depresi harus ditingkatkan.

Namun penting untuk diingat, terapi depresi harus dilakukan secara tepat untuk menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan yaitu kendala psikososial berkepanjangan, hendaya dalam pekerjaan, memperburuk prognosis, menambah pelayanan medik, dll.

Salah satu pengobatan depresi saat ini adalah pengobatan antidepresan SNRI (Serotonin Nor epinefrin Reuptake Inhibitor). Wyeth memproduksi obat antidepresan SNRI yang bekeja ganda menghambat reuptake serotonin dan sekaligus norepinefrin dengan tingkat remisi yang tinggi, hilangnya gejala cukup tinggi, mencegah relapse (kekambuhan) serta mencegah recurrent (kasus berulang).

dr. Suryo memiliki tips seputar depresi pada masyarakat urban yaitu:
  1. Kenali tanda dini depresi yang utama seperti kehilangan minat/gairah dan kehilangan energi (lemah, letih, lesu).
  2. Evaluasi diri, jika tandanya bertahan selama 2 hari, disarankan agar keluar sejenak dari kegiatan rutin.
Lakukan kegiatan yang bersifat rekresional seperti rafting, pencinta alam atau lakukan hobi. Hobi jangan dianggap sepele karena menurut dr Suryo, hobi adalah safe area yang dapat membantu kala dilanda depresi.

Untuk undangan liputan seminar dan kegiatan lain kirim ke redaksi kami di fax. 021-7397069 atau redaksi@medicastore.