Bekti-medicastore.com
17-12-2013

Jangan Remehkan Gangguan Bicara-Bahasa pada Anak

Saat ini semakin mudah dijumpai anak yang mengalami keterlambatan atau gangguan bicara-bahasa. Seberapa tinggi gangguan bicara ini dialami oleh anak Indonesia, memang belum ada angka resmi. Namun perlu dicermati hasil Data Surveilans dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di 7 RS Pendidikan di Indonesia (Surabaya, Jakarta, Bandung, Palembang, Denpasar, Padang dan Makasar) pada tahun 2007, yang menunjukkan bahwa gangguan bicara-bahasa merupakan salah satu gangguan perkembangan yang paling dominan diantara berbagai jenis gangguan perkembangan anak lainnya. Besarnya insidens gangguan bicara-bahasa di 7 kota besar tersebut berkisar antara 8-33%, dengan rata-rata berkisar 21%. Demikian hal tersebut terungkap dalam acara seminar media tentang pentingnya kemampuan bicara-bahasa pada anak sebagai awal kecerdasan & prilaku anak, yang berlangsung di Hotel Gran Melia Jakarta, tanggal 13 Desember 2013 kemarin.

Sumber : howtobeaspeaker.com

Dr. dr. Ahmad Suryawan, SpA (K), Ketua Divisi Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo/FK Unair Surabaya menjelaskan, “Tanpa kegiatan deteksi dini, maka 70-80% gangguan perkembangan anak tidak teridentifikasi sehingga kegiatan deteksi dini ini selayaknya ditujukan untuk semua anak tanpa kecuali, dengan prioritas pada anak atau bayi berisiko tinggi. Perjalanan tumbuh kembang anak sulit diprediksi hasil akhirnya, bisa saja anak yang lahir normal akan berkembang menjadi abnormal dan sebaliknya anak yang lahir abnormal bisa berkembang menjadi normal. Oleh karena itu semua pihak (dokter, orang tua/ pengasuh, dan guru) sebaiknya peka terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak mereka dan jika timbul kecurigaan maka harus melakukan deteksi dini. Kita berlomba dengan waktu, mengingat pada usia 2 tahun perkembangan otak anak sudah mencapai 80% dan pada usia 6 tahun sudah mencapai 95%.”

Dalam hal gangguan bicara-bahasa, keterlambatan identifikasi tidak hanya berdampak pada keberhasilan penanganannya. Namun lebih jauh lagi, dalam pembentukan struktur otak anak, kemampuan bicara-bahasa merupakan salah satu komponen terpenting untuk pembentukan struktur otak untuk kemampuan kognitif dan perilaku. Sehingga, apabila hal ini terganggu maka dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kecerdasan dan perilaku.

Dalam paparannya, ia juga menjelaskan, “Masalah gangguan bicara mencakup 3 faktor penyebab terpenting, yaitu kerusakan otak, kerusakan organ penerima (indra) atau gangguan input (kurang dan/atau salah stimulasi). Dalam praktek sehari-hari, dokter diharapkan mempunyai ketrampilan untuk dapat menilai dan membedakan ketiga faktor tersebut. Dengan demikian, penanganan anak dengan gangguan bicara-bahasa dapat segera dilakukan dengan tepat dan orangtua mendapat bimbingan secara personal sesuai keadaan anaknya.” Menurutnya, dalam pengalaman menangani anak dengan gangguan bicara-bahasa selama 5-6 tahun terakhir, gangguan input merupakan faktor paling dominan sebagai penyebab, yaitu masalah kuantitas dan kualitas stimulasi. Hal tersebut antara lain: kurangnya waktu interaksi verbal aktif antara anak dan orang tua / pengasuh, kesalahan metode pengenalan bahasa, dan pengaruh media audio visual modern saat ini. “Kami menghimbau agar orang tua dapat mengatur gaya bahasa, mengatur regulasi pemakaian media anak serta menerapkan pola asuh yang melekat dengan anak,” tutupnya