Bekti-medicastore.com
14-06-2011

Pencegahan Komplikasi Kronik akibat Penyakit Metabolik & Endokrin

Angka kejadian penyakit metabolik dan endokrin seperti diabetes, tiroid, tumor hipofisis, kelenjar paratiroid, adrenal, gonad, metabolisme kalsium dan tulang serta beberapa penyakit hormonal lainnya saat ini tergolong cukup tinggi. Penyakit-penyakit ini bersifat kronik dan progresif sehingga dibutuhkan pemantauan dan pengendalian secara terus menerus untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi kronis yang diakibatkannya.

Namun sayangnya penyakit-penyakit metabolik endokrin sering ditemukan terlambat karena beberapa faktor, antara lain belum meratanya pengetahuan dokter di bidang ini di samping ketidakpatuhan pasien. Para dokter umum/dokter ahli penyakit dalam dan dokter lain yang berminat di bidang ini diharapkan terus dapat meningkatkan pengetahuannya. Salah satunya adalah dengan cara mengikuti simposium dan pelatihan, di antaranya Jakarta Endokrin Meeting (JEM) dan Jakarta Diabetes Meeting (JDM) yang diselenggarakan setiap tahunnya oleh Divisi Metabolik Endokrin Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM.

”JEM 2011 akan diselenggarakan di hotel Nikko Jakarta tanggal 11-12 Juni dalam bentuk kuliah interaktif oleh pakar yang berpengalaman dalam bidangnya, diskusi kasus dengan contoh kasus nyata dan hasil registrasi beberapa masalah di bidang endokrin. Pertemuan diaharapkan akan dihadiri oleh 250-300 dokter umum dan dokter ahli penyakit dalam dari Jakarta dan sekitarnya ini diharapkan dapat membawa manfaat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat,” demikian dikatakan dr.Suharko Soebardi, SpPD-KEMD, Ketua Panitia JEM 2011.

Salah satu fokus dalam diskusi JEM adalah penyakit pada kelenjar tiroid. Tiroid adalah kelenjar yang terletak di leher bagian depan dan seringkali mudah untuk diraba. Pemeriksaan fisik dengan meraba tiroid memudahkan untuk melakukan klasifikasi berdasarkan bentuk awal yang teraba. Akan tetapi tidak jarang pemeriksaan fisik saja tidak terlalu kuat untuk menentukan kelainan kelenjar tiroid pasien. Beberapa peneliti mencoba untuk menentukan cara yang lebih sensitif guna mengetahui kelainan bentuk tiroid. Salah satu diantaranya dengan menggunakan ultrasonografi (USG).

Kasus pada poliklinik penyakit dalam RSCM 80 % adalah kasus diabetes, 10 % tiroid dan 10 % sisanya non tiroid.
Tiroiditis adalah peradangan dari kelenjar tiroid yang mungkin memberikan rasa nyeri, perabaan yang keras bila disebabkan oleh infeksi, radiasi atau trauma, atau tidak menimbulkan sakit bila disebabkan oleh kondisi autoimun, obat-obatan atau sebagai hasil proses fibrotik yang idiopatik. Penyebab yang paling sering adalah penyakit Hashimoto, tiroiditis subakut granulomatosa, tiroiditis pasca persalinan, tiroiditis subakut limfositik dan tiroiditis karena obat-obatan.

Dari sisi produksi hormon tiroid, pasien mungkin didapatkan dalam keadaan eutiroid, hipertiroid ataupun hipotiroid. Diagnosa ditegakkan dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan fisik termasuk ada tidaknya rasa nyeri, perabaan yang keras dan autoantibodi. Derajat pengambilan yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid akan berkurang pada pasien dengan infeksi virus, akibat radiasi, trauma, proses autoimun ataupun akibat obat-obatan. Pengobatan terutama ditujukan untuk menghilangkan gejala simtomatik yang ada termasuk nyeri dan kalau perlu memperbaiki keadaan menjadi eutiroid.

Penyakit tiroid lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan pria (5-7 kali lipat). Gejala hipotiroidisme yang ringan, misalnya mudah lelah, sering tidak diperhatikan oleh pasien sehingga luput dari diagnosis. Mungkin pada saat pertama kali berkunjung untuk pemeriksaan menjelang persalinan, pasien belum menyadari adanya gangguan tiroid. ”Masyarakat diharapkan dapat lebih mewaspadai berbagai macam penyakit pada kelenjar tiroid dan memahami gejala awalnya sehingga deteksi dini dapat dilakukan untuk memperlambat dan mencegah terjadinya risiko terjadinya komplikasi kronis yang diakibatkannya” lanjut dr.Suharko.