Bekti-medicastore.com
25-06-2012

Pentingnya Deteksi Dini Hipogonadisme

Hipogonadisme adalah keadaan dimana terjadi penurunan kadar hormon laki-laki atau testosteron karena dapat meningkatkan risiko disfungsi ereksi, massa lemak tubuh, menurunnya libido, massa dan kekuatan otot serta terjadinya osteoporosis.Edukasi mengenai deteksi dini serta penanganan yang tepat terhadap hipogonadisme pada pria penting dilakukan agar dapat terhindar dari komplikasinya serta menjaga kualitas hidup.

Berdasarkan waktu terjadinya, hipogonadisme dapat dijumpai sejak masa pertumbuhan di dalam kandungan, masa kanak-kanak-prepubertas sampai usia dewasa, sehingga akan menunjukan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Jika terjadi pada masa pertumbuhan dalam kandungan, maka akan mengganggu perkembangan pembentukan organ seks. Sedangkan jika terjadi pada masa prepubertas, maka akan mengganggu perkembangan tanda-tanda seksual sekunder, seperti bentuk tubuh, perkembangan penis, pembentukan otot, kematangan suara, bulu rambut. Sedangkan jika terjadi setelah usia dewasa maka akan terjadi kemunduran tanda-tanda seksual laki-laki, seperti rambut yang menipis, otot-otot menjadi lemah, loyo, tulang keropos, ketidak suburan dll. Orangtua sangat berperan untuk melakukan deteksi dini hipogonadisme pada anak, di antaranya dengan caramewaspadai adanya kelainan yang mungkin terjadi selama masa tumbuh kembang mereka dan segera berkonsultasi jika terdapat kecurigaan.

 

Sumber : ehow.com

 

“Hipogonadisme dijumpai jika didapatkan konsentrasi hormon testosteron yang rendah atau kerja hormon testosteron yang tidak adekuat. Apabila anak sudah berumur 15-17 tahun tapi secara fisik belum terlihat kumis atau rambut halus, penis tidak berkembang, suara kecil, tidak ada jerawat pada wajah atau tidak ada tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan seksual lainnya, maka perlu diwaspadai terjadinya hipogonadisme”, demikian diungkapkan oleh dr.Em Yunir,SpPD-KEMD,Kadiv departemen endokrinologi dan metabolism FKUI-RSCM, pada seminar media mengenai hipogonadisme pada pria & masalah keganasan kelenjar tiroid, yang berlangsung tanggal 15 Juni 2012 kemarin.

Hipogonadisme dibagi dalam 2 kategori yakni primer dan sekunder. Pada hipogonadisme primer kelainan terletak pada testis sehingga akan dijumpai kadar testosteron yang rendah disertai dengan hormon gonadotropik, suatu hormon stimulatir yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis di otak, yaitu follicle stimulating hormone (FSH) dan luitenezing hormone (LH) yang meningkat. Hormon ini akan merangsang testis untuk menghasilkan hormon testosteron. Keadaan ini dikenal dengan sebutan hipergonadotropik-hipogonadism. Ada beberapa penyakit yang menyebabkan hipogonadisme primer, yaitu testis yang tidak turun, infeksi pada testis atau trauma karena kecelakaan, dikebiri serta komplikasi penyakit gondongan. Sedangkan pada hipogonadisme sekunder kelainan terletak pada otak atau hipofisis, sehingga akan dijumpai kadar hormone testosteron yang rendah dengan hormon gonadotropik yang rendah. Keadaan ini dikenal sebagai hipogonadisme-hipogonadotropik. Ada beberapa penyakit kronis yang didapat, seperti tumor hipofisis, penyakit-penyakit kritis, pasca radiasi.

Di samping menurunkan libido dan Disfungsi Ereksi (DE), hipogonadisme juga dapat menyebabkan infertilitas akibat gangguan produksi sperma di dalam testis. Defisit hormon testosteron pada masa pertumbuhan dapat mengganggu perkembangan dan pematangan tanda-tanda seksual sekunder. Osteoporosis, yang sering terjadi pada wanita (menopause), juga dapat dialami oleh pria akibat hipogonadisme. Diduga hal ini merupakan akibat langsung defisiensi hormon testosteron akan mengganggu proses pembentukan tulang dan meningkatkan pengeroposan.

“Hipogonadisme tidak saja disebabkan oleh penyakit di otak atau pada testis tetapi juga dapat terjadi akibat penyakit-penyakit kronis tertentu seperti obesitas, sindrom metabolik, hipertensi, diabetes tipe-2 mempunyai risiko tinggi untuk mengalami hipogonadisme. Sekitar 40% pasien obes yang bukan diabetes mempunyai kadar testosteron dibawah normal, sedangkan pada diabetes dengan obes, 50% akan mengalami penurunan kadar testosteron,” ditekankan dr Yunir .

Untuk mewaspadai adanya hipogonadisme perlu dilakukan pemeriksaan hormon testosteron. Pengambilan serum harus dilakukan pada jam 07.00-11.00. Kadar testosteron total diatas 350 mg/dl, merupakan batas dimana untuk memberikan substitusi testosteron tidak diperlukan, kadar testosteron total dibawah 230 mg/dl merupakan batas untuk memberikan substitusi testosteron. Sedangkan kadar antara 230-350 mg/dl, memerlukan pemeriksaan ulang disertai dengan pemeriksaan sex hormone binding globulin (SHBG) untuk menentukan kadar free testosteron atau bioavailable testosteron. Pada hipogonadisme sekunder sering diperlukan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) atau CTScan untuk mengetahui adanya tumor di hipofisis.

Pengobatan hipogonadisme pada pria dewasa yaitu berupa penggantian hormon berupa terapi testosteron yang mampu mengembalikan fungsi seksual, kekuatan otot serta mencegah osteoporosis, menggunakan bantuan teknologi reproduksi yang membantu pasangan dalam pembuahan. Hipogonadisme pada anak laki-laki, sebelumnya harus dicari dahulu penyebabnya, apakah ada penyakit lain yang menyertai. Jika diperlukan, keadaan ini dapat diobati dengan pemberian hormone testosteron sintetik.