nita-medicastore.com
10-06-2008

Kontrasepsi: Penting dan Dibutuhkan

Hari Kontrasepsi Dunia atau World Contraception Day (WCD) setiap tahunnya diperingati pada tanggal 26 September dan tahun ini sudah memasuki tahun kedua. Di Indonesia, peluncuran Hari Kontrasepsi Dunia tahun lalu diselenggarakan atas kerja sama APCOC (Asia Pacific Council on Contraception), BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), IBI (Ikatan Bidan Indonesia), dan Bayer Schering Pharma.

Tujuan Hari Kontrasepsi Dunia untuk mengangkat kesadaran mengenai kontrasepsi dan meningkatkan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual sekaligus menandai signifikansi keberadaan kontrasepsi untuk menciptakan keluarga sejahtera. Hari Kontrasepsi Dunia merupakan kampanye jangka panjang yang diperuntukkan bagi semua wanita dan pria usia produktif.

Pada tahun 2008, kampanye global Hari Kontrasepsi Dunia mengambil tema “Your Life, Your Body, Your Choice” yang bertujuan untuk mengedukasi pasangan suami istri dalam usia produktif di seluruh dunia mengenai pentingnya kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Di samping itu juga untuk memberi informasi tentang pilihan kontrasepsi dan penggunaannya serta menurunkan tingkat kehamilan dan aborsi.

Di dunia, sekitar 85 dari 100 wanita yang aktif secara seksual tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun sehingga terjadi kehamilan dalam waktu satu tahun dan lebih dari seperempat wanita yang hamil melakukan aborsi atau melakukan pengguguran. Penting untuk dicatat, dari sekitar 123 juta wanita di dunia yang tidak menggunakan kontrasepsi umumnya berasal dari negara berkembang.

Kontrasepsi Sebagai Kebutuhan

Dalam pre event menuju Hari Kontrasepsi Dunia yang diselenggarakan pada tanggal 30 Mei 2008 di Grand Hyatt, Jakarta, terungkap bahwa Tingkat Pemakai Alat Kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia terus meningkat. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan peningkatan CPR dari 57 persen pada tahun 1997 kini telah mencapai 61,4 persen.

Sehingga sudah selayaknya kontrasepsi ditempatkan sebagai suatu kebutuhan krusial bagi pasangan suami istri, sekaligus memberikan kontribusi terhadap penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sehingga membantu terwujudnya keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

Sebagai suatu kebutuhan, kontrasepsi terkait dengan kebutuhan fisik dan sosial. Sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki peranan dalam setiap fase reproduksi, yaitu untuk menunda kehamilan, menjarangkan serta mencegah kehamilan. Sedangkan sebagai kebutuhan sosial, kontrasepsi terkait dengan upaya mewujudkan program pembangunan suatu negara.

Kiri ke kanan: Dra. Ruslidjah S., M.Kes (IBI); Dr. Suryono, SIS, SpOG (POGI);
Dr. Sugiri Syarief, MPA (BKKBN), Moderator,
Prof. Biran Affandi, MD, SpOG(K), PhD (APCOC Indonesia); dan Bayer Schering Pharma


Dr. Sugiri Syarief, MPA selaku Kepala BKKBN yang hadir sebagai pembicara mengatakan, “Saat ini di Indonesia, tingkat fertilitas/kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) adalah 2,6 anak per wanita dan telah menurun sebanyak 50 persen dibandingkan dengan kondisi tahun 1970 yaitu 5,6 anak per wanita.”

Kontrasepsi Tidak Rasional

Kecenderungan pola pemakaian kontrasepsi di Indonesia perlu mendapat perhatian lebih. Pemakaian kontrasepsi suntik memperlihatkan kecenderungan peningkatan, sebaliknya pemakaian kontrasepsi pil dan Intra Uterine Device (IUD) cenderung menurun. Medis Operasi Wanita (MOW) cenderung meningkat walaupun persentasenya masih sangat rendah dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya.

Fakta tersebut menunjukkan masih banyak pasangan usia subur yang belum terpenuhi jenis kontrasepsi yang sesuai dengan pilihannya secara rasional, baik sesuai dengan tujuan pengaturan kelahirannya atau kondisi fisik biologisnya.

Kecenderungan pola pemakaian metode kontrasepsi di Indonesia yang tidak rasional ini disebabkan pemilihan kontrasepsi secara rasional masih belum tersosialisasi dengan baik, serta konseling belum dilaksanakan secara benar dan luas cakupannya.

Selain itu, perlu diingat bahwa kontrasepsi rasional bukan hanya mempertimbangkan aspek efektivitas teknologi kontrasepsi dan tujuan penggunaan kontrasepsi (postponing, spacing atau limiting), namun juga harus mempertimbangkan secara rasional kriteria penerimaan dari aspek medis (medical eligible criteria).

Hambatan dalam Program KB

Saat ini, kebutuhan Pasangan Usia Subur (PUS) untuk ikut Keluarga Berencana (KB) sebesar 70,6 persen. Tetapi masih ada kebutuhan PUS untuk KB yang belum dapat di penuhi atau biasa disebut unmeet need sebesar 9,1 persen yang terdiri dari kebutuhan untuk spacing (4,3 persen) dan limiting (4,7 persen). Upaya pemenuhan kebutuhan ini merupakan tantangan mendasar dalam pelaksanaan program KB.

Kemiskinan sebagai hambatan utama selalu berhubungan dengan masalah pemerataan, akses, dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan keluarga, terutama kesehatan ibu dan anak lebih banyak terjadi pada daerah-daerah yang miskin/tertinggal. Penyebabnya:

  • Pelayanan KB dan kesehatan reproduksi terutama ketersediaan kontrasepsi di daerah miskin sering kali belum tersedia secara luas.
  • Sulitnya menembus hambatan geografis/fisik.
  • Ketersediaan tenaga yang tidak memadai.
  • Sumber dana dan peralatan yang kurang.
  • Biaya transportasi ke tempat pelayanan yang tidak terjangkau oleh penduduk miskin.

Penyediaan kontrasepsi gratis bagi keluarga miskin masih menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini adalah BKKBN, sementara bagi keluarga mampu diharapkan memperoleh kontrasepsinya secara mandiri. Di samping itu perlu diperluas akses pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama keluarga miskin.

Untuk undangan liputan seminar dan kegiatan lain kirim ke redaksi kami di fax. 021-7397069 atau redaksi@medicastore.